“Hahahaha hari bahagia!!” Teriak Haikal.
“Bahagia kenapa? Tumben, kesambet apa lo?” Viona Si ketua kelas sedang mengumpulkan PR Haikal di kursi paling belakang.
“Mau tahu aja? Atau mau tahu banget??”
“Basi!”
“Hahaha terserah lo mau ngomong apa gue gak akan marah-marah hari ini!”
“Kenapa sih? Dasar gila!”
“Hahahahahaha...”
“Kenapa si dia?” tanya Erina, sahabatnya Viona dari kelas unggulan juga.
“Tanya sendiri aja! Ngomong sama dia bikin sakit jiwa! Faris!” Fokus Viona beralih pada Faris yang baru masuk kelas.
“Yaa Vio?”
Viona menghampiri Faris, “tugas lo, kumpulin!”
“Oh iya bentar.” Faris lalu membuka ranselnya dan mengambil buku yang kemudian diserahkannya pada Viona.
“Udah sibuk aja pagi-pagi Vio!” Basa-basi Faris.
“Iya nih, nasib jadi ketua kelas dua priode. Kinerja gue terlalu bangus, jadi semua pada milih gue lagi buat dijadiin babu di kelas ini!” Viona menunjukkan wajah sebal.
“Hahaha bukannya karena hal itu juga point lo lebih banyak dibanding yang lain?”
“Iya sih... Tapi tetap aja gue gak bisa melampaui Si peringkat satu dan dua. Keknya gue kena kutukan peringkat ketiga deh...”
“Gak ada yang namanya kutukan! Lo bisa kalau lo mau berusaha!”
“Seriusan, gue bisa ngalahin kalian berdua?”
“Yaa.. kalau sanggup belajar lebih rajin dari gue! Lagi pula gue gak akan biarin lo ngalahin gue kok. Setidaknya mari bersaing dengan sportif!”
“Jadi tujuan lo ngomong itu barusan apa? Gue ngerasa kayak habis dikasih harapan, terus dijatuhin, terus gue berasa abis dinasehatin. Rasanya kesel banget!”
“Gue gak maksud gitu kok...”
“Iya iya tahu kok! Gue tahu bukan itu maksud lo. Kalau orang lain pasti udah salah paham. Selain gue emang siapa yang bisa ngertiin lo?” Viona dengan sebal melewati Faris, dan keluar dari kelas membawa tumpukan buku.
Faris hanya mematung memandang kepergian Viona.
“Wahahahaha... Hari bahagia!”
“Woy dasar gila! Berisik!” Tegur Erina sambil memukul kepala Haikal dengan bukunya. Entah suatu keberuntungan atau kesialan ia harus duduk di depan bangku Haikal.
“Kenapa sih? Lo kenapa bahagia coba!”
Haikal mengusap kepalanya yang sakit, meski sempat emosi karena aset paling berharganya (baca : otak) barusan dipukul, ia tidak membalas atau semacamnya. Karena Erina adalah wanita, terlebih lagi ini adalah hari bahagia. “Mau tahu? Atau...”
“Iya iya mau tahu banget! Ada apa sih?” Jawab Erina tak sabar.
“Mulai hari gue udah balik ke peringkat pertama lagi. Bahahaha hari kejatuhan gue hanya bertahan satu hari. Gila genius banget gue!”
“Yakin lo? Kok bisa?” Erina menatap Haikala curiga.
“Gue bakal kasih tahu! Tapi gimana ya ini rahasia soalnya!” Haikal melirik pada Faris.
Faris yang duduk di kursi paling depan pun balas menatap Haikal dengan tajam.
“Hmm.. gak ah, takut. Ntar gue dihajar lagi. Kan si Peringkat kedua gak boleh terlibat masalah lagi.” Faris terbelalak menatap Haikal.
“Apa? Maksud lo Faris?” Erina menoleh pada Haikal yang wajahnya tampak memerah.
Baru kali ini Erina melihat Faris berekspresi seperti itu.
“Tebak apa yang terjadi? Hari ini Si ketua OSIS resmi keluar dari sekolah!”