Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #64

Amartavati

"Halo assalamu'alaikum, ada orang,"tanya seorang wanita didepan keraton Kartasura ditengah malam, "wa'alaikumsalam, heh sampean kan mbak Fio, ada urusan apa kesini mbak,"ucap seorang penjaga pintu kerajaan, "ajeng Shifa ada nggak, aki ada perintah dari prabhu Ihsan untuk menemuinya,"tanya Fio, "ada mbak, masuk aja, eh mas Guntoro gak ikut,"tanya penjaga tadi sambil membuka gerbang dan memperlihatkan beberapa pembantu Fio, "dia ada urusan lain, lagipula buat apa aku membawa suamiku ke hadapan gadis secantik tuan putri,"ucap Fio saat melangkahkan kakinya memasuki keraton bersama para pembantunya, "pria bernama Ihsan ini sangat menakjubkan, kata prabhu Dani dulu dia hanya anak kecil yang membuka bisnis di kampung Kincir, sekarang bahkan para abdinya memakai sutra, emas dan permata semewah itu, tunggu dulu bukannya Ihsan ini anak yang dulu kuhempaskan saat mencari ajeng Shifa dihari ulang tahunnya saat tahunnya masuk sekolah, kini dia sudah sekuat itu,"pikir penjaga tadi saat melihat Fio berjalan menuju kamar Shifa.

Sesampainya di kamar putri Shifa, "eh kenapa kamarnya terbuka, udah malam padahal,"gumam Fio, "kok bisa jam 1 masih kau kira malam hari, udah pagi ini,"sapa Shifa dari belakang sedang mencari tempat untuk minum kopi, "ehh ajeng, kau ada disitu, ngapain,"tanya Fio sedikit terkejut, "walah mbak, emang begini kegiatan pagiku di keraton,"balas Shifa sambil menyeruput kopinya, "nggak gitu maksudku, kau gak kayak putri bangsawan pada umumnya, kok bisa-bisanya duduk di bangku penjaga dan minum kopi disana, yang agak terhormat lah ajeng,"ucap Fio yang geram, "ih apasih, kamarku sendiri kok ngatur-ngatur,"balas Shifa dengan sinis yang memancing emosi Fio, "eh putri aneh, kau ada masalah apasih sama aku grrr,"tanya Fio yang sedikit geram, "hhhh kau nyelonong masuk ke kamarku ngapain, kayak maling aja,"balas Shifa yang memancing adu argumen mereka untuk berlanjut, "hehhh, kukira ini akan cepat, malah ribut lagi, udah-udah, kalian berdua ngapain sih ribut terus soal hal gak penting,"kata seorang pembantu Fio sambil melerai mereka berdua saat tiga gadis kecil memandangi mereka berdebat, "hei, Kanti, Fira, Isel, kalian sudah ambil kudapan pagi,"tanya Shifa, "sudah,"jawab tiga gadis kecil itu, "owh, sudah ya, lalu ngapain kalian gak langsung masuk kamar saja,"tanya Shifa, "yang bener aja lah mbak, kalian bertengkar didepan pintu saat kami mau masuk,"balas Kanti, "hehehe kami gak bertengkar kok, cuma sedikit main-main saja,"ucap Fio, "boleh ikut juga,"tanya Fira dengan riang, "eeee mending jangan deh,"ucap Fio, "yaaah,"keluh Fira, "ada apa sampai kak Fio datang kesini,"tanya Isel penasaran sambil membagikan kudapan pada mereka, "kau mau menjelaskannya kan ajeng,"ucap Fio, "hhhhh baiklah, jadi adik-adikku, aku ada tugas expedisi keluar negeri, kayaknya akan agak lama, kalian bisa merawat diri sendiri kan!?,"ucap Shifa, "ke tempat masku kan,"tanya Kanti, "kok kamu bisa tau,"tanya Shifa, " mas Alim kasih pesan padaku kemarin hari, jaga diri ya mbak, disana negeri orang,"ucap Kanti, "udah izin sama romo prabhu atau belum,"tanya Isel, "ini aku akan meminta izin, sekarang kita sarapan dulu ya, aku masakin,"ucap Shifa, "yeay,"pekik Fira, "roro Fira ini anak yang lucu, mirip seperti prabhu Ihsan dulu, wajar sih dia kan adiknya,"pikir Fio.

Seusai shubuh Shifa menghadap kedua orang tuanya dengan atribut kebangsawanan miliknya yang merupakan baju kurung ungu dari satin dan jubah hitam berhias berlian yang dia ikat dengan selendang putih dan sarung batik, "ada apa nak, tidak biasanya dirimu suka kesini, biasanya bermain dengan adik-adikmu, ada misi ya,"tanya sang raja Mataram, prabhu Dani, "ayah,ibu, aku ingin pergi menemui govinda,"ucap Shifa, "apa!!?, kenapa mendadak begini, kau tau bahwa dia ada di negeri yang jauh,"teriak ibundanya, "tenang dulu Yani, apa alasanmu berangkat kesana putriku,"tanya Dani sambil mempersilahkan putrinya itu duduk, "mencari kemakmuranku sendiri,"jawab Shifa lirih, "tapi Devaloka bukanlah tempat yang kita ketahui, tempat itu masih misterius, terlalu berbahaya nak,"ucap Yani, "tenanglah kanjeng ibu, aku akan menjaga diriku disana, lagipula ada govinda yang akan menjagaku disana, sri hari yang penyayang akan melindungi mereka yang dia sayangi dan dia sedang meminta bantuanku,"ucap Shifa, "kau terlalu percaya padanya Shifa, bisakah pujaan hatimu itu menahan sambaran bajra untukmu,"tanya Yani, "tentu saja dia bisa,"jawab Shifa dengan mantap, "Alim ya, ayah tau dia bisa melindungimu lebih baik dari ayahmu ini, tapi tetap saja, engkau perlu surat tugas dari negara untuk expedisi antar negara,"ucap Dani, "aku sudah punya suratnya,"ucap Shifa sambil memanggil burung hantu miliknya yang membawa gulungan surat tugas yang segera dia serahkan pada ayahandanya untuk dibaca, "sharada devi, ini surat tugas dari temanmu itu ya, aku lupa kalau panglima vishkanya saat ini adalah Sekar, hahaha sekarang aku yakin kau bisa nak, kalau temanmu itu saja bisa menjadi panglima vishkanya, kau pasti bisa melakukan lebih dari itu, engkau putriku yang sangat kuat, apa yang kau incar di Devaloka putriku, apa kau dan Alim akan menjatuhkan indra dan indrani dari takhtanya,"tanya Dani yang tiba-tiba menjadi bersemangat, "apa-apaan ini, kenapa tiba-tiba kau memberikan ide aneh tentang menjatuhkan indra-indrani, aku tau kau punya dendam pada mereka, tapi jangan gunakan anak kita sebagai senjata,"ucap Yani yang tak dihiraukan Dani, "oi!!, kau mendengarkanku atau tidak sih,"teriak Yani, "wahahaha, kau benar Shifa, lampaui ayahmu ini, jadilah indrani yang membawa kemakmuran,"ucap Dani, "iya ayah, aku akan buktikan kemampuanku kali ini,"balas Shifa, "nampaknya mereka memang tidak mendengarkanku,"gumam Yani, "yang sabar ya yang mulia,"balas Fio, "eh tapikan perjalanan kesana sudah cukup berbahaya, siapa yang akan mengantar putriku ke Devaloka,"tanya Yani, "nandasena Bagas,"jawab Fio dengan yakin yang membuat Yani kaget, "nandasena ya, pendekar pedang yang sangat tangguh itu ya,"pikir Yani yang mulai mengerti dengan rencana Ihsan untuk menjatuhkan indra.

Sementara itu disebuah gunung didekat keraton Kartasura, Guntoro dan pasukan yang dia bawa terlihat sedang kelelahan saat satu orang pejuang masih berdiri tegap tanpa luka, "maaf pak Guntoro, apa latihanku terlalu keras bagi kalian,"tanya pria pejuang itu, "behh edan mas Bagas, kau memang agak beda,"balas Guntoro pada pria tadi yang ternyata adalah Bagas itu, "ah biasa aja pak, kalau dibandingkan pashupati yang tiap hari engkau lihat itu latihanku tidak ada apa-apanya,"balas Bagas dengan senyum tipisnya, "kalau prabhu memang tidak masuk akal, eh aku baru dapat pesan dari Fio kalau Shifa sudah mendapatkan izin dari orangtuanya,"ucap Guntoro, "ohiya, baiklah aku akan turun,"balas Bagas sambil membersihkan pedangnya lalu mengganti bajunya untuk berangkat menuju keraton Kartasura.

Di gerbang keraton Shifa akhirnya memberikan salam pada kedua orangtuanya untuk pergi bersama beberapa abdi dalem kepercayaannya yang rata-rata adalah para pemusik keraton serta Fio dan para pembantunya, kemudian mulai melangkahkan kakinya keluar dari keraton saat Bagas dan Guntoro beserta iring-iringan mereka menunggu didepan gerbang keraton bersama para warga, "rasanya sudah lama sekali kita tidak bertarung bersama lagi wahai amartavati,"sambut Bagas yang menunggu di tangga pushpaka vimana bersama Guntoro dan para karyawan kailash yang dia bawa, "sebentar nandasena, nampaknya ada yang butuh bantuanku,"ucap Shifa saat melihat beberapa orang tua yang turut menyambutnya, segera dia keluarkan sebuah kendi amrita dengan satu tangannya dan satu lagi tangannya dibuka untuk mengalirkan energinya pada orang-orang tua itu yang segera berubah menjadi muda lagi saat terkena energinya, "apa ada lagi yang bisa kubantu bapak, ibu,"tanya Shifa, "wahai amartavati, sesungguhnya ibuku sedang terbaring lemah dirumah dan kami sedang membutuhkan amrita darimu untuk menyembuhkannya,"ucap salah satu lelaki disana sambil mengeluarkan sebuah kendi, "baiklah terimalah amrita dariku dan sembuhkan ibumu,"ucap Shifa sambil menuangkan amrita dari kendinya pada kendi lelaki tadi sambil tersenyum manis, "apa sudah cukup,"ucap Shifa seusai memenuhi kendi lelaki tadi dengan amrita, "terimakasih ajeng amartavati, semoga semua kebaikanmu terus bisa membawa manfaat,"ucap lelaki tadi, "eh bentar pak, ini buat ongkos pulang,"ucap Shifa sambil memberikan beberapa keping koin emas pada lelaki tadi lalu langsung berjalan pergi diiringi senyuman warga, "terimakasih ajeng Shifa, engkau memang putri yang luar biasa,"pikir lelaki tadi saat Shifa memasuki pushpaka vimana, "jadi kemana kita akan berangkat mbak Fio,"tanya Shifa, "pertama kita akan menuju keraton Suralaya untuk melapor pada prabhu pashupati lalu menyusuri jalur kosmik yang dia bangun untuk menuju Devaloka,"balas Fio, "sudah lama aku tidak mengayunkan pedangku bersama Alim, ini akan menjadi perjalanan yang menarik,"ucap Bagas sambil memasuki vimana diikuti orang-orang disana.

Sementara itu di keraton Suralaya, "Shifa dan Bagas sudah berangkat rupanya, sekarang sebutkan padaku kenapa kalian juga ingin membantu, pak Mistari, Irene,"ucap Ihsan, "mumpung sudah ada jalur kosmik menuju Devaloka aku ingin kesana mempelajari ilmu pertanian dari aden Alim lagi,"ucap seorang lelaki bernama Mistari, "aku hanya penasaran dengan nasib teman sekelasku itu,"balas Irene, "menarik, nampaknya perebutan takhta indra akan semakin sengit,"ucap Ihsan, "tapi Ihsan, kamu yakin mereka akan bisa membantu, aku cukup paham alasan pak Mistari tapi alasan Irene kurang masuk akal,"ucap Shafa, "tak masalah, selama ini aku juga sering mendapatkan alasan tidak masuk akal terutama dari seorang wanita, tapi kulihat dari sorot matanya nampaknya tekadnya cukup baik,"ucap Ihsan, "memangnya siapa wanita yang sering memberikan alasan tidak masuk akal itu sehingga kamu hafal dengan sorot matanya,"ucap Shafa sedikit cemburu, "ah dia ya, wanita yang cantik itu, dia sedang ada disini, bisakah engkau menebaknya nareswari,"tanya Ihsan sambil memandangi Shafa yang mulai tersulut api cemburu, "siapa dia Ihsan, apa kau diam-diam mendekati nareswaraku Irene, jawab aku Ihsan, siapa dia,"tanya Shafa yang panik, "kamu,"ucap Ihsan sambil mengusap kepala Shafa hingga reda amarahnya dan memerah mukanya karena bahagia.

Lihat selengkapnya