Between Rage and Serenity

Auli Inara
Chapter #2

Chapter 2 đź–¤

Semua orang heboh membicarakan Haikal yang peringkatnya menurun bulan ini. tidak ada yang menyangka dia akan dikalahkan. Bahkan setelah kenakalan yang dia lakukan, orang-orang masih yakin itu tidak akan merubah apapun. Tapi kepercayaan itu akhirnya runtuh oleh fakta yang diterima semua orang di sekolah kemarin. Haikal sang genius yang dihormati, ditakuti juga dihindari, akhirnya jatuh juga.

“Memang jika sudah di atas, gak akan selamanya di atas.”

“Mempertahankan itu pasti lebih sulit, dibanding kita yang selalu berusaha meningkatkan point.”

“Itu karena dia sekarang suka berkelahi. Dia itu genius, dia tidak terkalahkan.”

“Gak kok, Haikal bilang dia cuma sedikit lengah saja karena dia sering bermain sekarang. Dia pasti bisa mengambil alih rangking pertamanya untuk evaluasi selanjutnya.”

“Hei lagi pula itu hanya evaluasi bulanan. Dia akan meraih peringkat pertama satu sekolah lagi saat akhir semester.”

“Ku dengar selisihnya hanya 10 point dari peringkat pertama.”

“Dia akan tetap di peringkat pertama jika tidak membuat masalah kemarin.”

Berbagai opini berkembang di kalangan siswa, para guru, juga staf sekolah. Dia yang dibicarakan pun hanya bersikap seperti biasanya, seperti tidak ada yang terjadi. Sedangkan Lynn sendiri juga sibuk dengan urusannya.

“Gimana rasanya? Akhirnya lepas dari kutukan peringkat kedua?” Viona mendekati temannya yang paling raijn di kelas unggulan itu.

“Haha entah lah. Rasanya biasa saja. Namun juga luar biasa. Gue cuma gak pernah nyangka.” Responnya.

“Kaku banget sih! Orang-orang pada bicara lo tahu!”

“Gue pikir mereka lebih tertarik membicarakan Si genius.”

“Yaah.. siapa yang bisa mengalahkan popularitas nya? Aah iya, ada satu. Si ketua osis!”

“Ketua osis? Yang ketemu kita di café itu?”

Viona menatap tak percaya padanya, “Faris, lo mau hidup dengan belajar aja juga gapapa. Tapi perhatikan juga sekitar lo! Lo itu terlalu tenang!”

“Haha gue cuma suka belajar!” Lelaki berkaca mata, dengan kalung titanium berliontin bandul–itu tersenyum lebar.

“Terserah apa yang orang lain bilang, lo bener-bener pantas dapat peringkat satu! Di sekolah ini tidak ada orang yang serajin lo!”

“Lo mau gue traktir kan?”

“Haha meski pun lo orangnya gak pedulian tapi lo cukup peka juga ya!”

“Ntar pas makan siang, gue traktir lo, juga teman-teman yang lain!”

“Ris...” Viona menatap Faris dengan gugup.

Faris yang sadar langsung menyentuh hidungnya yang berdarah. Viona langsung mengambilkan tisu dan menyeka hidung Faris.

“Udah berapa hari lo gak tidur? Kalau gini ceritanya lo bisa mati!” omel Viona.

“Hmm... gak kok gue sempat ketiduran dua jam.”

“Bukan ketiduran, tapi tidur dengan benar di kasur, lampu di matiin, tarik selimut, terus tutup mata lo dengan rapat!

“Hah ke UKS gih! Gue bakal bilang ke guru kalau lo sakit!”

“Tapi gue harus masuk kelas!”

Lihat selengkapnya