"Seseorang yang terlihat baik-baik saja justru mempunyai masalah yang lebih rumit daripada orang lain"
⭐⭐⭐
20.00
Rey baru saja tiba di rumahnya. Setelah pulang dari rumah Devin, Rey langsung mampir ke sebuah tempat makan untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan karena dia sama sekali belum makan sejak pagi tadi.
Rey menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang keluarga. Dia memejamkan kedua matanya sejenak sambil mengingat kembali permasalahan yang dialami oleh Shillda. Padahal, baru beberapa hari Rey mengenal Shillda, namun sudah banyak hal yang ia ketahui dalam jangka waktu secepat ini.
"Akhirnya kamu pulang juga, Rey," ujar Kania -ibu Rey- sambil menggendong anak perempuan yang masih berusia lima tahun.
Rey hanya diam, dia sama sekali tidak berminat untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Kania berjalan menuju sofa, lalu ia duduk tepat di sebelah Rey. Raiya yang berada di atas pangkuan Kania pun langsung berpindah ke atas pangkuan Rey sambil memeluknya erat.
"Abang dari mana aja? Aya kan mau main sama Abang," kata Raiya dengan wajah mungil yang sangat menggemaskan.
"Aya, Abang capek," lirih Rey masih memejamkan kedua mata nya. Kania kembali menggendong Raiya agar tidak mengganggu Rey yang terlihat kelelahan.
"Kamu lapar? Mau Bunda masakin apa?" tanya Kania lembut sambil mengelus puncak kepala Rey. Karena merasa risih, Rey menjauhkan tangan Kania dari kepalanya.
"Rey udah makan di luar, Tante!" cetus Rey.
Deg.
Hati Kania selalu tersayat ketika Rey memanggilnya dengan sebutan 'Tante'. Sudah lebih dari enam tahun ia menjadi bagian dari keluarga Elvano, tetapi Rey masih enggan memanggilnya 'Bunda'.
"Jangan terlalu sering makan di luar, Rey. Bunda masih bisa kok masakin makanan yang lebih sehat buat kamu. Selain itu, Bunda juga mau tau gimana rasanya makan bareng sama kamu," tutur Kania dari lubuk hati yang paling dalam.
Rey membuka mata lalu menatap Kania yang berada di sebelahnya. "Rey capek, mau istirahat," ujar Rey sambil beranjak dari duduknya dan mulai melangkah pergi.
Ingin sekali Kania meneteskan air matanya. Seandainya Raiya sudah tidur, maka ia akan menangis menumpahkan rasa sesak di hatinya. Enam tahun ini Kania sudah berusaha sabar dengan sikap Rey yang belum bisa menerima kehadirannya. Tapi, sampai kapan ia harus sabar menghadapi semua ini?