"Aku tidak percaya wilayah ini baru didirikan sepuluh hari lalu memang keberadaan tambahan jumlah manusia secara harian dari akshauhini dan artaguna akan membantu tapi tidak semegah ini juga"ucap Rasha, "aku menghadiri pembukaannya, aku juga ikut membersihkan wilayah ini, ini nyata Rasha, inilah yang terjadi kalau sebuah wilayah dibangun atas dasar saling percaya dan saling menghargai"ucap Lintang, "eh apa itu Lintang, kenapa ada kepala-kepala yang ditanam disana, mereka masih hidup!?, "ucap Bowo seolah tidak percaya melihat pemandangan itu dilapangan dekat pasar, "tak ada diskriminasi disini, siapapun yang melakukan tindakan terpuji akan dihargai, siapapun yang melakukan tindakan terhina akan dihukum, ini adalah harga yang harus dibayar untuk maju"ucap Lintang, "tapi melakukan hukuman didepan umum seperti ini sangat mengerikan Lintang"ucap Rasha, "inilah keadilan Rasha, inilah keadilan, tak ada perasaan dalam keadilan"ucap Bowo sementara Lintang hanya mengangguk sambil meneruskan perjalanan mereka ke pasar dan mereka melihat sebuah tempat yang sangat ramai dengan manusia-manusia yang sedang menjalankan aktivitas mereka, mereka sedang berkeliling hari itu melihat-lihat barangkali ada barang yang menarik untuk dibeli, "hmm lihat Lintang, bukankah itu kerajinan anyaman bambu, aku mau beli, kayaknya lucu"ucap Rasha yang langsung pergi begitu saja, "kayaknya itu peralatan tani deh"gumam Lintang, "meski itu peralatan tani tapi laris sekali"ucap Bowo, "iyalah, ini wilayah agraris, ada sistem sewa tanah disini dimana mereka tidak bisa beli tanah tapi boleh menyewa nantinya akan dibayar dengan sepuluh persen hasil dengan tanda tangan pada pihak penyedia"ucap Lintang, "itu akan sangat menguntungkan warga, belum lagi artaguna mereka akan membludak setelah itu"ucap Bowo, lalu tak lama Rasha pulang dengan sebuah caping dan keranjang anyaman bambu, "hehe, ini murah sekali, gak mungkin mereka jual barang sebagus ini dengan murah, eh cantik gak"ucap Rasha, "itu kan peralatan tani, jelaslah murah, tapi kau cantik kok pake itu"ucap Lintang, "eee peralatan tani ya, kok bagus banget, aku mau tinggal disini kalau barang seperti ini dijual murah, lumayan sih, kecantikan para petani desa hahaha ide yang bagus"ucap Rasha, "iyadeh sipaling model, hhh kau kan sudah dilarang ikut modelling, mirip seperti tiga dewi itu"ucap Bowo, "ah iya juga, tapi kalau aku memakai baju tertutup aku masih boleh kok"ucap Rasha, "dahlah, kau cuma menghalangi potensi model lain, mana mungkin ada produk kecantikan yang mau pakai dirimu karena kalau kau pakai produk mereka penampilanmu malah tambah jelek, sekarang aku paham kenapa jadi cantik itu juga kutukan"ucap Bowo yang membuat Rasha tertunduk sedih, "dah wei, kok malah bertengkar ini lho, dah Rasha, itu anugrah kok, jangan kau sesali, syukuri saja, mungkin dunia belum siap, perlu waktu untuk itu, mungkin anak-anak kita nanti yang akan hidup didunia yang sudah terbiasa menyaksikan keajaiban seperti kalian, dah ya ayo beli barang lain mumpung kau juga ada keranjang bambu"ucap Lintang yang kemudian segera beralih dari tempat itu dan kembali dibuat takjub dengan berbagai hal yang ada disana.
Sementara itu di keraton, "jadi pak Damar, kau yakin akan mencoba senjata kita, kalau dirimu terluka bagaimana"ucap Ihsan, "asal bukan dirimu yang menembakkannya akan aman kok Ihsan, tubuhku memiliki anugrah bernama maharaga yang membuat tubuhku sangat kuat bahkan tanpa berlatih"ucap Damar, "heeeh, dilarang lagi, memangnya aku sedestruktif itu ya"ucap Ihsan sembari makan pisang, "bukan hanya itu prabhu, tapi kita perlu mengetes efektivitas senjata ini kalau digunakan manusia biasa seperti yang kau inginkan dari skuad militer kita"ucap Heru, "heh, tapi kau juga bukan manusia biasa pak Heru, berarti kau gak boleh coba"ucap Ihsan, "siapa bilang aku yang akan mengujinya"ucap Heru sembari memanggil seorang tukang kebun dari taman dan memberikan senjata api untuk diuji oleh Damar, "hahaha berniat membuat orang biasa menjadi sangat kuat ya, coba tembakkan meriam mini kalian ini sekarang, apa tadi namanya, cetbang ya"ucap Damar, lalu tak lama kemudian tukang kebun tadi menembakkan peluru yang menggetarkan taman, "wah, gila, ini bisa untuk menjatuhkan seekor makara dalam sekali tembak"ucap Damar yang keluar dari asap dalam keadaan utuh, "gimana prabhu, senjataku, cetbang, formula untuk menembakkan peluru energi tinggi tapi periode isi ulangnya satu menit sih, bisa diisi dengan energi jenis apapun tapi kusarankan dijemur saja dibawah matahari"ucap Heru, "hmm cocok untuk mengancam musuh dan pertahanan pertama, tapi kurasa terlalu berisik deh, terlalu destruktif dan periode isi ulangnya terlalu lama, gak boleh untuk warga biasa"ucap Ihsan, "yah gak jadi publikasi nih prabhu"ucap Reda yang sedaritadi merekam, "gak bisa, mana mungkin aku berikan senjata ini ke publik yang aku belum tau bakal mereka gunakan untuk apa, kau pikir aku akan biarkan seluruh wargaku memegang senjata untuk membunuh seekor makara dalam sekali tembak, kalau kepolisian bolehlah"ucap Ihsan, "loh bukan tentara prabhu"tanya Heru, "walah Heru, tentara kita nanti gampang ketahuan kalau senjatanya berisik gitu"ucap Reda, "yup begitulah, terimakasih pak Reda"ucap Ihsan, "hmmm jadi warga cuma boleh pakai senjata tradisional, katanya mau buat warga bisa jadi tenaga militer sampingan"ucap Heru, "sabar pak, eh ini akhirnya masuk juga model pembuatan kavacha dari Yusuf, hmm cukup mudah juga, zirah logam yang dialiri energi bersih ya, susunannya juga seperti jahitan rompi, hmm gimana apakah kita bisa membuat logam seperti benang"tanya Ihsan, "eeeh gimana ya, mungkin bisa dilelehkan lalu didinginkan dengan cepat tapi dijahit, kukira ditempa"ucap Heru, "kami bisa menjahit Prabhu"ucap Guntoro dan grupnya, "waah menarik, kerjasama antara bidang keamanan dan kenyamanan, menarik hehehe, silahkan dikerjakan ya"ucap Ihsan sembari menyerahkan model zirah kavacha pada Heru dan Guntoro, "jadi kenapa dirimu ingin mempersenjatai wargamu Ihsan, bukankah itu hanya akan membuat kekacauan semakin tinggi"tanya Ine, "kejahatan dan kekacauan terjadi karena tidak meratanya akses persenjataan, kalau semua warga bisa diberikan akses pada senjata mutakhir semua orang akan jadi lebih waspada dan keteraturan bisa terjadi"ucap Ihsan, "kau ingin membuat wargamu saling takut pada satu sama lain kah, kenapa sampai berpikir seperti itu"ucap Ine yang sedikit syok mendengar Ihsan, "teorimu benar Ihsan, tapi dengan begini tetap saja hanya orang kaya yang bisa membeli senjata mutakhir milikmu dan bisa membuat mereka menggunakannya semena-mena, apalagi dari level pembangunan disini nampaknya banyak sekali orang kaya"ucap Damar, "itu dia, karena banyak mereka akan saling mengancam terlebih dahulu baru mereka akan menyadari bahwa lawannya punya senjata yang sepadan, selain itu mengawasi orang-orang kaya saja dari berulah nampaknya akan lebih mudah daripada harus mengatasi tuntutan seluruh warga, lagipula kalau mereka berulah kita akan eksekusi mereka dengan cara ditanam ditanah menunggu ajal mereka, kita pakai hukum karma disini, aku tak bisa memakai prinsip memaafkan dalam memimpin, kalian boleh bilang aku kejam, tapi itulah kenyataannya nyawa harus dibalas nyawa"ucap Ihsan, "heh Ihsan, aku pernah bergabung dengan vishkanya regu pembunuh tapi aku tidak sekejam dirimu, kau yakin dengan semua ini"tegur Ine, "apa alasanmu sampai bisa sekejam ini Ihsan"tanya Damar, "orang takkan menghargai kehidupan sampai mereka menyaksikan kematian yang pedih tepat dihadapan mereka, orang akan berlaku baik bukan hanya karena manfaat yang mereka terima saat berbuat baik tapi juga melihat konsekuensi mengerikan dari perbuatan tercela mereka, aku bukan lagi pedagang sekarang, aku seorang pemimpin yang bukan hanya memberi teladan tapi juga keadilan pada seluruh rakyatku"ucap Ihsan sambil tersenyum tapi air mata menetes dari pelupuk matanya, "Ihsan, kenapa kau menangis adikku"tanya Lintang yang baru saja datang, "aku tak apa mas, tapi kenapa menegakkan keadilan harus seperti ini"tanya Ihsan, "biasakanlah Ihsan, caramu ini sudah bagus, kau memang harus menancapkan rasa takut bagi orang yang ingin melakukan perbuatan nista, keadilan memang seberat itu, karena itu pemimpin yang adil akan selalu berada dalam perlindungan Tuhan, satu saja permintaanku"ucap Lintang, "apa itu mas"tanya Ihsan, "kami bisa pinjam dapur tidak, Rasha mau masak"ucap Lintang, "owh silahkan, izin dulu sama bu Fio juga ya, eh mana mbak Rasha"ucap Ihsan, "hei Ihsan"sapa Rasha yang wajahnya tertutup berbagai anyaman bambu, "dahlah, gak ketolong, kukira orang-orangan sawah tadi"ucap Bowo yang kesal, "heh imut kok Rasha, tapi itu memang kelihatannya gatal sekali"ucap Lintang, "hahaha kau cuma iri aku membeli ini dengan murah"ucap Rasha sembari mencopot anyaman bambu itu dari tubuhnya dan menyisakan caping dan keranjang anyaman berisi ikan yang dia bawa ke dapur untuk masak, "apapun langkahmu asalkan kau memahami hukum Tuhan dan masyarakat kurasa akan aman saja Ihsan, tangan besimu mungkin takkan disenangi tapi kurasa ini adalah jalan tercepat menuju keadilan, meski mungkin kau akan dikenang sebagai penindas, kau mungkin dianggap sedang jatuh tapi jatuhmu keatas bukan kebawah"ucap Damar, "aku mengerti konsekuensinya pak, aku tak masalah dengan itu, lagipula yang penting semuanya berjalan lancar"ucap Ihsan sembari menatap langit senja dari keratonnya.