Beyond Brief

Kurniati Putri Haeirina
Chapter #20

Chapter 19: Nasib. Nasib.

Hari kedua shooting di wilayah Rasuna. Untungnya hari ini cuaca lebih bersahabat daripada kemarin. Kemarin langit kelabu banget, sebelas-dua belas sama mood Pam yang ikut mendung. Hujan deras tanpa ampun bikin tim produksi kocar-kacir kayak demonstran kena semprot gas air mata. Kru langsung gercep, ada yang sibuk gotong terpal, ada yang panik nyelametin kamera mahal, ada juga yang cuma gerak mulutnya doang. Sempet teriak-teriak, “Woy, lempar kolor deh ke atep. Kalo perlu sekalian ke helipad gedung sebelah!”

Aku udah punya plan B kalau cuaca hari ini masih kacau: nyewa pawang hujan. Pas nanya tarifnya, langsung ngerasa salah profesi, untung batal.

Beberapa scene pagi ini berjalan mulus. Karina Intan jadi corporate girlie yang kelihatan happy. Pakai office-wear koleksi terbaru Banyu, blouse putih loose dipadu celana kulot krem dengan aksen bunga khas Indonesia. Emang bener deh, kalo udah modalnya muka cakep, pake apapun hasilnya elegan. Pokoknya ini gaya mustahil aku tiru, apalagi Senin pagi.

"Kar, coba lebih santai lagi. Tunjukin kalau bajunya ringan" Pam memberi arahan buat scene berikutnya.

Karina ngangguk santai sambil siap-siap take berikutnya.

Aku sedang jongkok di belakang monitor, sambil sesekali chat sama client. Di sebelahku, orang Banyu ikutan nimbrung sambil nunjuk layar. "Mbak, ini lipetan bajunya kurang rapi dikit ya. Bisa diulang nggak?".

Padahal Karina udah standby buat take. Jadi sekarang aku harus multitasking antara balas chat, senyum manis ke orang Banyu sambil tahan panik, dan berharap Karina nggak keberatan ulang scene.

"Guys, lipetan blouse Karina agak kurang rapi menurut tim Banyu. Tolong dirapiin sebelum take berikutnya ya. Thanks!" Aku buru-buru ngomong lewat HT.

Belum selesai aku pencet send, tim Banyu mendadak berubah drastis dari santai jadi tegak kayak pasukan kena sidak. Salah satunya bisik-bisik panik, "Madam Marina dateng!".

Mercy hitam berhenti persis di depan lokasi syuting. Ankle boots berbunyi kletak-kletok mantap di trotoar, langkahnya perpaduan runway model dan komandan militer. Asistennya di sebelah sigap bawain kipas mini elektrik, memastikan rambut silver cepak pixie-cut Madam nggak lepek.

Madam Marina muncul dengan suit oversized maroon dipadu rok rempel batik, kacamata cat-eye hitam bertengger sempurna di wajahnya, kayaknya cuma dia yang cocok bergaya begitu tanpa terlihat lagi cosplay. Kalau Pam adalah cuaca mendung, Marina jelas badai petirnya.

Orang-orang Banyu langsung maju menyambut hormat. "Madam..." sapa mereka sopan. "Kita udah ambil beberapa scene awal, Madam bisa cek langsung hasilnya".

Marina to-the point. "Di kamera, koleksinya keliatan mahal?".

Tim Banyu diam sedetik, saling tuker pandang sebelum buru-buru mengangguk. "Silakan Madam, preview udah siap".

Sutradara, stylist, dan kru produksi di sekitar monitor langsung tegang, saling lempar tatapan waspada tanpa berani bersuara.

Pandangan Marina berhenti di Pam, dia melepas kacamata hitamnya perlahan. Asistennya gerak cepat, menggantinya dengan kacamata baca. Marina menatap Pam dari ujung kepala sampe kaki. Awalnya skeptis, tapi pelan-pelan melunak, kayaknya langsung tau level Pam tanpa banyak omong.

Lihat selengkapnya