Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #2

Tripura Sundari

Siang harinya di kota Ngalam raya, "jadi kapan kau akan pulang Alim,"tanya Yusuf, "aku akan kembali ke Devaloka besok malam, tolong awasi Ihsan ya,"ucap Alim, "dia bisa menjaga dirinya sendiri Alim,"ujar Yusuf, "aku tak memintamu melindungi Ihsan saja, sebenarnya aku lebih khawatir dengan apa yang akan dia perbuat, tolong lindungi orang-orang dari Ihsan ya, Yusuf,"ucap Alim, "itu akan berat, aku akan mencoba, tapi mungkin aku tau orang yang bisa melakukannya,"ucap Yusuf, " Shafa kah?, kalau dia kurasa bisa, entah kenapa aku merasa dia mirip sekali dengan Ihsan, sama-sama lurus pada tujuannya, masalahnya aku setiap senin berkunjung dan jarang sekali melihatnya, sedang apa dia sekarang, tuan putri Shifa juga jarang mengabariku tentang sahabatnya itu, kupikir itu karena Shifa juga sibuk dengan urusan kerajaannya, jadi saat aku berkunjung aku tidak pernah menanyakan kabar Shafa juga, ah dia kan diundang nanti saat pesta,"tanya Alim, "baguslah, aku juga tak ingin sering-sering melihatnya, bisa kena masalah aku, kalau terpaksa seperti sekarang aja sih ketemu,"ucap Yusuf, "memangnya dia jadi semengerikan itu ya, padahal dia sangat cantik loh dulu,"ucap Alim, "justru karena itu, mungkin bisa kusebut dia terlalu cantik, aku kadang berpikir kalau dia semacam makhluk mitologis dari surga, dia akhirnya sering menutup wajahnya dengan masker atau topeng didepan orang baru hanya agar orang-orang bisa bicara dengan normal padanya, sekarang aku bahkan mulai bingung parasnya itu berkah karena sering dianggap dewi atau kutukan karena membuatnya sering diincar pria hidung belang dan memicu iri hati dari para wanita, aku jujur saja tak mau mendekatinya, sudah berapa kali kudengar kabarnya mengamuk karena merasa dilecehkan, sudah berapa kali aku dengar cerita teror iblis perempuan di Arunavati, korban biasanya tewas mengenaskan dalam kondisi ketakutan, beberapa laporan menyebutkan bahwa iblis perempuan itu punya tiga mata dengan warna merah darah dan kalung permata merah yang berpendar dimalam hari, siapa lagi itu kalau bukan Shafa,"tutur Yusuf, "eh, jadi mengerikan begitu ya dia, kupikir melindungi diri adalah alasan yang bagus, mau bagaimanapun itu satu-satunya cara agar dia bisa mempertahankan kesuciannya, sekarang kita harus bergerak ke Mataram sesuai instruksi dari Ihsan, kayaknya mas Steve dan mas Lintang akan ada disana juga, kayak jaman sekolah dulu perayaan ini ya, apakah tuan putri juga bisa datang ya,"ucap Alim, "dia kemungkinan akan menyempatkan dirinya, sebentar ya, aku bilang Ihsan dan Sekar dulu,"ucap Yusuf sembari memasuki ruangan dan melihat Ihsan sedang merenung dengan wajah sedih dimeja kerjanya, "Ihsan lagi ngapain, ayo siap-siap dulu, kita akan berangkat, kau juga Sekar,"ucap Yusuf, "sebentar Suf, nah ini Sekar, model cakar beracunnya sudah jadi, aku siap-siap dulu ya,"ucap Ihsan sembari memberikan data rancangannya pada Sekar, "udah selesai!?, eh padahal aku baru istirahat buat minum teh, loh udah mau berangkat aja nih ke Mataram, bentar ya aku siap-siap dulu,"ucap Sekar sembari menyimpan data dari Ihsan tadi lalu bersiap, tak lama kemudian mereka berempat berangkat ke kota Mataram.

Sore hari dikota Mataram sebuah pushpaka vimana raksasa mendarat disebuah perkampungan yang sangat maju, "aden datang juga akhirnya, cepat siapkan penyambutan, aden akan segera mendarat, ah aku harus mematikan ini,"ucap seorang lelaki sembari mematikan cerutunya dengan jempolnya,"pak Andre, kenapa langsung dimatikan begitu, kan bahaya, nanti nyonya khawatir loh,"ucap seorang lelaki lainnya, "aden gak suka melihatku menghisap cerutu, dia memang gak pernah mematikannya tapi kayaknya risih sekali, jadi aku matikan,"ucap lelaki tadi yang bernama Andre, "eh Shafa, dia sudah datang, kabarnya Alim juga menyempatkan datang sih jadi aku mempersiapkan diri, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan,"ucap seorang wanita bangsawan, "kau selalu saja memberikan alasan kerajaan untuk menemui pria yang kau sayangi Shifa, temui saja dia sebagai teman,"balas wanita tadi yang bernama Shafa, "iyadeh, jangan lupa berias, nanti kalau wajahmu itu terlihat bisa jadi masalah,"ucap putri Shifa yang langsung berdiri untuk bersiap, "aku ingin memperlihatkan wajahku pada Ihsan, aku tak perlu merias diriku,"balas Shafa yang seketika membuat Shifa berhenti berias juga, "kau tau mungkin kau benar, mereka boleh melihat wajah asli kita, tapi kau yakin Shafa, bisa jadi masalah loh,"ucap Shifa, "aku tidak masalah Shifa, aku bisa melindungi diriku sendiri,"ucap Shafa sembari menyisir rambutnya dalam kegelapan, "baiklah, aku keluar dulu ya,"ucap Shifa sembari keluar dari ruangan itu dan memperlihatkan wujudnya pada orang-orang disekitarnya, seorang gadis muda dengan kulit kecoklatan dan senyum sangat manis berjalan keluar dengan kedua pengawalnya, sorot matanya yang hangat melengkapi kilauan kulitnya yang berpendar terkena cahaya rembulan, dia melangkahkan kaki kecilnya dengan cepat menuju lokasi vimana tadi mendarat, "kampung ini jadi sangat maju karena anak-anak itu, aku harus sopan pada mereka,"pikir Shafa sembari menatap kearah vimana tadi mendarat, sementara itu Ihsan, Alim, Yusuf dan Sekar baru saja mendarat, "kampung Kincir, sudah beberapa bulan ini aku tidak kesini, maju sekali sekarang dibandingkan dulu, kurasa tempat ini bahkan lebih maju dari keraton,"ucap Sekar, "hahaha, mereka memanfaatkan elemen angin mereka dengan sangat baik, lihat kemajuan yang kau buat Ihsan,"ucap Yusuf, "yang kita buat bersama maksudmu Suf, kau jangan merendah begitu,"ucap Alim sementara Ihsan hanya tersenyum tipis sembari terus berjalan menuju musholla tempatnya tinggal dulu saat menempuh pendidikan dan melihat banyak sekali orang menunggunya dan memberikan salam padanya, "selamat datang aden,"ucap Andre bersama orang-orang lainnya, "hahaha, banyak sekali yang datang, terimakasih ya mau datang di perayaan kecil dadakanku ini,"ucap Ihsan dengan tawanya dan langsung saja Ihsan berlari menuju kerumunan itu untuk bersalaman dengan mereka, mendengar tawa itu akhirnya Shafa bergegas keluar dari ruangannya dan berlari menuju Ihsan, "kau juga menyempatkan untuk datang juga ya Shafa,"ucap Ihsan, "tawamu agak kau paksakan tadi, apa yang mengganjal hatimu Ihsan,"tanya Shafa, mendengar suara lembut Shafa semua orang langsung menatapnya dengan mata terbelalak membatu karena kagum, "aden, aku tidak sedang bermimpi kan!?, dia bukan hantu yang berniat menggodamu kan!?,"ucap Andre yang masih syok melihat Shafa yang kulitnya berpendar dibawah cahaya, "nggak kok pak, dia bukan hantu, dia Shafa, hhh kau tidak merias dirimu lagi Shafa!?, bukankah sudah kubilang untuk menutupi wajah cantikmu itu dengan riasan, oiya tenang saja, aku baik-baik saja, hanya perlu menenangkan diri, terimakasih sudah mengkhawatirkan diriku,"ucap Ihsan, "ini bukan mimpi, cantik sekali makhluk yang diajak aden bicara itu, dia manusia kah!?, ah gak mungkin, mana mungkin ada manusia yang kulitnya berpendar dibawah cahaya rembulan, rambutnya juga terlalu hitam panjang pulak, matanya terlalu indah seperti kelopak bunga seroja, bibirnya juga seperti permata merah delima yang ada dikalungnya, ah gak bisa, gak mungkin dia pasti hantu penggoda seperti yang kubaca dibuku, aku cuma paham sedikit tentang energi, mungkinkah aku bisa menyucikannya,"pikir Andre, "oi kau ngapain melamun begitu pak Andre,"ucap Alim, "eh den Alim, kau sudah disini, eh putri Shifa, kau juga disini, nampaknya sinar bulan purnama membuatmu semakin cantik ya, kau seperti bidadari, kami beruntung punya putri secantik dan sebaik dirimu,"ucap Andre, "sudah dari tadi pak, eh kau melamun daritadi kenapa,"ucap Alim, "aden bicara dengan hantu penggoda den, saya sedang bersiap, saya akan menyucikannya, saya memang baru membuka ketujuh cakra saya baru-baru ini tapi saya yakin saya bisa,"ucap Andre, "apa maksudmu, dia sedang bicara dengan Shafa kok, ya dia memang cantik sekali, tapi dia bukan hantu, manusia juga seperti kita,"ucap Alim,"hihihi, ini pertama kalinya kau melihat kami tak merias wajah kami ya, wajar sih kalau kaget, kau sedang melihat tripura sundari, yang paling cantik di tiga dunia,"ucap Shifa, "eh iyakah, pantas saja rambutnya mirip, jadi begitu wajahnya kalau tidak memakai riasan atau topeng,"pikir Andre sembari melihat lagi memastikan, "sebentar ya Shafa aku mau menyendiri, tolong bantu persiapan pestanya,"ucap Ihsan sembari meninggalkan tempat itu, "Ihsan!, apa masalahmu?, mungkin aku bisa bantu, setidaknya aku bisa mendengarkanmu,"ucap Shafa, "hhh kalau kau memaksa terserahlah, aku di pendopo,"ucap Ihsan sembari melesat menuju pendopo diikuti Shafa dari belakang barulah orang-orang kembali bisa benar-benar fokus menyiapkan perayaan setelah beberapa kali banyak lelaki yang mencuri-curi pandang meski tangannya disibukkan pekerjaan, "Shifa, lain kali rias Shafa itu, wajahnya terlalu berbahaya untuk diperlihatkan kedepan umum, kau juga ya,"ucap Alim, "hmm baiklah,"ucap Shifa, "eh Shifa, kau disini juga, hhh pam bisa fokus ke pekerjaanmu aja gak, aku juga mau membantu persiapan perayaan esok hari, dimarahi istrinya nanti lho kalau terus mencuri-curi pandang ke kami berdua,"ucap Sekar, "hhh siapa juga yang bisa fokus melihat kalian bertiga, ada njenengan, roro Shifa apalagi ada ajeng Shafa, lengkap dah gabisa fokus,"ucap pria itu, "hhh mas Riki, aku disini lho, fokus, eee maaf ya roro Sekar, kadang begini orangnya,"ucap istrinya, "iya Hani iya, kadang emang gak terkontrol, tapi yang ini emang sulit dikontrol,"balas Riki, "iyadah, bentar ya aku bantu mereka,"ucap Hani sembari menyerahkan beberapa kabel pada Riki lalu beranjak menuju Sekar, "kenak amuk juga kau broku, sini kubantu bikin instalasi,"sapa Yusuf yang tiba-tiba disana, "eh den Yusuf, iya, kalian sih cari jodoh gak ngira-ngira, jujur ajanih den, kalau roro Sekar aku masih bisa nahan agak lama itupun kalau ada Hani, roro Shifa agak oleng dikit meski ada Hani, Ajeng Shafa dah beda urusan, buyar isi otak, tolong dikondisikan lah den,"ucap Riki, "mana bisa kami ngatur-ngatur anak orang begitu, kau ini ada-ada aja, belum berkeluarga kami itu, nanti lah ya kalau udah nikah,"ucap Yusuf, "cepet den, buatin rumah yang besar juga biar betah,"ucap Riki sembari menyusun kabel bersama Yusuf. Sementara itu di pendopo, "kau kok ikutan sih Shafa, kan aku sudah bilang mau menyendiri,"ucap Ihsan, "kau tadi sudah bilang aku boleh mendengarkan, lagian kayaknya kau sudah lama menyendiri, aku mungkin bisa bantu, tawaran jadi rshi dari pak Arya lagi ya!?,"ucap Shafa, "iya Shafa, kau tau sendiri aku tidak cocok untuk pekerjaan itu, akan terlalu banyak gesekan internal nanti, kalau gitu kan kerjaan jadi rshi gak jalan, bisnispun terbengkalai, kayak gak ada orang lain aja sampai minta diriku,"ucap Ihsan sedikit kesal, "mungkin maksudnya baik, dia mungkin mau agar kau bisa belajar lebih banyak tentang politik, toh sekarang kau juga sering menemukan orang-orang yang iri dengan pencapaianmu sehingga berusaha menjatuhkanmu, dengan menarikmu ke pemerintahan mungkin pak Arya ingin mengamankan murid kesayangannya dari ancaman, kubuatkan teh ya,"ucap Shafa sembari mengambil teko elektrik disana dan memanaskan air, "terimakasih Shafa, tapi aku kan sudah bilang padamu kalau pebisnis sepertiku tidak boleh bersinggungan dengan uang negara,"ucap Ihsan, "iya, kau sudah mengatakannya, ketakutanmu itu masuk akal, ayahku juga menolak posisi itu dengan alasan serupa, jadi apa solusi darimu,"ucap Shafa, "menurutmu kalau aku membuat perkampungan sendiri bagaimana, aku sudah muak dengan ajakan ini, hal ini benar-benar menggangguku, kalau aku membuat wilayah otonomiku sendiri mungkin aku tidak akan banyak diganggu,"ucap Ihsan, "itu hal yang bagus, kau akan memimpin wilayahmu sendiri, tapi mendasari pembangunan wilayah karena kau merasa terganggu saja bukan hal yang baik Ihsan, akan banyak orang yang akan berada dalam naunganmu, kau harus menjaga mereka sepenuh hati, menjadi panutan mereka, ini bukan seperti membuat dan memimpin perusahaan, kau harus benar-benar menaungi mereka dan memimpin mereka menuju hal yang lebih baik, kadang kau harus menunjukkan kasih sayang, kadang kau juga harus menampakkan ketegasanmu, ini tidak mudah Ihsan tapi aku yakin kau bisa, ini tehmu,"ucap Shafa sembari menuangkan air panas ke gelas keramik yang sudah dia isi daun teh, "terimakasih Shafa, menurutmu apakah semuanya akan baik-baik saja,"ucap Ihsan, "tidak Ihsan, pasti akan ada konflik, namanya saja dunia, apalagi kalau kau memimpin warga, bukankah sekarang diperusahaan kau juga merasakan hal yang sama, nanti konfliknya akan lebih rumit lagi, bayangkan saja kau tinggal bersama sebuah keluarga besar selama dua puluh empat jam, kebutuhan mereka akan banyak, pisahkan dulu hal yang prioritas dan yang kurang penting, kerjakan yang penting dan dibutuhkan banyak orang dulu, kalau tuntutan datang dari kebutuhan lakukan segera, makanan, kesehatan, pengetahuan, kenyamanan, keamanan dan ketertiban semuanya harus kau urus, tentunya dengan orang-orang yang kau percaya nanti, bahkan kalau bisa kau juga sudah siapkan pengganti kalau terjadi apa-apa padamu,"ucap Shafa, "iya Shafa, terimakasih sudah mengingatkanku,"ucap Ihsan, "sama-sama Ihsan, aku hanya mengulang perkataanmu beberapa bulan lalu saat aku diangkat menjadi kapten tim vishkanya,"ucap Shafa, "dan aku hanya menyimpulkan berdasarkan apa yang kau lakukan saat menjadi ketua kelas dulu,"ucap Ihsan sembari menyeruput tehnya, "iya Ihsan,"ucap Shafa yang juga menyeruput tehnya dan memandangi matahari mulai terbenam menghamburkan cahaya merah yang menyelimuti mereka berdua.

Lihat selengkapnya