BRAKK
“Hari pertama kamu bekerja disini. Posisimu juga bukan seorang manager. Dan lagi, jam berapa sekarang? Jam Sembilan! Udah begitu, lihat apa yang kamu bawa. Kamu tidak membawa peralatan jurnalis sama sekali, Zara!” Omel Rose, kakak sepupu Zara yang merupakan pemimpin redaksi, dan juga ditugaskan langsung oleh presdir untuk membimbing Zara selama bekerja di kantor.
Zara menggigit sosis terakhirnya, “Setidaknya aku membawa handphone.”
Rose menggaruk kepalanya kesal, “Ahh.. aku tidak mengerti kenapa kakek membiarkanmu masuk kesini, padahal kamu tidak bisa apa-apa.”
Zara menyisir rambutnya kebelakang telinga, “Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan sekarang?”
“Apa kamu sudah mendapatkan bahan berita?” Tanya Rose sambil membetulkan posisi kacamatanya, “Kamu bisa mendapatkan bahan-bahan itu lewat internet, atau kamu mau pergi keluar, itu terserah padamu.”
“Hah, serius??” Zara bangkit dari bangkunya. Dia memang sedang butuh angin, akan sangat bagus baginya untuk segera pergi dari kantor.
“Ya, ini hanya untukmu. Dan juga, sore ini kamu harus bertemu dengan kakek.”
Dengan santai Zara mengambil tasnya, “Oke, akan kulakukan. Kalau begitu aku pergi dulu, sampai nanti kak!” ucapnya. Lalu dia sudah berada diluar kantor hanya dalam hitungan detik.
Diluar kantor, Zara hanya diam saja. Bahkan sekarang aku tidak tahu harus ngapain..
Tiba-tiba dia teringat akan temannya, seorang artis berkebangsaan Korea, Park Seung Min. Mereka bertemu dulu, saat perusahaan Ayah Seung Min melakukan kolaborasi besar-besaran dengan perusahaan keluarga Hutchin dibidang fashion.
Ah.. jadi teringat dengan masa-masa dulu..
Jakarta, 10 tahun lalu.
“Baju ini sangat norak,” Ucap Zara disamping ibunya. Dia mengenakan dress selutut berwarna biru muda yang dihiasi berlian berukuran kecil, “Kenapa aku tidak mengenakan baju sehari-hariku saja, bu?”
“Kamu bisa memakainya nanti, sayang.” Ibu menggandeng Zara, mereka mengikuti kakek yang berjalan bersama orang-orang dengan seragam hitam. Aku suka seragam, mereka sangat keren.
“Kamu tidak bisa memakai seragam hitam itu.”
Zara menoleh ke sampingnya, anak laki-laki yang mengenakan jas hitam. Tapi wajahnya kelihatan berbeda, mata anak itu tidak selebar milik Zara, “Kenapa aku tidak bisa?”
Anak itu menyisir rambutnya agar lebih rapi, “Karena kamu perempuan. Perempuan akan terlihat cantik saat dia memakai gaun, seperti gaun ibumu.”
“Maksudmu, gaun yang aku pakai tidak membuatku cantik? Apa pengelihatanmu baik-baik saja?”
Anak itu hanya tertawa kecil, “Yah, aku harus pergi. Sampai nanti.” Ucapnya lalu pergi ke arah kerumunan tempat kakek berada. Yang Zara lihat, dia berpelukan dengan kakeknya. Siapa dia, berani sekali memeluk kakekku? Bahkan aku sendiri tidak pernah dipeluk kakek.
“Siapa anak itu, Bu?” tanya Zara. Kini mereka sedang mengikuti pelayan yang akan mengantar mereka ke kursi yang telah dipesan.
“Penerus keluarga Park, sayang.” Jawab Ibu sambil merapikan gaunnya, kini mereka sudah duduk dikursi keluarga Hutchin, “Kamu akan sering bertemu dengannya.”
Zara meneguk teh hingga habis, “Wah, kalau begitu, nanti aku tidak perlu makan siang di sekolah bersama Hayden lagi, dan aku juga tidak perlu bermain dengan Hailey sepulang sekolah! Yakan bu?”
Ibu tertawa kecil, “Bukan begitu, Zara. Jika kamu memiliki teman baru, bukan berarti kamu membuang temanmu yang lama. Tapi, kamu bisa melakukan kegiatan baru bersamanya. Seperti, berkuda dengannya, atau berolahraga dengannya. Bukankah itu lebih menyenangkan?”
Zara berpikir keras, “Sepertinya ibu benar.”
Kemudian acara pembukaan dimulai, kakek dan kakek Park berjabat tangan di panggung, kemudian para penonton bertepuk tangan untuk keduanya. Setelah itu, kembang api dinyalakan dan menghiasi malam yang cukup berkesan bagi Zara.
Zara sangat mengagumi kembang api itu. Dia terus menatap langit hingga lehernya pegal. Kemudian ia kembali menujukan pandangannya ke arah panggung. Dan dia melihat sosok yang ia kenal. Penerus itu berada di atas panggung. Mereka saling bertatapan dengan tidak sengaja.
Zara memberinya senyum yang lebar, seakan-akan berkata bahwa kembang apinya sangat indah. Penerus itupun membalasnya dengan senyuman manis.
Aku.. ingin menjadi penerus Hutchin Company.
Sesuai dengan yang ibu bilang, aku memang sering bertemu dengan anak itu. Bahkan kami berkenalan dan bermain bola di lapangan kuda bersama. Aku juga memberinya nama panggilan yang spesial, Ken. Aku tidak tahu kenapa, hanya saja aku menyukai nama itu.
Sejujurnya, aku sangat menikmati masa-masa itu. Sampai suatu hari..
“Um.. Zara, besok.. mungkin aku tidak akan kesini lagi,” Ucap anak itu ragu-ragu.
Zara masih fokus membangun istana pasirnya, “Tidak apa-apa, Ken. Lusa kamu kan masih bisa kesini lagi. Aku bisa bolos sekolah hanya untuk main denganmu, hehe.”
Seung Min menghancurkan istananya untuk menyadarkan anak yang berada dihadapannya, “Begitupun seterusnya, Zara. Aku harus kembali ke Korea.”
Zara terdiam melihat istana pasir temannya yang hancur. Kemudian dia berdiri dan menendang istana pasir miliknya juga, “Yah, kalau begitu sekalian saja kita tidak usah berteman lagi!”
Tanpa berkata apapun, Zara pergi meninggalkan Seung Min sambil bergumam, “Kamu pikir aku tidak punya teman lagi? Aku masih punya Hayden dan Hailey!”
Seung Min hanya diam. Dia sama sekali tidak berpikiran untuk mengejar Zara, lagipula dia memang tidak memiliki alasan untuk melakukan itu.
Esok harinya, Zara menunggu Seung Min di taman dekat rumahnya. Ibu sudah menyuruhnya untuk pulang dan mengatakan kalau Seung Min tidak akan kemari. Zara mengelak, dia tidak menunggu Seung Min, dia hanya ingin bermain sendirian.