Beyond Brief: Jadi Brief Nya Apa?

Kurniati Putri Haeirina
Chapter #16

Chapter 16: Bali, Aku Kembali!

Sore yang tenang di Freemium. Suara ketikan keyboard dan obrolan ringan terdengar di sekeliling. Aku tengah mendengarkan musik dengan headphone tersambung ke laptop, beatnya membuat pundakku ikut bergoyang. Di tangan, mug pantry yang agak gompel berisi teh tarik oleh-oleh Mbak Nina dari Malaysia.

Aku hendak membuka email official Freemium untuk memastikan jadwal meeting dengan calon client yang akan diadakan via online minggu depan. Alih-alih menemukan email itu, mataku terpaku pada inbox yang baru masuk beberapa menit lalu.

Informasi yang tertera membuatku ingin fokus dan melepas headphone yang menjepit telingaku, kini terdengar iklan kursus Bahasa Inggris, tanda kalau aplikasi streamingku tidak premium.

Dengan penuh rasa penasaran, aku mencoba zoom in layar laptop dan di sana tertera subjek email: "Invitation to Innovators Fest Bali - Masterclass Speakers Confirmation".

To Freemium Creative Agency,

We are thrilled to invite Nina Malik and Pramudya Pandawa as esteemed speakers for this year's Innovators Fest in Bali.

Sessions:

This prestigious annual event gathers the brightest minds and ambitious young innovators in creative, business, and tech fields.

Bulu kudukku benar-benar berdiri. No way, Freemium dapat undangan prestisius ini untuk pertama kalinya! Dan... Pam sama Nina jadi pembicaranya? Aku mengusap tengkuk yang merinding, seakan disambangi oleh hantu keberuntungan yang akhirnya mampir setelah sekian lama absen. "OMG! Ini gila! Ini kesempatan emas!" aku setengah menjerit kesenangan. Kudorong kursi ke belakang, dan dengan satu gerakan cepat, aku melompat keluar dari kubikel. Lari kecil menuju ruangan Gian, Tanpa basa-basi, aku mengetuk, membuka pintu dan masuk, membuat Gian terkejut. 

Aku menemukan Gian dalam posisi peregangan yang di atas matras yoga, dengan keringat bercucuran dan napas tersengal. Dia berusaha meniru gerakan dari video tutorial di laptopnya yang ia taruh di sofa kulit hitam di dekat meja kopi yang berantakan dengan majalah terbaru. Ini memang salah satu bagian dari terapi penyembuhan kakinya.

"Mas Gian?" tanyaku setengah terengah-engah.

Gian menoleh dengan wajah yang penuh konsentrasi, dengan kepalanya yang memakai headband. "Izzy, lo nggak liat gue lagi latihan peregangan? Ada apaan?". 

Aku mengangkat tangan dengan penuh semangat, "Sorry Mas, tapi kita diundang ke Innovators Fest di Bali! Mba Nina dan Pam jadi pembicaranya!".

Aku dan Gian pandang-pandangan beberapa detik saat email terbuka, dan AAAAAAAAAH! kami berdua teriak excited. Gian bertepuk tangan dengan penuh semangat sementara aku loncat-loncat bagai Gorila. Suara teriakan kami bergema di seluruh ruangan.

Innovators Fest ini adalah acara tahunan bergengsi yang selalu pindah-pindah kota, dan tahun ini diselenggarakan di Bali! Ini bukan sekadar event biasa, tapi ajang prestisius bagi anak-anak muda ambisius yang mau menjadi inovator di berbagai bidang seperti kreatif, bisnis, teknologi, dan lainnya.

Orang-orang yang bisa menjadi pembicara di acara ini dianggap sebagai "expert" di bidangnya. Bahkan denger-denger, ada pihak yang rela melakukan berbagai cara, termasuk nyogok, demi bisa masuk line up pembicara. Itu menunjukkan betapa sulit dan berharganya kesempatan untuk berpartisipasi dalam acara ini.

Salah satu sesi menarik dari Innovators Fest adalah masterclass, semacam workshop intensif yang dipandu oleh para ahli di masing-masing bidang. Kegiatan ini berlangsung selama beberapa hari dan dibagi menjadi beberapa sesi. Tiket masterclass ini nggak murah, harganya bisa bikin dompet bolong. Bahkan untuk bisa dapat tiketnya, perlu usaha ekstra seperti war tiket konser band terkenal. 

Bagi Freemium, mendapatkan undangan ini adalah sebuah portfolio besar. Bayangkan saja, dengan Nina dan Pam sebagai pembicara, reputasi Freemium bisa melambung. Ini bukan cuma soal prestise, tapi juga peluang untuk menunjukkan kalau Freemium punya talenta dan ide yang patut diperhitungkan.

Namun, Gian tiba-tiba murung. "Tapi zy, kita nggak boleh seneng dulu". Aku yang lagi cengar-cengir langsung berhenti, menatap Gian yang sekarang tampak serius. "Gue nggak yakin Pam dan Nina bakal langsung setuju sama undangan ini". Ia menggerutu, wajahnya yang biasanya ceria kini terlihat tegang. "Duh, dua orang itu memang besar di otak tapi kecil di mental kalau muncul ke publik" lanjutnya dengan nada prihatin.

Gian mengusap wajahnya dengan kedua tangan, "Kalo aja yang diundang gue, selesai masterclass langsung bikin press conference deh, semua media lokal di Bali gue angkut!” ucapnya, aku tertawa kecil, tapi aku tahu Gian serius soal ini. 

Aku mengernyitkan dahi. "Emang kenapa, Mas? Kan ini kesempatan bagus banget".

Gian menghela napas. "Nina kapok ngisi acara gara-gara pengalaman buruk waktu masih jadi lead. Di seminar, ada yang iseng nanya gimana caranya dia nggak pernah kalah project karena dia anak Adnian Malik, si boss showbiz. Habis itu, dia ogah tampil lagi” jelasnya.

"Pam masih trauma gara-gara media gila-gilaan goreng kasus Pandawa Building Experts. Meski kasus udah kelar dan bahkan Nina nawarin takedown semua berita negatif, Pam tetap susah santai dan mikirin terus. Jadi, dia belum siap muncul ke publik".

Aku mengangguk lesu, mencoba mencerna informasi tersebut. "Jadi, gimana kita bisa yakinin mereka buat dateng, Mas?”.

Gian berpikir sejenak, lalu tersenyum licik. "Gue punya ide. Yuk, kita ke ruangan Nina" katanya sambil bangkit dengan hati-hati.

Kami bergegas ke ruangan Nina, atasanku amat bersemangat seperti membawa misi mencari kitab suci. Ia memberikan brief, “inget gue dulu yang ngomong, nanti lo back up”. Aku mengangguk, mulut komat-kamit menyusun kata-kata. Kami sampai di depan pintu ruangan Nina, dan Gian membuka pintu tanpa mengetuk.

Nina sedang duduk di belakang meja kerjanya, terlihat sibuk dengan dokumen-dokumen di depannya, “Kenapa Gian?” ucapnya tanpa mengangkat kepala.

Gian yang pertama kali bicara. "Lo sama Pam dapet undangan buat isi sesi workshop Innovators Fest, di Bali" katanya.

Nina mengangkat kepalanya sebentar. "terus?" tanyanya singkat.

“Ya, terus gue mau lo berangkat” ucap Gian santai sambil mencomot macaron warna warni di meja Nina. 

Nina hanya menatap Gian lurus, ia meniup poni rapinya sekilas. “Kita punya target yang harus dicapai, project yang harus diselesaikan, dan client yang harus dipuaskan. Acara kayak gitu cuma buang waktu”. 

“No, no, lo salah besar kalau mikir acara ini cuma buang waktu. Lo itu wajah Freemium, dan Innovators Fest ini soal positioning Freemium di mata dunia. Kita butuh ini untuk naikin kredibilitas dan exposure. Lo kan paling ngerti marketing dan gimana kita harus selalu satu langkah di depan”, Gian gak kalah ngotot.

"Gian, ini bukan cuma tentang satu komentar di workshop marketing. Setelah itu, industri menghantam gue tanpa ampun. Mereka nuntut gue terus-terusan ngasih hasil yang luar biasa, seolah gue nggak boleh salah. Setiap kali gue melangkah keliru, mereka bilang, liat kan, dia cuma sukses karena bokapnya”. Nina menjeda kalimatnya, sambil memutar cincin berlian di jarinya.

Lihat selengkapnya