Alim berjalan dengan tenang kearah Sakra sambil menangkis serangan demi serangan Sakra dengan tangannya yang dia balut dengan teknik janardana, kemudian melayangkan beberapa pukulan ke tubuh Sakra sampai Sakra memuntahkan darah segar, "aku tau kau masih bisa memulihkan diri indra, maka lakukanlah," ucap Alim sambil mematikan janardana di tinjunya lalu menendang Sakra dengan sangat kuat, "bleeerrrgghh, kau sudah mulai sombong sekarang anak kecil, seharusnya aku tau kau merencanakan hal ini narayana," teriak Sakra saat darahnya meluber dari mulutnya sebelum akhirnya Alim membanting batu ke mukanya, "jangan banyak bicara saat sedang bertarung, sekarang kutawarkan sekali lagi padamu swargapati, kau akan tetap menjadi indra tapi aku akan selalu memantau pergerakanmu," ucap Alim, "kau pasti hanya ingin memanfaatkan reputasiku di aliansi Vaikunta kan, dasar anak licik, kau dan bhairava itu pasti sedang mengincar takhta Maheshwara untuk diri kalian sendiri kan, kau pikir aku bodoh, kalian semua anak-anak yang licik, apalagi bhairava yang sedang mengendalikanmu seperti boneka itu narayana, tidakkah dirimu sadar kalau anak sialan itu sedang memanfaatkan dirimu narayana!!?," ucap Sakra yang membuat Alim geram dan mulai memukuli Sakra dengan tangan kosong, "apa yang kau coba katakan tentang persaudaraan kami, apa yang kau coba hina dari adikku itu dasar binatang," ucap Alim sambil mencekik Sakra dan membanting wajahnya berkali-kali ketanah hingga akhirnya tangan Shifa menghentikannya, "cukup, jangan kehilangan diri sendiri Alim, cukup sampai disini, kalau dia tidak mau menaatimu yasudah, setidaknya kini kalian bisa berdamai, maafkan saja dia wahai narayana, tak seharusnya dirimu jadi seperti ini, ini sudah terlalu jauh dari tujuan kita, janganlah dirimu jadi tiran juga," ucap Shifa dengan lembut sambil memegangi lengan Alim, "tapi Shifa, kalau dia terus menghalangi tujuan kita maka hanya akan ada kekacauan yang terjadi," ucap Alim saat air mata mengalir dipipinya, "kau selalu punya lebih dari itu, taatilah ambisimu dan kau akan kehilangan dirimu yang dicintai banyak orang, dirimu yang kucintai atau maafkanlah dia dan engkau akan melewati jalan yang lebih terjal bersama kami semua, bersamaku," ucap Shifa saat akhirnya Alim menurunkan Sakra ketanah, "tidak ada tempat lagi bagimu di Devaloka, pergilah dari sini narayana, pergilah dari negeri yang kami bangun bersama," teriak Sakra, "kau pihak yang kalah disini Sakra, lagipula sama seperti Alim, engkau juga berasal dari Sahasradwipa, kalau dia tidak punya tempat disini maka engkau juga tidak dibutuhkan disini," teriak Sura dari balik pasukan, "bangsa Aditya adalah bangsa yang terkenal cinta damai dan sangat kuat, Sakra, engkau adalah bagian dari bangsa yang sama dengan kami, tapi kenyataan bahwa kami memilih mengikuti Alim yang merupakan seorang Yadawa adalah bukti bahwa dia lebih kami hargai daripada dirimu, tak boleh ada persatuan yang dilandaskan selain pada dharma, engkau harusnya tau itu," ucap Soma, "wahai indra, kami masih menghargai dirimu sebagai pemimpin kami, tapi engkau sekarang sudah dikalahkan, terimalah saja bantuan dari kami, semenjak narayana melangkahkan kakinya kesini ekonomi meningkat dengan sangat drastis, bahkan kelima negara pemegang navagraha mulai bisa kita kejar," ucap Amra sambil menyalakan cerutunya, "apa yang kalian harapkan dari sekelompok petani dan penggembala itu, kalian membiarkan kaum Yadawa menindas kita di negeri kita sendiri, cepat atau lambat aku akan membuat negeri ini menjadi wilayah adidaya, kalian hanya perlu menunggu sebentar lagi, aku berjanji," ucap Sakra, "hmm kurasa dia harus dibawa untuk perjanjian ini," ucap Amra lalu Soma dan Sura segera memanggil sebuah kotak raksasa yang ketika dibuka berisi putri dari Sakra yang ditahan oleh aliansi yang dipimpin Alim dan sedang didudukkan di sebuah takhta emas dan dikelilingi oleh hiasan, "kenapa kalian menangkap putriku!!, beraninya kalian!!!, jadi ini yang membuat kalian yakin akan menang, Nel!!?, apa engkau baik-baik saja," tanya Sakra, "sebenarnya ayah, aku secara sukarela mengikuti mereka, karena itulah wilayahku jadi cukup maju, tapi aku tetap tidak mau melawanmu, jadi aku menolak untuk bertempur, mereka juga sudah merencanakan bahwa aku akan keluar hanya saat dirimu sudah dikalahkan jadi diriku akan selalu berada dipihak yang menang," ucap Nel, putri dari Sakra, "mereka sudah membunuh ibumu nak, kau terlalu naif," ucap Sakra, "ayah, coba lihat lagi apa yang sedang mereka lakukan saat ini, lihatlah lagi keluargamu, apakah ibu atau kakak benar-benar sudah dihabisi," ucap Nel saat memperlihatkan pada ayahnya bahwa Shifa sedang mengobati Dira, sementara Alim sedang memulihkan kekuatan para prajurit yang masih hidup dari kedua sisi, "kenapa kalian melakukan semua itu, untuk apa kalian memulihkan pasukanku, kenapa pula menyembuhkan istriku," tanya Sakra, "Sakra, pertempuran sudah selesai, kau sudah merasakan kekalahan, saat ini perbedaan itu sudah tiada, kita sama-sama manusia lagi," ucap Alim, "sudahlah tuan indra, kami tidak menginginkan takhtamu, kami sudah punya hal itu, yang kami inginkan adalah persekutuan darimu," ucap Bagas saat mata Dira mulai terbuka, "kenapa dirimu menyelamatkan musuhmu tuan putri," ucap Dira saat baru siuman, "sudahlah, temui saja tuanmu yang engkau cintai," ucap Shifa dengan lembut sambil memapah langkah Dira menuju Sakra, saat itu Alim juga melangkah kesana untuk meminimalisir kemungkinan bahaya, saat itu Alim membuat gerimis turun membasuh medan tempur dari darah sambil memanggil sheshnaag untuk memayungi Shifa dan dirinya sendiri, saat itu Shifa menyerahkan tangan Dira pada Sakra sambil tersenyum manis yang membuat Sakra luluh juga, "sekarang, apa yang harus kita lakukan, engkau sudah diusir dari sini narayana," ucap Shifa, "saatnya pulang kerumah, ibuku pasti masih menungguku," ucap Alim, "tunggu narayana, jangan pergi dulu, aku selaku pihak yang kalah harus memberikan sesuatu padamu," ucap Sakra, "akhirnya dirimu mengakui kekalahanmu indra, tapi tak ada yang ingin kuminta lagi darimu," ucap Alim, "kami memberikan hormat kami padamu wahai narayana, izinkan kami menjadi pelayanmu yang setia," ucap Dira, "kalau begitu mari kita bangun lagi negeri ini, selain itu aku juga ingin aliansi Vaikunta segera terbentuk dan bisa membuat negeri-negeri yang tergabung didalamnya menjadi lebih kuat lagi," ucap Alim, "tapi narayana, itu sangat sulit, kami sudah mencoba berkali-kali tapi tetap saja tidak ada yang sevisi, kurasa itu hanya angan-angan saja," ucap Sakra sambil memberi hormat pada Alim dan Shifa, "itu karena pucuk kekuatan kita masih berseteru, kita harus berdamai dengan negara dengan militer paling kuat terlebih dahulu, kita akan bergerak ke negeri Ashoka dan menginisiasi penyatuan negara-negara yang sudah merencanakan bergabung dengan aliansi Vaikunta, kalau kulihat sejenak, negara yang ingin bergabung nampaknya adalah negara-negara yang menjunjung tinggi kemakmuran, aku menyukainya, kau juga bukanlah tiran seperti yang dipikirkan banyak orang, semua yang kau lakukan itu adalah hal yang wajar bagi seorang pemimpin, hanya saja jangan kau ambil semua kesalahan untukmu sendiri, kejelasan juga diperlukan, agar warga tau bahwa engkau sedang menghukum penjahat dan sekaligus menjadikannya bahan experimen agar tetap bisa berguna, oh indra, jangan engkau tanggung semua beban dan hinaan dipunggungmu sendiri, engkau takkan sanggup, biarkanlah semuanya juga mengerti tentang apa keputusanmu, baru kalian bisa menemukan perdamaian, kita benahi dulu negeri ini dan setelah itu kita menyatukan seluruh aliansi Vaikunta," ucap Alim, "aku baru memahami bagaimana jalan berpikirmu wahai narayana, maafkan aku," ucap Sakra, "baiklah," ucap Alim dengan senyum hangatnya, "lalu kapan kita akan memulai rencana untuk menyatukan aliansi Vaikunta," tanya Sakra, "besok kita akan berbincang, bawalah orang-orang yang menurutmu berpengaruh pada rencana," ucap Alim, "baiklah, aku akan persiapkan semuanya," ucap Sakra sambil berdiri, "aku harus cepat, Ihsan takkan berhenti untuk mengembangkan pengaruhnya dan akan makar dari Sahasradwipa dan Shafa akan diambil kembali oleh orang tuanya, saat itu aku sudah harus disana menenangkan adikku itu agar tidak melakukan hal-hal ceroboh, semoga saja bisa," pikir Alim sambil berjalan pulang diikuti seluruh pasukan dharmasena dibelakangnya.