Beyond Brief: Jadi Brief Nya Apa?

Kurniati Putri Haeirina
Chapter #6

Chapter 6: Jadi, Brief Nya Apa?

“Jadi, brief-nya apa?” tanya Miko bingung dan sedikit ngegas. Aku mengabaikannya, sibuk membuka bungkusan makanan yang baru aku pesan dengan ojek online dan menatanya di depan Miko dan Kirika. “Nih, makan enak, traktiran gue yang sudah menambah gelar baru yang mudah-mudahan ada gunanya” Miko yang awalnya marah-marah pun luluh.

Aku membuka kotak putih yang mengeluarkan aroma black pepper yang sedap. Steak sirloin dengan tingkat kematangan well done, berpadu dengan salad dan potato wedges yang aku beli dengan promo buy two get three. Kami bertiga sedang bersantai di markas besar, yaitu meja panjang pantry Freemium. Aku mengunyah daging dengan penuh penghayatan sambil membaca feedback client untuk project konten Chinese New Year. “Nih ya, revisinya tuh hmmm...” Aku berusaha menyusun kalimat yang tak membuat Miko tersulut.

kalimat yang tak membuat Miko tersulut.

Vibes Gong Xi Fa Cai-nya harus lebih kerasa. Tambahin sentuhan merah tapi nggak terlalu merah, banyakin unsur keberuntungan tapi jangan kebanyakan, ada elemen tradisional tapi juga modern, semarak tahun baru harus tergambar tapi tetap elegan” kataku tak kalah bingungnya. Miko memperlambat kunyahannya, alisnya berkerut. 

“Apaan nih merah tapi nggak terlalu merah? Pink gitu?” “Jangan lupa unsur keberuntungan, tapi nggak terlalu banyak,” tambahku. “Hmm,” Miko menggerakkan kursor laptopnya membuka Pinterest mencari ide moodboard. “Luck bisa gue gambarin pake angka delapan tapi kecil-kecil, sama gue kasih cahaya lentera aja ya” Aku mengangguk setuju. “Nah, boleh deh, coba lo aplikasiin. Bikin yang bagus, gue sekalian mau nawarin promoan iklan buat bulan depan ke client ini” kataku.

Fokusku berikutnya berganti ke Kirika yang masih sibuk memandangi handphone, melihat satu per satu foto wisuda beberapa minggu lalu yang baru dikirim oleh tukang foto dari link drive. “Makan woy, alot nanti dagingnya” aku menyenggol lengannya. “Iya, iya” katanya tanpa memalingkan wajah. Aku jadi turut memperhatikan foto tersebut dan tertawa kecil. “Lo pada tahu nggak apa kata bokap gue pas gue kirimin foto ini?” Miko dan Kirika menatapku penasaran. “Orang tua kamu itu siapa sih? Miko sama Kirika?” Aku dan Miko tertawa pecah, sementara Kirika pun turut tersenyum.

“Lagian, ide lo aneh banget malah bawa kita ke wisuda tapi nggak ngabarin orang rumah. Mana pake acara foto studio bertiga pula.” “Eh, gue sih nggak mau rugi ya. Foto studio udah include di bayaran wisuda gue yang mahal. Jadi kita kudu foto lah, masa voucher-nya nggak dipake.”

Topik selebrasi wisudaku sedang menjadi pembahasan yang seru beberapa waktu belakangan ini. Yak, akhirnya aku pun lulus meski dengan nilai pas-pasan, dan sempat dibantai habis-habisan ketika sidang. Bodo ah, yang penting beban besar yang terangkat dari pundakku, kayak akhirnya bisa pipis setelah nahan berjam-jam di perjalanan jauh.

Ketika undangan prosesi wisuda dibagikan, aku sama sekali nggak berminat untuk meminta orang tuaku datang. Alih-alih mengajak Kirika dan Miko untuk mewakili, sekaligus jadi alasan mereka untuk cabut kantor setengah hari. Nah, setelah aku resmi diwisuda, baru deh aku ngabarin papa dan kirim foto-foto bukti kalau aku beneran lulus sekolah dan tidak omong kosong belaka. Tapi ternyata, ia ngomel karena merasa tidak dilibatkan. Aku sih nggak ambil pusing, toh aku juga bukanlah suatu prioritas yang besar buatnya.

Aku kembali mengobrol dengan Miko, bergosip tentang betapa randomnya client yang satu ini. Sementara Kirika baru mulai makan dengan kurang semangat. Aku sudah menyadari gelagatnya sedari tadi. Ia banyak bengong hari ini. 

“Ri, lo kenapa deh? Tagline lo catchy dan udah di-approve. Apa lagi nih?” kataku khawatir. “Bukan kerjaan pasti” celetuk Miko. “Egi selingkuh kayak si Danrief?” sontak hampir menimpuk Miko dengan saus sambal sachetan.

Kirika menghela napas dengan bahunya yang turut mengendur. “Gue di desak keluarganya dia buat segera nikah” .

Mata Miko membulat. “Lo bunting?” aku benar-benar menimpuknya. 

“Emang kampret lo, Mik!” Kirika menghardik.

“Seriusan deh, gue lagi overthinking nih. Jadi tuh bokapnya Egi akhir-akhir ini makin sering masuk rumah sakit, makin parah deh sakitnya. Ya terus, keluarga minta kita untuk serius, mau sampai kapan pacaran-pacaran doang”.

Kirika menepuk-nepuk pelipisnya. “Terus ya kemungkinan, paling lambat tahun depan gue nikah. Kita berdua kan belum ada tabungan, mana bokap nyokap gue BM banget bikin acara gede, secara keluarga mereka kalo dikumpulin bisa bikin provinsi baru”. “Gila, stress gue, lihat harga venue dan catering”. Aku merangkul pundak Kirika, berempati.

“Gue kawin lari aja kali ya? nikah siri aja gitu?” Kirika mendadak ngide. Aku menggigit bibir sambil berpikir, ya nggak buruk-buruk amat sih ide ini. “Ya gak apa-apa kali aja kali ya mik? gue yakin ortu mereka ujungnya merestui” alih-alih setuju dengan hal itu, Miko balas menghardik.

Lihat selengkapnya