Beyond Brief: Jadi Brief Nya Apa?

Kurniati Putri Haeirina
Chapter #7

Chapter 7: The Three Musketeers

Kantor Freemium hari ini lebih ramai daripada biasanya. Para “buruh” ahensi berkumpul di ruang utama untuk mengikuti town hall meeting yang sudah diumumkan sejak minggu lalu. Rumor tentang perubahan besar yang akan datang sudah beredar, membuat semua orang penasaran sekaligus bersemangat. HR Department menjadi panitia kegiatan maha penting ini, dengan Dira merangkap sebagai lead dari meeting dan juga Pembawa Acara. Ia panjang lebar menjelaskan evaluasi kinerja dan target perusahaan, serta memperkenalkan beberapa wajah baru yang kebanyakan akan mengisi posisi kosong untuk Creative Department. 

Aryo, salah satu anak HR tampak kewalahan bolak-balik menggilir microphone kepada karyawan baru yang memperkenalkan diri. Presentasi panjang diakhiri dengan aba-aba Dira yang setengah berteriak, “Kita sambut, new faces of Freemium BoD!” Aryo kembali setengah berlari, melelahkan sekali tugasnya hari ini. Nafasnya yang ngos-ngosan bahkan bisa terdengar. Aku sempat menawarkannya bantuan, tapi ia menolaknya dan berkata “aman”. Ia pun mematikan saklar lampu, ruang rapat menjadi gelap gulita.

Lalu dibalik kegelapan, perlahan tiga orang masuk berjalan ke tengah ruang meeting. Suasana mendadak hening, seperti adegan dramatis dalam film thriller. Kedatangan mereka diiringi oleh beberapa fotografer sepertinya bertugas untuk mendokumentasikan para “Direktur” baru tersebut. Tepat saat mereka melangkah masuk, Aryo menekan confetti terlalu cepat, menyebabkannya meledak sebelum waktunya dan menutupi wajahnya sendiri. Semua orang tertawa melihat kekacauan tersebut. Benar-benar merusak mood misterius yang sudah susah payah dibangun.

Kedatangan mereka disambut dengan ledakan confetti yang pada akhirnya kompak dan tepuk tangan gemuruh. 

Welcome to the new era of Freemium. Nina Malik, Chief Executive Officer; Pramudya Pandawa, Creative Director; and Gian Wirayuda, Account Director! Nina, Pam and Gian! The Three Musketeers are back, and they're joining us now!” Dira tampak berapi-api sampai-sampai suaranya agak fals ketika menyebutkan nama Gian Wirayuda, untung saja tertutup dengan latar belakang suara berisik dari orang-orang. Kejutan hari ini sangat berhasil membuatku kaget luar biasa. Aku bahkan mengucek-ngucek mata beberapa kali memastikan semua ini bukan mimpi. “Pam? The Three Musketeers takeover Freemium?” “Hah gimana ceritanya kok bisa?” aku bermonolog sendiri. 

Miko dan Kirika yang kebetulan berdiri di sampingku tak kalah takjubnya.

"Ini nggak mungkin" gumam Miko menggelengkan kepala dengan mulut setengah terbuka. Kirika menyikutku, "Gue nggak mimpi kan?"

Aku hanya bisa menggeleng sambil terus menatap ke arah panggung. Berbagai emosi berkecamuk dalam diriku saat melihat Pam. Senang, gugup, nggak percaya, dan bahkan sedikit takut. Pam yang aku temui beberapa waktu lalu, berdiri dengan elegan bersama sorot matanya yang tajam. Nina tampak penuh percaya diri. Gian tak henti-hentinya senyum membalas lambaian tangan setiap orang, bak seorang idola tengah berada dalam acara fanmeeting.

Para karyawan tampak kagum, bahkan beberapa diantara mereka saling berbisik bertukar informasi, aku yakin sih membicarakan sepak terjang The Three Musketeers, hal ini semakin memperkuat suasana antusiasme di ruangan.

Aryo menyodorkan microphone kepada masing-masing dari mereka. Nina, dengan jabatan tertinggi, maju selangkah membuka sesi introduksi dan sedikit orasi. Aku sangat menunggu momen ini.

Nina Malik tersenyum tipis, lipstik merah menyala yang ia kenakan sangat kontras dengan kulit beningnya. Matanya menyapu seluruh ruangan. Gerakannya elegan dan terkontrol, dan aku bisa bilang kalau ia sama sekali nggak merasa gugup. Aura orang yang nggak pernah susah melekat pada dirinya. Ia tampil dengan sangat chic hari ini. Entah karena hari ini hari spesial, atau memang ia tipikal elegan from head to toe. Blazer berpadu dengan celana panjang senada berwarna putih, rambut coklat tuanya di-blow masuk lalu digelung dengan rapi, tak lupa ia memakai anting kecil dan beberapa aksesori yang aku tebak adalah diamond persekian karat dan heels Louboutin.

“Thank you. Selamat siang semuanya, gue Nina Malik. Gue di sini bukan hanya sebagai pemimpin, but also the catalyst of change”. Suaranya penuh kekuatan, intonasinya meyakinkan.“Dunia kreatif terus berubah, makin ketat persaingannya. Dari semua pengalaman yang gue jalanin, gue cuma punya satu kesimpulan: sukses itu buat mereka yang berani inovasi dan punya visi yang jelas".

“Kenapa visi penting? Karena Freemium butuh itu. Alasan utama kami bertiga ambil alih Freemium adalah karena kami peduli dan pengen bangun visi di tempat yang hampir gagal dan butuh bantuan”. Damn, that was sharp!

“Visi Freemium adalah menggabungkan kebebasan berkreasi dengan kualitas karya. Di bawah kepemimpinan baru ini, kita akan ajak kalian semua untuk commit kasih yang terbaik di setiap project. Gue cukup prihatin karena selama beberapa tahun Freemium berdiri, belum ada project yang bener-bener menonjol. Jadi, kita bakal explore market yang belum terjamah, maksimalin potensi sumber daya yang ada, dan jadi role model baru di industri ini”.

“Jadi, semua orang punya peran penting dalam perjalanan ini. Tujuan kita jelas, Freemium nggak cuma bertahan, tapi juga akan memimpin. Terima kasih”.

Aku menelan ludah dan turut bertepuk tangan sebagai feedback dari arahan Nina. Belum-belum, aku sudah merasa terintimidasi untuk bekerja lebih keras walau baru beberapa menit berjumpa dengannya.

Selanjutnya, Pam bergantian maju. Miko dan Kirika tampak super serius, ya inilah wajah baru yang akan memimpin departemen mereka. Pam ternyata punya postur tubuh yang cukup tinggi ketika ia berdiri. Ia tak jauh berbeda dari yang pernah kulihat sebelumnya, rambut gondrongnya diikat asal, tapi rapi. Kemeja lengan pendek berwarna gelap yang memperlihatkan tatonya, di tangannya melingkar gelang kayu Mikia, dan kali ini ia memakai sneakers Onitsuka.

“Panggil gue Pam aja. Gue merasa lebih nyaman bekerja kalau kita semua setara”. “Gue sempat cabut dari dunia kreatif cukup lama. Waktu itu gue pakai buat mikir-mikir lagi, apa sih sebenarnya tujuan gue di bidang ini. Akhirnya gue sadar, kreativitas yang sebenarnya itu muncul pas kita berani buka hati dan hadapin ketakutan kita”.

Lihat selengkapnya