"Sakit hati itu bukanlah satu hal yang bisa disepelekan"
⭐⭐⭐
"Tunggu di sini sebentar, yah? Gue mau ganti baju dulu." Setelah melihat Shillda menganggukkan kepalanya, Rey langsung melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
Sementara Shillda, dia tidak bisa duduk begitu saja di sofa ruang tamu, karena tujuannya berada di rumah Rey saat ini adalah untuk mewujudkan harapan Kania.
Pandangan Shillda menelusuri setiap sudut ruangan hingga bola matanya menemukan Kania yang sedang melambaikan tangannya dari arah dapur.
Shillda melangkah pelan menghampiri Kania dengan senyuman yang tak luput dari wajahnya.
"Selamat sore, Bunda," sapa Shillda seraya menyalami punggung tangan Kania.
"Sore, Shillda."
"Bunda lagi masak apa? Ada yang bisa Shillda bantu?"
"Bunda mau minta tolong temenin Aya belajar di taman belakang. Sekalian, ajak juga Rey. Soalnya, Aya udah lama pengen main sama abangnya tapi yah kamu tau sendiri kalo Rey jarang ada di rumah."
"Siap, Bunda."
Shillda kembali melangkahkan kaki menuju ruang tamu bertepatan dengan Rey yang baru saja menuruni anak tangga.
"Abis dari mana?" tanya Rey yang sudah berganti pakaian menggunakan kaos hitam dipadukan dengan celana pendek army.
"Gue... Abis dari toilet," jawab Shillda.
"Oh. Ehm ngomong-ngomong, lo mau ketemu Aya, kan? Sebentar yah biar gue cari dulu." Belum sempat Rey pergi, namun Shillda sudah mencegahnya.
"Aya ada di taman belakang rumah," ujar Shillda.
"Kata siapa?" tanya Rey.
"Barusan gue ketemu Tante Kania di dapur, dan beliau bilang kalo Aya lagi belajar di taman belakang."
"Ya udah, ayo ikut gue!" Rey mengajak Shillda untuk mengikuti setiap langkahnya.
Rey membuka knop pintu di salah satu ruangan hingga tampaklah suasana lingkungan di belakang rumah megah milik keluarga Elvano.
Di atas sebuah gazebo di sana, Shillda melihat Aya yang terlihat sangat murung seraya mencoret-coret kertas dengan menggunakan pensil di tangannya.
"Aya," panggil Rey. Iris mata Raiya terlihat berbinar-binar ketika melihat Rey datang. "Kak Shillda mau ketemu sama kamu," lanjutnya.
"Kak Shillda!!" Aya bergegas menghampiri Shillda lalu memeluknya dengan erat. "Kakak mau gak temenin Aya belajar? Aya bosen dari tadi sendirian.”
"Mau dong. Oh iya, katanya Abang Rey juga mau ikut gabung. Dan mulai sekarang, Abang Rey akan temenin Aya belajar atau main setiap hari." Rey membelalakkan matanya karena pernyataan dari Shillda.
"Kok jadi gue sih?!"
Bukan sebuah jawaban yang didapatkan oleh Rey, melainkan tatapan tajam yang mampu membuat Rey bergidik ngeri sendiri ketika melihatnya.