Pesta pernikahan di kampung berlangsung meriah. Musik dangdut menghentak dari panggung utama, biduan bergaun blink-blink bernyanyi penuh semangat, melambai ke arah tamu yang ikut bergoyang. Pengantin berdiri di pelaminan, menyalami tamu sementara fotografer sibuk membidik momen dari segala sudut. Di pojokan, ada bocil merengek minta dibelikan balon, menarik-narik tangan emaknya yang berusaha tetap fokus menikmati acara.
Di tengah keramaian, seorang bapak-bapak bersinglet maju ke depan panggung. Tangannya terangkat tinggi, badannya bergoyang liar, kakinya menghentak seperti seorang bintang utama. Semangatnya membahana, tetapi bukan itu yang membuat orang-orang memperhatikannya. Begitu tangannya naik, bau keteknya langsung menyebar.
Biduan yang awalnya bernyanyi dengan penuh penghayatan mendadak terbatuk, sburu-buru menutup hidung dengan selendangnya. Pemain keyboard kaget, jarinya kepeleset, membuat musik dangdut yang tadinya asik berubah jadi nada fals. Pengantin perempuan refleks pegangan ke suaminya, wajahnya sedikit pucat. Tamu yang sedang menyuap bakso mendadak terdiam, sendoknya menggantung di udara.
Di pojokan, bocah yang tadi merengek balon mengernyitkan hidung. "Mak.. baunya kayak kaos kaki Abah…" Emaknya buru-buru menyeretnya pergi, sementara tukang balon memutuskan untuk diam-diam menjauh dari keramaian. Beberapa tamu mulai saling melirik, mulai bergeser ke tempat yang lebih aman dengan gerakan perlahan agar tidak terlalu mencolok. Kondangan yang tadinya meriah kini di ambang kekacauan.
Di tempat lain, Ketek Men tengah mengangkat barbel berupa ulekan batu besar. Di sekelilingnya, tabung-tabung uji penuh cairan warna-warni bergelembung. Laboratorium itu sibuk seperti tahu ada bahaya besar yang mengancam. Tiba-tiba, sirene berbunyi nyaring. Layar besar di depannya menyala, menampilkan siaran langsung dari kondangan yang sedang kacau.
Gambar pertama: bapak bersinglet semakin heboh, tangannya makin tinggi, keteknya makin terbuka lebar.
Gambar kedua: biduan kipas-kipas panik dengan selendangnya.
Gambar ketiga: keyboardist megang kepala, berusaha menahan napas.
Gambar keempat: bocah kecil yang tadi merengek balon kini memeluk balon Mickey Mouse-nya, ekspresinya penuh trauma.
Mata Ketek Man menajam. "Ini saatnya". Ia meraih ulekan batu yang tiba-tiba berpendar dan berubah menjadi Deodoran Harum Cendana. Dalam sekejap, ia melesat ke udara.
Di kondangan, situasi semakin genting. Musik berantakan, tamu-tamu mulai panik, biduan sudah siap melompat turun dari panggung. Tiba-tiba, angin berembus kencang. Seseorang muncul dengan langkah mantap di tengah kerumunan. Semua mata tertuju padanya. Ketek Men telah tiba.
Tanpa membuang waktu, ia melemparkan Deodoran Harum Cendana ke udara. Benda itu berputar cepat, meluncur dengan presisi, dan jatuh tepat di ketek bapak bersinglet. Seketika, aroma lembut bunga cendana menyeruak. Biduan menarik napas lega, pemain keyboard kembali bermain dengan tenang, pengantin tersenyum lagi, tamu-tamu bisa bernafas normal. Bapak bersinglet terdiam, perlahan mengendus keteknya sendiri. Matanya membesar, ekspresinya penuh keheranan.
Ketek Men berdiri tegap, menatap kamera. "Aroma Kebanggaan Indonesia, Harum Cendana dari Esensia".
Jingle ceria mengalun. ♪ Baunya hilang, ketek bersinar, dengan Harum Cendana Esensia! ♪
Di layar, gambar produk-produk baru Harum Cendana muncul dalam pop-up. Iklan selesai.
Iklan Harum Cendana udah muter lebih dari seratus kali hari ini. Awalnya, aku masih ketawa setiap kali lihat, tapi sekarang rasanya udah muak. Bahkan Kenneth Riady yang biasanya bikin satu Indonesia halu pun udah nggak ada menarik-menariknya lagi.
Bahkan aku jadi penasaran, berapa sih bayarannya buat jadi Ketek Men?.
Padahal, Kenneth itu terkenal selektif dalam milih proyek. Dia selalu dapet peran CEO ganteng yang misterius, bikin cewek-cewek terdiam. Lalu dengan begitu absurdnya dia lompat ke peran pahlawan bau badan, yang mana peran jadi pahlawan Marvel harusnya lebih layak. Keputusan yang sempat bikin netizen gempar. Tapi anehnya, bukannya turun pamor, dia malah makin terkenal. Bahkan dia dengan bangga memanggil dirinya sendiri sebagai Ketek Man.
Sulit dipercaya, tapi ya… begitulah dunia ini sekarang.
Tapi kalau dipikir-pikir, Harum Cendana memang butuh langkah nekat. Brand deodoran ini udah ada hampir tiga puluh tahun, tapi makin kesini makin tenggelam. Di survei top brand namanya bahkan nggak masuk 10 besar. Aromanya klasik, klasik parah, identik dengan bapak-bapak di tahun 90-an. Mungkin mereka lupa kalau selera pasar udah berubah.