Beyond Brief: Jadi Brief Nya Apa?

Kurniati Putri Haeirina
Chapter #5

Chapter 5: Belum Berdoa, Sudah Dikabulkan

“Yes!” teriakku bersorak sorai sambil melepas headset yang menyumpal telinga selama beberapa saat. Posisiku masih sama seperti malam-malam sebelumnya, duduk di depan layar laptop, terfokus untuk menyelesaikan draft tesis yang sedikit demi sedikit menunjukkan kemajuan menuju rampung. Hari ini sudah Jumat, dan sejak habis magrib tadi aku sampai di kosan, langsung menyibukkan diri dengan penelitianku.

Aku berhasil menuliskan transkrip dari hasil rekaman wawancara dengan Bintang dan beberapa orang di kantor yang menjadi informanku. Sekarang aku bisa sedikit bernafas lega. Selanjutnya, aku mengambil sepotong pizza dingin dari kotak thinwall, yang tersisa dari perpisahan salah satu graphic designer di kantor yang hari ini mengundurkan diri. Aku mengunyah pizza dengan semangat, tanpa memikirkan kemungkinan bahwa aku bisa menjadi orang berikutnya yang meninggalkan Freemium.

Aku menyipitkan mata, mengamati hasil wawancara yang sudah tertulis rapi. Hmm, lumayan juga. Tapi detik berikutnya, kepanikanku mulai bermigrasi di informan utama yang belum jelas batang hidungnya hingga saat ini. Hari Senin adalah jadwal bimbinganku, sementara data yang masih kosong itu bergantung pada siapa yang bisa memberikannya.

"Baiklah, nggak ada cara lain" gumamku. Akal-akalan busuk di kepala mulai mengatur skenario untuk membagi beban mentok ini kepada dosen pembimbingku. Itukan tugasnya sebagai pembimbing, memberi solusi dalam masa sulit. Aku nyengir sendiri memikirkan siasat ini.

Ada sedikit penyesalan, kenapa aku begitu keras kepala dalam mempertahankan idealisme untuk menjadikan iklan ini sebagai subjek penelitianku. Kenapa dari awal nggak cari ide lain yang lebih mudah sih Izzy? Tapi, sekarang sudah terlanjur, jadi sekalian aja deh tercebur dalam sumur. Iklan yang diproduksi empat tahun lalu ini seakan-akan menyimpan misteri. Aku bahkan nggak berhasil menemukan satupun dari kru yang terlibat dalam produksinya, meskipun sudah bertanya kesana kemari dengan teman-teman di dunia kreatif. Bahkan sang mastermind hilang begitu saja tanpa jejak, tanpa ada karya baru. Beberapa orang memberiku alternatif untuk menggeser subjek ke series iklan versi baru yang lebih viral, mengingat jadwal tayangnya masih baru-baru ini. Tapi, artinya aku harus wawancara Danrief? Oh, nggak, makasih. Aku lebih memilih nggak lulus daripada harus berurusan dengan si brengsek itu. Eh, tapi nggak juga sih, aku harus bisa lulus no matter what. Aku menarik kembali perkataan sompral beberapa detik lalu.

Fungsi otakku mengalami penurunan drastis dan tidak kooperatif untuk dipaksa berpikir pada jam seperti ini. Aku mengunyah pizza dengan lambat, merencanakan bahwa setelah ini aku akan menggosok gigi dan tidur nyenyak. Prinsipku, tidur adalah jalan terbaik ketika aku menghadapi momen buntu tanpa jawaban yang jelas.

Dengan tangan yang sedikit berminyak, aku membuka ponsel yang sejak tadi terabaikan. Puluhan notifikasi datang dari Grup Chat "Serdadu Pantry," grup percakapan multifungsi yang beranggotakan aku, Miko, dan Kirika. Saat hendak membuka percakapan, mataku tertuju pada pop-up notifikasi lainnya, dari bank yang memberikan pengingat bahwa tagihan kreditku akan jatuh tempo beberapa hari lagi. Kepalaku langsung terasa berat.

Hah, betapa banyaknya tagihan bulan ini setelah biaya pengobatan di Rumah Sakit. Aku mencoba mengusir pikiran negatif itu dari pikiranku, tapi sia-sia. Sialan, kenapa harus diingatkan tentang hal-hal begini pada jam segini? Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka Instagram. Scroll sana-sini, postingan dari teman-teman dunia mayaku bertebaran. Hingga aku menemukan satu hal yang menggelitik. 

Ada akun Kirika yang mengomentari postingan aktor Hollywood ganteng muncul di timeline. “Dasar gak ada logika, aktor terkenal gini pasti sibuk sama hal lain, mana bakal peduli sama komentar begi-” belum selesai aku mengejek komentar tersebut, hal selanjutnya tergantikan dengan rasa kaget setelah aku membuka kolom komentar, bahwa aktor tersebut membalas pesannya. Tentunya tulisan isengnya itu dibanjiri likes dan komen dukungan dari netizen lain. Ah! Sekarang aku tahu, puluhan pesan di grup pastilah datang darinya yang tengah pamer tanpa ampun.

Aku cekikikan, turut berceloteh meramaikan grup dan hendak beranjak ke kamar mandi setelahnya. Tapi, tunggu dulu...

Eureka!

Keisengan Kirika memberikan pencerahan.

Aku kembali membuka laptop dan mengetik lengkap judul iklan Ketek Man seri pertama di Google, dan tenggelam dalam misi pencarian orang hilang. Entah berapa lama aku mengubek-ubek mesin pencarian, hingga akhirnya aku menemukan juru selamat dari sekelumit masalahku sekarang.

Pramudya Pandawa, yang akrab disapa Pam, merupakan Creative Director sekaligus bagian dari "Three Musketeers" dalam industri periklanan lokal. Setelah menyelesaikan studi advertising di Australia, Pam memulai karier di tim Creative In-House terkemuka di sana. Dedikasi dan kepiawaiannya membawanya meraih posisi sebagai Art Director di agensi internasional di Bangkok sebelum memilih untuk kembali ke Indonesia demi mendukung sektor kreatif di tanah air.

Selama perjalanan karirnya, Pam telah berhasil memimpin berbagai proyek kreatif untuk merek-merek terkemuka di sektor otomotif, telekomunikasi, perbankan, dan sebagainya. Karya-karyanya yang inovatif sering kali mendapatkan penghargaan, termasuk di tingkat Asia Tenggara. Salah satu yang paling legendaris adalah kampanye untuk merk deodoran Harum Cendana, dengan judul "Ketek Man: Pahlawan Bau Badan dari Laboratorium Esensia," yang berhasil mengangkat merk tersebut ke dalam lima besar produk terlaris pilihan konsumen pertama kalinya setelah hampir 30 tahun eksis di industri kesehatan dan kecantikan.

Gotcha!

Setelah menelusuri profilnya sebagai salah satu dewan juri dalam ajang periklanan bergengsi beberapa tahun lalu, rasa penasaranku terjawab. Sosoknya terpampang dengan gagah, mengenakan kemeja putih dan blazer hitam di halaman website tersebut.

Meskipun informasi tentangnya terhenti di empat tahun yang lalu, aku merasa menemukan sesuatu yang istimewa di balik iklan yang sedang kujelajahi. Meski tak banyak informasi yang kudapatkan, ada satu-dua artikel tentang strategi branding dan periklanannya di majalah kreatif internasional. Namun, ketika aku mencari informasi lebih lanjut, aku menemukan satu judul berita clickbait dengan judul “Skandal Seaside Complex: Suramnya Taman Impian yang Salah Perencanaan Hingga Penyelewengan Dana oleh Pandawa Building Experts”. Ah, kesamaan nama memberiku rekomendasi artikel yang tidak relevan, aku pun melewatinya.

Aku menutup laptop dengan sedikit lega meski masalahku belum terselesaikan sepenuhnya. Sambil membawa ponsel, aku berjalan menuju kamar mandi. Di sana, aku mulai mengetik nama lengkap Pam di sosial media. 

Sambil gosok gigi, terus aku scroll-scroll layar ponsel. Akhirnya, ketemu juga halaman Instagramnya, untungnya nggak di-private. Tapi, di feed-nya, nggak ada satupun foto mukanya, cuma iklan-iklan yang dia kerjakan, dan beberapa foto pemandangan dan random stuff yang kemungkinan diambil pakai kamera profesional. Aku cek ke fitur tag post. Di sana, aku menemukan beberapa teaser iklan yang menandai dirinya, dan beberapa foto bersama di wall of fame acara penganugerahan periklanan, tetapi wajahnya tidak terlihat jelas. Setelah berkumur dan menyeka wajah dengan handuk, rasa kesal mulai muncul. "Dih gitu doang?" gumamku. Secara aku membandingkan dengan halaman sosmed Danrief yang baru berkarir beberapa tahun terakhir ini, namun isinya sudah mirip katalog majalah, super update.

Melihat postingan terakhirnya di Instagram yang sudah cukup lama, kayaknya dia sudah jarang update sosmed deh. Meskipun sedikit ragu, aku pun mengandalkan The Power of Kepepet. Aku menuliskan pesan pada direct messagenya. Sempat terpikir kalau ini adalah ide bodoh, namun aku menyadari bahwa waktuku sudah mepet. At least aku udah usaha deh.

Klik, pesan pun terkirim.

Tidak lama kemudian, layar ponsel berbunyi disusul dengan suara notifikasi. Aku sudah kegeeran, namun ternyata hanya info diskon flash sale dari aplikasi e-commerce, aku pun mengumpat kecil.

Selanjutnya, aku mematikan lampu, melempar handphone ke kasur sembarangan, dan membenamkan diri untuk tidur. Aku sempat tidur beberapa saat, hingga reflek terbangun oleh cahaya notifikasi yang berpendar dari handphone. "Spam apa lagi sih!” Protesku. Aku mengambil ponsel dan langsung reflek teriak tidak percaya, segera menutup mulutku karena bisa mengganggu tetangga kamar sebelah.

Namun, apa yang kulihat benar-benar membuatku terpana. Pam telah membalas pesanku. Aku sempat mengusap mata, berusaha sadar kalau ini bukan mimpi, menyatukan jiwa dan raga sebelum membuka pesan tersebut. Ah mungkin ini sensasi yang sama ketika Kirika mendapat jawaban komentar dari aktor Hollywood tersebut.

“Halo, Pam! Kenalin, saya Altara Izzy. Saya seorang mahasiswa S2 dan bekerja sebagai Account Executive di salah satu Creative Agency di Jakarta. Saat ini, saya sedang menyelesaikan tugas akhir saya dan memilih untuk mengambil iklan "Ketek Man: Pahlawan Bau Badan dari Laboratorium Esensia" dari Harum Cendana sebagai subjek penelitian saya. Jika memungkinkan, apakah saya bisa mendapatkan kesempatan untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses kreatif di balik karya tersebut? Informasi tersebut sangat penting bagi penelitian saya. Saya siap untuk berdiskusi melalui apa pun, kapan pun sesuai dengan kesediaan kamu. Terima kasih atas perhatiannya, semoga sukses selalu!” 

Tepat di bawah pesan ini ia menuliskan jawaban.

“Besok bisa ketemu di Pacific Place?"

Aku sontak melompat girang, ini namanya belum berdoa sudah dikabulkan!

Lihat selengkapnya