"Putus itu bukan satu-satunya jalan terbaik" -Reynand Favian Elvano-
⭐⭐⭐
Shillda memejamkan kedua kelopak matanya membiarkan semua bulir air matanya berjatuhan. Sungguh, ia sangat bingung dengan perasaannya saat ini. Di satu sisi, ia sangat mencintai Rey. Namun, di sisi yang lain, ia juga tidak mau menyakiti Kezia.
Shillda melepaskan tangannya dari genggaman Rey. Ia beranjak dari tempat duduknya hendak pergi dari ruangan ini tapi Rey lebih gesit menahan Shillda dengan cara mencekal tangannya.
Rey ikut berdiri dari duduknya lalu meraih Shillda ke dalam pelukannya. Walau tanpa kata, Rey sudah sangat mengerti apa yang dibutuhkan oleh Shillda sekarang.
"Firasat gue kayaknya bener. Lo mutusin gue bukan karena keinginan lo sendiri, iya ‘kan Shillda?" tanya Rey.
Mendengar pertanyaan dari Rey membuat Shillda sedikit tertegun. Shillda semakin mengeratkan pelukannya lalu mengangguk pelan. Lagipula, percuma saja menyembunyikan semua ini dari Rey, karena dia adalah tipe orang yang sulit untuk dibohongi.
"Gue emang gak masalah ketika lo gak mau cerita sama gue. Tapi, bukan berarti lo bisa nyembunyiin semuanya dari gue, Shillda!" geram Rey.
"Maaf," lirih Shillda.
Rey menghela napas panjang lalu mengusap pelan rambut Shillda dengan sangat lembut. Rey membiarkan Shillda menangis sepuasnya meskipun seragam yang dikenakan oleh Rey sudah terasa basah.
"Putus itu bukan satu-satunya jalan terbaik, Shill!" bisik Rey.
Shillda mendadak melepaskan pelukannya lalu mengusap kasar air matanya yang masih berjatuhan dengan menggunakan kedua tangannya.
"GAK! Kita tetep harus putus!" tegas Shillda.
"Oke."
Deg.
Shillda membelalakkan matanya setelah mendengar ucapan singkat dari Rey. Bukankah ini yang Shillda mau, tetapi kenapa rasanya sangat tidak rela ketika Rey setuju untuk putus darinya?
'Mau gue apa sih?!' batin Shillda.
"Ada yang mau lo katakan lagi ke gue sebelum kita benar-benar berpisah?" tanya Rey. Shillda justru semakin membungkam sambil menatap Rey dengan nanar.
Beberapa menit telah berlalu dan Shillda masih bertatap mata dengan Rey. Satu hal yang paling menyayat hati Shillda adalah ketika ia tidak melihat luka dari iris mata Rey. Apakah Rey tidak peduli dengan berakhirnya hubungan mereka?
Tiba-tiba, Rey tertawa dengan sangat keras membuat Shillda kebingungan sendiri. "Muka lo ngakak banget, Shill! Gue pengen ketawa liatnya!" ejek Rey di sela-sela tawanya.
Tersadar jika ia telah dipermainkan oleh Rey, Shillda langsung melayangkan pukulannya secara bertubi-tubi untuk menyerang Rey.