Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #13

Black Suit

Jonggring Saloka 17 Januari 2013 pukul 07.00, "ahh mantap"ucap Ihsan sembari menyeruput teh safron dipagi hari, "aku tidak menyangka kau akan sesantai ini disaat musuh-musuh sudah mulai mengitari wilayah ini, aku punya kabar mereka sudah memasuki kerajaan Vijayadwipa dan Yamawrata, hmm tapi teh ini memang enak, dapat darimana kau,"ucap Lintang, "dari pasar sih mas, nampaknya para pedagang dari Dharmasraya itu memang sudah berada di sekitar sini, hanya mereka yang memiliki akses dengan bumbu sebanyak ini, aku heran kenapa mereka iri sekali denganku, padahal tinggal mengolah lebih baik sumberdaya yang ada, apa pula keuntungan dari membunuhku kalau pengolahan sumberdaya mereka tidak baik, toh aku cuma bekerjasama dengan sedikit petani yang mau, sebagian penghasilan wilayah bisa didapatkan dari regulasi artaguna yang efektif, kecuali pejabat disana korup, ah iya juga sih itu wajar, pak Arya bersihkan yang ada di negara saja ada banyak, itu baru satu keran saja dan negara ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, kalau saja korupsi sudah benar-benar bersih maka semuanya akan lebih lancar, oh selain itu warga perlu edukasi juga hahaha"ucap Ihsan,"memangnya gimana caramu mengatasi masalah itu"tanya Lintang, "ya beberapa kali pejabat disini melakukannya, hmm palingan kubakar terus abunya kubikin pupuk taman, kalau berlebihan ya kujual, setidaknya itu akan menjadi amal terakhir mereka, eh ini buahnya,"jawab Ihsan, "aku jadi sedikit tidak nafsu makan, buah ini tumbuh ditamanmu kan, berarti kau pupuk mereka pakai mayat manusia juga,"ucap Lintang, "hmm begitulah, udah disumpah setia ke jabatannya kan, yaaah karena mereka mati saat masih ada sumpah itu kubuat jadi pupuk tanaman aja, lagian namanya tanaman mau dipupuk pakai apa aja buahnya tetap sama, tetap boleh dimakan dan bersih, sejorok apapun makanannya dan oiya tenang saja yang kupupuk pakai abu jenazah cuma tanaman rudraksa saja, ini pakai pupuk dari pengolahan limbah makanan,"ucap Ihsan, "hmm untung saja, kupikir kau akan memakai mereka untuk tanaman makanan, aku kan jijik jadinya,"ucap Lintang, "santai aja cak tidak semua bagian abu jenazah kami pakai untuk pupuk tanaman lagipula hanya pendosa saja yang dibakar disini, sebagian juga pakai tulang mereka sebagai bahan baku senjata, itupun kalau tidak rusak, kami lebih sering pakai logam atau kayu sih,"ucap Ihsan, "prabhu akhirnya kami menyelesaikannya, kavacha,"pekik Guntoro dari belakang Ihsan, "oh ya, bagus aku akan mengecek hasilnya,"ucap Ihsan, "ini prabhu, sesuai dengan petunjuk darimu kami membuatnya dengan menjahit logam prabhasataka yang sangat ringan dan bisa mengubah aliran energi penggunanya menjadi tambahan energi kinetik yang bisa digerakkan penggunanya,"ucap Guntoro, "kukira kalian akan bersikukuh memakai adityataka, sudah direndam amrita kan?,"ucap Ihsan, "sudah prabhu, ini sudah siap pakai, kami menamainya rudra kavacha,"ucap Guntoro, kemudian Ihsan segera mencoba memakai kavacha itu, "aku merasa jauh lebih ringan, ini juga sangat nyaman,"ucap Ihsan saat memakai kavacha itu, "hmm mirip baju selam ya, kalian buat berapa itu,"tanya Lintang, "kita buat sebelas produk diawal aden, enam orang petinggi kami sudah punya, satu untuk prabhu Ihsan, satu buat aden, sisanya ada tiga, niatnya akan kami berikan pada aden Alim, aden Yusuf dan aden Steve,"ucap Guntoro, "hhh Alim sudah menyusun vishnu kavacha yang dia buat dari adityataka untuk meneragi sawah katanya kalau tidak dipakai bertarung, dia mungkin akan menerimanya tapi percuma saja kalau tidak pernah dia pakai, Yusuf juga sudah punya zirah mekanik Viranci entah sudah model keberapa itu dan bahkan sedang memproduksi apa yang disebut brahma kavacha yang sudah dipakai orang-orang di Ngalam yang kurasa dia tidak akan menerima rudra kavacha ini karena dia akan terus mengembangkan teknologinya baginya ini hanya mainannya saat disekolah dulu, kalau Steve sudah punya zirah biomekanik Ganapati, yah kurasa kalian paham lah bagaimana dia bertarung, manuvernya akan terlalu banyak untuk rudra kavacha ini, kusarankan tiga yang lain dipinjamkan ke orang-orang yang ada disini saja, oiya terimakasih ya susah-susah membuatkannya untukku,"ucap Lintang, "sebenarnya saya juga penasaran bagaimana cara aden Yusuf mendesain brahma kavacha itu, fiturnya terlalu rumit untuk orang-orang disini, jadi kami buat versi lebih mudahnya dengan bonus kenyamanan sih, itupun saya tidak yakin akan senyaman itu,"ucap Guntoro, "itu sudah bagus, kalian hanya memakai orang-orang dari desa dan bisa membuat yang seperti ini sudah luar biasa kok,"ucap Lintang, "aku lebih suka yang ini, mekanismenya simpel dan sunyi, cocok dengan gaya bertarungku,"ucap Ihsan, "hmm aliran energi konstan dari prabhasataka memang sangat bagus, aku cukup kaget dengan efeknya sangat sunyi, cocok sekali untuk serangan dadakan yang mematikan,"ucap Lintang yang baru saja mengenakan rudra kavacha itu, "saya senang kalian menyukainya, lalu tiga yang lain untuk siapa,"tanya Guntoro, "aku belum pernah memakai kavacha sebelumnya karena menghalangi pergerakan dan kamuflaseku tapi kau bilang versi ini ringan dan sunyi, aku mau coba,"ucap Damar yang baru saja selesai melatih beladiri militer setempat, "yap kurasa itu lebih bagus, mumpung ada disini pakai saja,"ucap Ihsan saat Damar mulai memakai kavacha itu dan mencoba berbagai gerakan, "hmm benar-benar fleksibel dan tak banyak suara, aku suka ini, simpel pula cuma kayak pakai baju renang, kau mau mencobanya sayang, "ucap Damar dengan badannya yang seperti bongkahan logam saat memakai zirah hitam pekat itu, "pakaian itu ketat sekali, aku tak mau memakainya, jorok,"ucap Ine, "kan bisa dipakai daleman bu,"ucap Damar, "gak,"ucap Ine sambil menggelengkan kepalanya dengan keras, "Bowo, Rasha, gimana kalian mau?, tinggal dua nih,"tanya Lintang, "aku gak mau pakai, konsep sunyinya sudah bagus, tapi masak kau suruh wanita memakai kaus ketat seperti itu sebagai zirah perang,"ucap Rasha, "aku suka konsepnya, kalian pakai bahan apa tadi, prabhasataka ya, pantas sekali benda ini sunyi, dijahit pula, semakin redamlah suaranya,"ucap Bowo, "yow ambil mas,"ucap Ihsan sembari melemparkan satu kavachanya yang segera dipakai Bowo diruang ganti dekat situ, "nah sisa satu, buat siapa nih prabhu,"tanya Guntoro dengan canggung tapi Ihsan begitu saja menunjuk tukang kebun mereka, "kau yang bener aja Ihsan, itu tukang kebun,"ucap Rasha, "hmm kau salah melihatnya sebagai orang lemah, pak Aldo ini setiap hari mengatasi kebun keraton yang penuh dengan binatang buas dengan sangat ulet, hmm gimana pak Aldo kau mau tidak,"tanya Ihsan, "tapi prabhu, yang saya atasi selama ini hanyalah binatang buas saja, itu adalah hal yang biasa kalian lakukan, saya merasa tak berhak menerima hal itu,"ucap Aldo, "heh, ini biar kau bisa mengatasi lebih banyak masalah dikebun juga, kau kan juga kadang bertengkar dengan kuncoro karena dia merusak tatanan kebunmu, sekarang kau pukul saja lembu nakal itu,"ucap Ihsan sembari menyerahkan rudra kavacha yang terakhir ke Aldo, "siapa kuncoro,"tanya Ine, "lembu nandi milik Ihsan,"ucap Lintang, "wohoho pantas saja dia bisa menggunakan cetbang begitu saja, jadi itu ukuran orang biasa bagimu Ihsan,"tanya Damar, "begitulah, aku masih sering menjumpai seseorang yang bisa memburu yali sendirian di desa ini, tolong dimaklumi ya, yang kumaksud kemarin orang biasa yang akan kami beri persenjataan, jadi ya memang seorang penegak hukum juga, aku juga sudah bilang itu pada yang lain,"ucap Ihsan, "baiklah prabhu, jadi aku harus menjaga daerah mana dengan ini, "ucap Aldo yang baru saja menggunakan kavacha sebagai dalaman dari pakaiannya, "kau jaga kebun seperti biasa, tapi ingat saat aku bertempur nanti tak akan ada kuncoro atau santoso yang akan membantumu, aku akan membawa mereka bertempur, jadi ini adalah tugas yang cukup berat bagimu pak, apakah kau siap, "tanya Ihsan, "siap prabhu, dengan segenap jiwa saya akan melakukan apa yang menjadi perintahmu, "ucap Aldo dengan penuh keseriusan diwajahnya.

Malam hari akhirnya tiba dan saat itu Ihsan, Lintang, Damar, Bowo, Ine dan Rasha sedang melakukan patroli harian untuk mempertahankan Jonggring Saloka yang sama sekali belum stabil dan terus-menerus diserang karena perlindungan yang belum tertata disaat wilayahnya penuh dengan harta benda, "kau nampaknya serius sekali pak Aldo,"tanya Riki, "biasalah pak, baru pertama kali, lagian aku juga ingin sesekali melindungi tempatku tinggal ini,"ucap Aldo, "top pak, eh itu kan dua pedang yang kau pakai berkebun, lengkap juga peralatanmu pak Aldo, eh ini cetbang untukmu, "ucap Anas yang sudah memakai set lengkapnya dan menyerahkan sebuah pistol pada Aldo, "meriam mini itu serem sekali sih, mana sekarang sudah lebih senyap dan cepat pula,"ucap Andre, "ya gimana lagi, Heru bilang ini versi terbarunya yang sudah disetujui prabhu Ihsan, ya kalau dipikir lagi memang agak terlalu berlebihan sih senjata ini buat pertahanan, tapi sistemnya sangat praktis, aku suka ini, orang biasa pun bisa memakainya dengan mudah,"ucap Anas, namun tak berapa lama sebuah vimana tempur memasuki tempat itu, "jadi itu wujud vimana tempur itu, seram sekali,"pikir Aldo yang melihat kendaraan besar itu mendekat dan menurunkan puluhan orang, "serahkan harta kalian, aku tau prabhu pashupati sedang berpatroli, kalian dalam ampunanku kali ini, jadi segera serahkan harta kalian dengan damai, "ucap salah seorang dari pihak musuh, "sayang sekali prabhu pashupati sedang tidak ada disini, kematianmu takkan cepat"ucap Aldo sembari menerjang musuh sendirian, "owh, jadi kau langsung menyerang, tembak, "ucap orang tadi yang langsung diikuti puluhan tembakan kearah Aldo namun bukannya mundur Aldo malah menerobos kearah mereka dan mulai mengayunkan pedangnya yang berhasil ditahan oleh salah seorang di antara musuh, namun hal itu tak berlangsung lama, Andre segera meninju orang yang menangkis pedang Aldo dan mementalkannya keudara, musuh lain yang masih tak percaya berusaha menyerang orang-orang itu tapi apa daya zirah baru mereka menahan semuanya dan malah mereka yang diburu dengan tembakan demi tembakan cetbang yang mengerikan, kali ini keraton Suralaya berhasil bertahan meski tanpa sang pemimpin. Sementara itu ditempat lain, "oi Ihsan, kau yakin meninggalkan orang-orang itu sendiri di keraton, kenapa tak menyisakan satu atmasenamu disana untuk mempertahankan keraton, "tanya Bowo, "aku sudah percaya mereka akan bisa mempertahankan keraton Suralaya, kini tinggal membakar habis musuh disekitar sini,"ucap Ihsan dengan sangat senyuman lebar lalu kembali menerjang musuh dengan trisulanya.

Lihat selengkapnya