Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #26

Traitors

Panditanagara, 25 Januari 2013, vimana Steve akhirnya sampai tepat jam satu pagi, Steve turun dari vimananya itu membawa Yusuf yang melihat-lihat pemandangan dengan penasaran, "kau bawa satu adikmu kesini ya Steve, hhh bilang juga akhirnya ke mereka ya, bukannya sudah dibilang ini konflik internal saja,"ucap sseorang wanita yang sedang mencuci piring, "mereka yang mencari tau tentang keadaan disini Zahra, nampaknya memang sudah seserius itu,"ucap Steve, "terus gimana dong, apa kita akan mulai berpihak sekarang!?, tujuan kita kan hanya untuk memberi makan orang-orang susah,"balas wanita tadi yang kini menunjukkan wajahnya yang keemasan lengkap dengan riasan permata cintamani yang seperti mutiara emas mengikat rambutnya namun pakaiannya sudah lusuh karena bekerja seharian menutupi paras indahnya yang seperti cahaya ditengah kegelapan dibandingkan wanita lainnya disana, "hooo jadi sekarang begitu wajah mbak Zahra, kenapa masam begitu mas, padahal cantik banget loh,"ucap Yusuf, "namanya sedang konflik Suf, dia pasti stress, cantik mana nih kalau dibandingkan Sekar,"tanya Steve, "wong edan, cantik Sekar lah, tapi kayaknya mbak Zahra jauh lebih dewasa deh,"ucap Yusuf, "bisakah kalian berdua berhenti membicarakanku, aku dengar loh,"ucap Zahra, "justru karena kamu dengar itulah aku mau mengatakannya, kamu memang cantik Zahra, terimakasih sudah mau ikut bersusah-susah membantu kami dan meninggalkan kehidupan serba ada yang kau miliki selama ini,"ucap Steve, "aku merasa lebih nyaman disini Steve, di istana tempat tinggalku dulu tak ada kedamaian, tak ada sambutan hangat dari orang-orang ketika ada makanan didepan mereka, tak ada ketulusan seperti disini, engkau juga adalah pria yang kaya raya, bahkan dibandingkan ayahku, tapi dirimu juga ada disini, aku lebih suka senyuman orang-orang yang menghargai kebaikan seperti disini daripada orang-orang yang tersenyum diatas penderitaan seperti rumahku dulu,"ucap Zahra sambil lanjut menata piring, "kau sudah makan kah Zahra!?,"tanya Steve, "ini aku mau makan, masih sisa tiga, ini dua buat kalian,"ucap Zahra sembari memberikan dua bungkus nasi kepada Yusuf dan Steve lalu kembali menuju bungkusan kertas kosong yang baru dia lipat, "hmm terimakasih mbak,"ucap Yusuf yang kemudian duduk membuka bungkusan itu lalu memakannya dengan lahap, "bungkusan makanannya hanya sisa dua, hhh mau menahan lapar lagi ya,"pikir Steve sambil berjalan menuju Zahra yang pura-pura makan lalu duduk membuka bungkusan makanannya, "buka mulutmu Zahra, kau lapar kan!?,"ucap Steve sambil mengambil sesuap nasi untuk Zahra, "tapi Steve, aku tak melakukan apapun, uangnya sudah darimu, yang memasak juga bukan diriku, aku hanya bisa bantu cuci piring saja, aku tidak berguna disini, buat apa pula aku ikut makan,"ucap Zahra yang sedang bersedih namun itu segera dibalas dengan sebuah suapan nasi dari Steve saat Zahra bicara, "nah bisa diam juga akhirnya,"ucap Steve sembari menyuapkan nasi untuknya sendiri, "heeeh ternyata sudah separah itu ya, orang-orang sampai susah makan ya, maaf ya karena baru datang sudah menyusahkan kalian, berarti tidak ada bisnis lagi ya disini,"ucap Yusuf, "ini hanya terjadi di wilayah konflik saja, sebuah negara sangatlah luas Yusuf, kalau ditempat yang terhindar dari konflik langsung bisnis kita masih jalan, toh masih banyak negara sekitar, kalau tidak jalan aku takkan bisa membiayai makanan disini,"ucap Steve, "owh begitu ya, jadi apa yang bisa kulakukan sekarang,"ucap Yusuf, "kau lihat dulu peta persebaran konflik yang kubuat ini, lalu untuk wilayah yang tak terkena konflik kau berikan teknologi untuk meningkatkan produksi makanan, untuk daerah yang terdampak konflik kita akan siapkan persenjataan,"ucap Steve, "siap mas, aku hanya bisa berikan alat pengolahan loh ya, kalau bibit tanaman itu bidang Alim,"ucap Yusuf, "iya aku paham,"ucap Steve sebelum sesuap nasi masuk ke mulutnya oleh tangan Zahra, "makan Steve, ngobrol terus,"ucap Zahra sambil melipat bungkusan nasi mereka yang sudah kosong setelah mereka makan bersama, "hihihi unik juga, akan segera kusiapkan beberapa alat pertanian dan pengolahan pangan sederhana, eh itu apa, "ucap Yusuf, "owh itu mesin pengurai, kami memakai sampah untuk menambah artaguna kami serta menangani masalah sampah disini,"ucap Steve, "woaahh menarik, alat pengurai ya, dari apa itu mas,"tanya Yusuf, "biasalah aku kumpulkan cacing dan jamur pengurai lalu buatkan wadah untuk proses dekomposisi, beberapa spesies sudah berevolusi untuk mencerna limbah, kita hanya perlu kumpulkan mereka dan menampung limbah hasil pencernaan mereka yang sangat busuk,"ucap Steve, "owh, begitu ya, lalu hasilnya mau diapakan,"ucap Yusuf, "kami sudah pisahkan berbagai macam limbah, plastik dan karet sendiri sudah bisa dijadikan bahan bakar meski masih dalam pengembangan untuk polusi yang dihasilkan, logam keras akan bisa didaur ulang dengan mudah dipabrik, tinggal dipanaskan bahkan tanpa perlu diurai, kaca hanya perlu dihancurkan dan dipanaskan lagi meski perlu dipisahkan berdasarkan warna kristalnya agar bagus di industri, kertas biasanya hanya akan dibakar lalu abunya ditebar dihutan, lalu ada limbah cair beracun yang akan dibekukan dahulu baru ditimbun di kutub atau ditembakkan ke bintang tapi kalau sekadar limbah mencuci dan memasak biasanya bisa dinetralisir oleh alam sehingga hanya dibuang di danau pembuangan, terakhir ada limbah organik yang akan langsung ditaruh di tempat penguraian limbah untuk dijadikan pupuk, limbah lain seperti limbah gas akan langsung ditembakkan ke bintang,"ucap Steve, "owh rapi sekali, bolehkah aku minta cetak birunya mas, selama ini aku hanya fokus ke produksi pabrik saja hahaha jadi kotor tempatku tinggal,"ucap Yusuf, "boleh kok, sebenarnya industrialisasi besar-bessaran yang kau lakukan itu sangat bagus, tapi di beberapa tempat seperti ditempatku yang padat penduduk, limbah jadi menumpuk di mana-mana jadi harus kutingkatkan sarana untuk mengolah ulang limbah tadi agar bersih aja sih,"ucap Steve, "itu memang keahlianmu mas hahaha,"ucap Yusuf, "heh kalau bukan karena produksi yang meledak gara-gara dirimu aku juga takkan melakukan ini, selagi ada penyebab akan ada akibat yang harus ditanggulangi, aku hanya perlu berfokus kesana sementara dirimu fokus ke alat produksi,"ucap Steve, "tenang saja mas Steve, aku masih fokus ke alat-alat industri kok, lumayanlah jadi banyak usaha mikro yang naik daun, beberapa bahkan punya sistem kebersihan sendiri yang bisa kucontoh,"ucap Yusuf, "oooii lihat siapa yang datang, Srsta Yusuf, nampaknya pertempuran ini akan jadi lebih cepat,"ucap seseorang yang baru saja datang dan turun dari langit,"eh mas Iqbal, kau tiba juga ya, tapi aku hanya diminta untuk bersiap dan membantu orang-orang disini, serangan akan terjadi saat Ihsan tiba disini,"ucap Yusuf, "Ihsan akan tiba juga!?, entah kekacauan macam apa lagi yang akan dia perbuat kali ini,"ucap anak lelaki bernama Iqbal tadi, "untuk besok kau dapat apa saja Iqbal,"tanya Steve, "beberapa senjata dan marionette yang akan kita pakai untuk logistik,"ucap Iqbal, "bagus juga, ayo kita siapkan semuanya agar saat Ihsan datang kita tinggal bergerak,"ucap Steve, "kita akan mulai aktif melakukan pergerakan rupanya,"ucap Iqbal, "iya, konfliknya sudah terlalu parah, devaraja harus dijatuhkan,"ucap Steve dengan mata berbinar.

Sementara itu Ihsan yang baru saja tiba di Dharmasraya kini sudah membuat beberapa tempat penukaran hasil bumi dengan memaksimalkan mobilisasi mikro disana, "engkau yakin akan memindahkanku kesini prabhu,"tanya seorang karyawan Ihsan, "yup, Dharmasraya sedang kosong, kita perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk menguasai jalur dagang disini, jangan lupa untuk memberdayakan usaha mikro juga, kita perlu mereka untuk membangkitkan secara penuh geliat perdagangan disini, kalau tak ada persaingan mereka takkan kreatif memproduksi sesuatu, kau paham itu pak Rendi,"ucap Ihsan sembari mengeluarkan sebuah kartu dari sakunya, "aku paham prabhu, eh apa itu, kartu telepon kah,"ucap karyawan bernama Rendi tadi, "ini kartu layanan kelompok maharsi, kelompok militer sewaan paling kuat, kurasa mereka akan bisa kupakai untuk menghancurkan tirani devaraja Salman,"ucap Ihsan sembari tersenyum tipis melihat kartu yang segera dia akses itu.

Lihat selengkapnya