Tendangan Sekar dan Rina kembali bertemu, "aku perlu berhati-hati, bu Rina sudah memakai teknik peredam suaranya,"pikir Sekar sambil bersalto kebelakang lalu menembakkan beberapa bom gas, saat itu Rina juga bergerak cepat melintasi rangka bangunan untuk menyerang Sekar yang saat itu juga mulai bergerak cepat menuju wilayah bom gas tadi lalu memantiknya dengan api sambil bergerak kebawah mencari keberadaan Rina yang baru dia sadari sudah berada dihadapannya dengan lembingnya yang siap diluncurkan, untungnya Sekar segera merespon dengan menyengat Rina yang ternyata hanya atmasena, "eh!?,"gumam Sekar sambil mengendalikan tubuhnya namun tiba-tiba dunia terdistorsi, "gawat, ini ilusi dari bu Rina,"pikir Sekar yang mulai mencoba mendengarkan langkah Rina namun lupa tentang kemampuan Rina untuk mengheningkan suara sehingga sempat terkena beberapa sayatan dan hantaman keras di tubuhnya, "hraaaaaaahhhhh,"teriakan Sekar karena kesakitan sempat terdengar dari luar saat tubuhnya mulai dialiri listrik dalam tegangan sangat tinggi dan menyambar-nyambar ke beberapa tempat, "aku akan mengalahkanmu guruku,"ucap Sekar sambil menghancurkan ilusi Rina perlahan-lahan, "anak ini sangat luar biasa, kukira nyonya Reva berbohong mengenai kekuatan dan kreativitasnya,"pikir Rina saat Sekar mulai meretakkan ilusinya dan memperlihatkan dirinya yang diliputi badai petir yang tak kunjung berhenti, kemudian Sekar mulai memusatkan listriknya ke pukulannya sambil menambahkan elemen api kesana sehingga menimbulkan pancaran panas yang sangat extrem diikuti cahaya jingga penanda dari elemen plasma, "determinasi yang luar biasa, dia membuat elemen tingkat dua secara langsung disini,"gumam Rina saat menggunakan elemen getarnya untuk membuat tinju gempa yang dia lepaskan kearah Sekar yang dengan cepat menyerang balik dengan elemen plasmanya yang berbenturan dengan tinju gempa dari Rina sampai udara pecah berkeping-keping sekaligus mementalkan kedua pejuang itu dalam keadaan terluka namun Rina masih bisa berdiri karena sudah jauh lebih menguasai elemennya, "apa aku menang,"pikir Rina saat tiba-tiba menyaksikan mata jingga Sekar bersinar dibalik asap saat dia baru bangkit dan beregenerasi sambil melangkahkan kakinya mendekati Rina meski tubuhnya penuh dengan darah lalu dengan tenang Sekar menghela napas dalam-dalam lalu kembali memasang kuda-kuda saat tubuhnya kembali pulih, "penggunaan elemen plasmaku yang tadi masih sangat buruk ya,"tanya Sekar, "wajar saja nak, kau masih pertama kali menggunakannya,"balas Rina yang juga memasang kuda-kuda lalu mulai adu serangan sekali lagi, tinju mereka beradu kemudian lutut Sekar naik dan mengenai dagu Rina diikuti dengan beberapa tikaman pisau namun Rina belum menyerah, dia mencabut beberapa pisau yang ada ditubuhnya lalu digandakan materialnya hingga menjadi pedang lalu melemparkannya balik ke Sekar yang salah satunya berhasil menancap di perutnya, saat itu Sekar dengan cepat menarik pedang itu dan mencoba menyerang Rina namun Rina berhasil menangkisnya dengan pedangnya juga diikuti dengan tendangan memutar ke pipi Sekar yang diikuti dengan tebasan pedang yang sempat ditahan oleh Sekar, "kau masih belum menyerah nak!?,"tanya Rina yang kelelahan, "tentu saja belum bu, aku akan mengalahkanmu,"ucap Sekar, "apa yang membuatmu merasa pantas memimpin para vishkanya nak,"tanya Rina, "tidak ada bu, aku tidaklah sekuat kak Rasha, kemampuan medis yang kumiliki tidaklah sebaik Shifa, bahkan aku bukan calon utama untuk menjadi panglima vishkanya, harusnya Shafa yang ada disini, kalau dia yang bertempur disini, pasti dia akan bertempur dengan jauh lebih brutal, aku tidaklah sekuat mereka, tapi tak ada salahnya berusaha,"ucap Sekar sambil merapal mudra satu tangan dan menyengat Rina menggunakan perantara pedangnya hingga Rina melangkah mundur lalu dengan cepat Sekar menikam Rina yang kelelahan dan menjatuhkannya ketanah bersamaan dengan air matanya yang mengalir, "maafkan aku guruku, tapi masa harus berganti, kumohon menyerahlah guruku, aku tak mau membunuhmu, aku masih mau belajar banyak hal darimu,"pinta Sekar, "haha baiklah, aku menyerah, kau menang nak,"ucap Rina saat pedang Sekar mulai ditarik dari tubuhnya kemudian Rina melambaikan tangannya tanda menyerah dan Sekar akhirnya tertunduk dihadapan gurunya itu, "kenapa engkau bersedih nak, kau pemenangnya kan, aku juga senang karena sudah ada yang mau menggantikan diriku sebagai panglima vishkanya, aku juga sudah lelah,"ucap Rina saat Sekar membersihkan pedang yang dia gunakan untuk memenangkan pertandingan tadi lalu mulai berdiri saat masih berlinang air mata, "iya aku tidak seharusnya menangisi orang yang memukuliku dulu, aku masih ingat dulu kau membentak diriku saat latihan bersama Shafa dan Shifa, memintaku datang pagi-pagi buta, memaksaku berenang di air es, aku tak seharusnya menangisimu, kau bahkan belum mati, tapi memikirkan engkau nanti akan menerima perintah dariku sudah membuatku merasa bersalah, memikirkan fakta bahwa mulai sekarang aku yang akan berjalan didepanmu membuatku merasa kurang ajar padamu, kupikir kau akan terus melindungiku, aku masih suka diperlakukan seperti anak kecil, masih suka dimanja, masih suka disayang, masih suka diajari, tapi Dunia memaksaku dewasa, memaksaku untuk melakukan semuanya sendiri lalu nanti dia juga akan memaksaku mengajari orang-orang lain, aku benci fakta itu, tapi semua sudah terjadi, aku harus menjalaninya, meski aku tau bahwa ini akan menyakitkan,"ucap Sekar lirih, "bersabarlah gitarani, jangan menangis, nanti wajahmu yang cantik ini jadi jelek, berdirilah, kau akan menjadi panglima vishkanya mulai besok, ooh anak kecil yang pendiam ini sekarang sudah tumbuh dewasa, tumbuh lebih kuat, lebih pintar dan lebih cantik dariku, sungguh beruntung pria yang akan memilikimu nanti nak,"ucap Rina sambil mengecup kening Sekar yang menangis terisak dan memeluknya tepat saat orang-orang mulai berdatangan ke arena pertandingan untuk menjemput mereka berdua.
Malam harinya Sekar dipersiapkan diruang penobatan saat Shafa dan Shifa mendatanginya, "Sekar sang savitri devi yang baru, senang melihatmu berada disini untuk menjalani prosesi penobatan,"ucap Shafa, "kaulah yang seharusnya berada disini Shafa,"balas Sekar, "tidak ada yang namanya seharusnya, memang beginilah jalan ceritanya, memang beginilah takdirnya,"balas Shafa, "benar juga, jadi apa tujuan kalian kemari,"tanya Sekar, "aku ingin meminta untuk melaksanakan misi kerjasama diluar Sahasradwipa, aku akan menuju Devaloka atas izin dan surat resmi darimu savitri devi,"ucap Shifa, "akan kubuatkan itu, memang itu tujuanku berada disini bukan,"ucap Sekar, "ya, terimakasih atas pengertianmu, savitri devi,"ucap Shifa saat berjalan keluar bersama Shafa. Beberapa saat kemudian Sekar dipanggil ke altar untuk penobatan, "sekarang satu langkah besar sudah kita ambil Yusuf, selanjutnya adalah penaklukan swargapati,"ucap Ihsan, "ya Ihsan, semoga semuanya berjalan sesuai rencana,"balas Yusuf, disaat yang sama ternyata maharaja sedang mengawasi mereka, "apa sebenarnya yang mereka bicarakan,"gumam Arya, "tenang saja yaksharajan, kita hanya merencanakan kemajuan saja,"balas Lintang yang berada disamping maharaja, "benar juga, tapi kendali kalian di Sahasradwipa sudah mulai terlalu besar, aku pantas untuk curiga bukan,"balas Arya, "gawat, maharaja sudah mulai curiga, kalau sampai terjadi perpecahan aku harus setia pada negara ini, semoga tidak, aku tidak mau bertarung dengan adik-adikku,"pikir Lintang saat menyaksikan Sekar mulai menaiki tangga menuju altar dimana Rina sudah menunggunya, "gitarani Sekar, hari ini engkau telah membuktikan kekuatanmu pada orang-orang, aku bersaksi bahwa engkau juga adalah pemimpin yang baik dengan rekormu selama ini keterampilan dan dedikasimu memimpin pasukan vishkanya di wilayah Ngalam juga telah menguatkan keyakinanku bahwa dirimu akan menjalankan organisasi ini dengan bijaksana, maka kuserahkan posisi savitri devi padamu Sekar dan mulai hari ini engkau akan kukenal dengan nama sharada devi,"ucap Rina sambil memakaikan mahkota di kepala Sekar, "aku terima tugas sebagai savitri devi oh guru, akan kubimbing dengan segenap kebijaksanaanku dan kuajarkan ilmu pengetahuanku, maka kuharap berkah dan bantuanmu wahai guruku,"ucap Sekar seusai menerima mahkota dan mengambil tongkat kuasa lalu duduk diatas takhta savitri devi yang dihiasi dengan dua patung angsa putih yang mengalir air serta bulu merak menghiasi bagian belakangnya saat Rina turun kesampingnya memberikan hormat pada Sekar, "posisi ini akan kugunakan sebaik mungkin untuk membawa kemajuan, saksikanlah wahai srsta, gitaranimu ini akan memainkan musik kemenangan yang akan menentramkanmu,"pikir Sekar sambil menatap tajam Yusuf yang berdiri memberikan penghormatan padanya lalu duduk bersila meminum susu yang disuguhkan pada mereka sebagai bagian dari upacara penobatan savitri devi dan kembali menatap Sekar dengan senyuman lebar karena bangga, "gimana Ihsan, apa menurutmu Sekar terlihat lebih cantik dari biasanya,"ucap Yusuf, "aku tidak tau, setauku dia hanya memakai lebih banyak perhiasan dari biasanya, Shafa masih lebih cantik bahkan tanpa perhiasan,"ucap Ihsan yang membuat Shafa disampingnya memerah wajahnya, "kalau itu memang seleramu saja Ihsan,"balas Yusuf dengan ceria.
Sementara itu di negeri Ashoka, "maafkan aku, aku terlalu meremehkan mereka dengan hanya mengirim dua orang, padahal engkau sudah meminta untuk personel tambahan untuk misi ini Zuhri,"suara Gifar terdengar diruang rapat mereka saat seluruh maharsi berkumpul, "cih, apa aku harus turun tangan sendiri mas Gifar,"balas Alan, "diam kau Alan, apa kau lupa bahwa kami menyembunyikan keberadaanmu, kini ibumu telah dilengserkan, mungkin dia akan lebih gencar mencarimu dan identitasmu akan terbongkar, apa kau menginginkannya sarvatomukham,"bentak Gifar, "grrrrh, kenapa harus terus bersembunyi sih,"ucap Alan, "tenanglah sarvatomukham, bukankah dirimu sendiri yang bilang bahwa lebih baik melindungi perdamaian dari bayangan, selagi belum ada keadaan yang mendesak janganlah keluar oh mrigendra,"ucap Yudi menenangkan Alan, "kalian berdua juga, kenapa kalian bida gagal, pasti kalian bermain-main dengan lawan kalian lagi, bukankah sudah kubilang pada kalian kalau meremehkan musuh adalah hal yang buruk,"bentak Alan, "Alan!!!, hormati orang yang lebih tua darimu, mana adabmu!!, orang-orang ini setia padaku dan bukan padamu karena mereka segan padaku, mereka menghormati dan menyayangiku bukan takut padaku kalau mereka hanya menghormati kekuatan maka mereka akan mengikutimu saat ini yang mungkin sebentar lagi akan melampauiku, tapi lihatlah kepada siapa kepala mereka menunduk, belajarlah untuk menghormati orang lain dan mereka akan menghormatimu, jangan terus mengamuk seperti binatang,"bentak Gifar, "maafkan aku atas kelancanganku prabhu, silahkan melanjutkan,"ucap Alan, "Alan, ayo keluar dulu nak, nampaknya disini bukan tempatmu, engkau selalu menggebu-gebu anakku tersayang,"ucap Feni sambil menuntun Alan keluar, "baik ibu,"ucap Alan saat mengikuti Feni keluar, "baiklah, maafkan Alan ya, sekarang kita lanjutkan topik pembicaraan kita hari ini,"ucap Gifar kembali memulai rapat. Disaat yang sama di Devaloka, Alim sedang membaca berita penobatan Sekar sebagai savitri devi yang baru lalu segera meraih gawainya untuk menelpon seseorang, "halo, Shifa, apa dirimu sudah mendapatkan surat untuk berangkat kesini,"ucap Alim, "sudah govinda, aku akan segera berangkat kesana bersama Fio dan Bagas, tunggu aku sayang, ratumu ini akan tiba,"balas Shifa yang membuat Alim tersenyum ditempatnya berdiri sendirian saat itu sambil menggembalakan Sapi. Sementara itu di ibukota Devaloka, kota besar Amaravati, "savitri devi sudah berganti rupanya, orang-orang dari kelompok Kailash ini sangat berbahaya, mereka bahkan menjadikan kekasih mereka senjata, tidakkah ini menjadi kecurigaanmu Sakra,"tanya sang permaisuri Devaloka, "pada govinda ya!?, aku juga curiga dengan pergerakannya, tantangannya waktu itu juga terlalu cepat, padahal baru saja suryani wafat, dia juga tak ingin jadi bangsawan Devaloka dan memilih bertani saja disini dan melanjutkan bisnisnya bersama anak-anak itu, tapi meskipun begitu aku tidak bisa menyerangnya tanpa alasan, ditambah lagi dengan fakta bahwa dia adalah penggiat pertanian, perikanan dan peternakan yang dicintai banyak orang, mau bagaimanapun aku pemimpin mereka semua, semua tindakanku akan ditiru, oh Dira, aku memang curiga, tapi aku adalah Indra, bagiku bertindak tanpa alasan yang jelas hanya akan membawa petaka,"ucap Sakra sambil memandangi wilayah Amaravati yang indah.