Beberapa saat seusai pertempuran, kedua pihak saling berkemas, "apa upeti yang harus kubayar padamu Ihsan," tanya Adam, "hmmm, apa ya, aku juga bingung, tak banyak hal yang kuinginkan, bisnisku juga berjalan lancar di semua tempat, hmm bagaimana kalau dirimu membantu untuk mempercepat penunjukan Brahma," ucap Ihsan, "Brahma!?, itu takkan mudah, kau jangan main-main nak, belum ada yang pantas menjadi seorang Brahma," ucap Adam, "kalian hanya belum saling percaya, zaman sudah berubah, ada organisasi yang saat ini memburu para navagraha untuk mereka ubah menjadi kekuatan mahadahsyat dan mereka punya kekuatan untuk menggunakan dan menggabungkan energi itu dengan kekuatan samsaranetra, evolusi penuh dari naranetra, dua orang sudah membangkitkannya dan mereka mulai mendapatkan navagraha satu persatu, baik dengan perdagangan ataupun memanfaatkan konflik, mereka nampaknya juga tidak perlu wujud penuh dari navagraha karena mereka hanya mengincar porsi kecil kekuatan navagraha dan bahkan kemarin hari kudengar bahwa ada isu pengembalian rahu dan ketu kepada Panditanagara meski itu masih belum terlaksana ditambah lagi penyatuan negara-negara sosialis sebagai aliansi Vaikunta dibawah kendali Vishnu yang sudah menjadi sebuah rencana besar mereka, saat ini satu-satunya cara agar aliansi Brahmanda bisa mengimbangi perkembangan kekuatan mereka adalah bersatu dan menunjuk seorang Brahma, gabungan pemikiran orang-orang dari aliansi kalian akan bisa membawa sistem baru yang sangat kuat," ucap Ihsan, "kalian!?, apa maksudmu!?, lalu darimana kau dapat informasi sedetail itu mengenai aliansi Vaikunta, aku tau jejaring bisnismu sampai kesana, tapi informasi sedetail itu pasti akan menjadi rahasia," tanya Adam, "mudahnya negaraku tidak akan bergabung dengan kedua aliansi yang sudah ada, aku lebih tertarik hidup damai, selain itu aku dapat informasi dari saudaraku Alim yang kini juga sudah berencana untuk menjadi Vishnu agar bisa mengontrol pergolakan yang sudah ada, dia juga sudah menaklukkan indra, jadi bukan mustahil bahwa dia akan mendapatkan banyak informasi mendetail itu," ucap Ihsan, "masuk akal juga, tapi tetap saja, menyatukan aliansi itu akan sangat sulit, kalau dirimu mau, kenapa tidak kau lakukan sendiri," teriak Adam, "itu upeti yang kuminta sebagai pemenang pertempuran disini, ingat tuan, kau adalah pihak yang kalah, kalau dirimu tidak menaatinya, mungkin saja kami akan menyerang lagi dan tidak akan ada kata ampun hari itu," ucap Ihsan sambil tersenyum tipis dan menyalakan kembali energinya, "grrrrh, baiklah," ucap Adam dengan ketus, "anak ini, apa yang dia rencanakan sebenarnya," pikir Adam, "baiklah, kurasa pasukanku sudah siap, aku tunggu perkembangannya, tuan Nostradamus," ucap Ihsan sembari berjalan pergi bersama pasukan Jonggring Saloka meninggalkan medan tempur, "ayah, apa dirimu yakin bahwa kita akan mengambil resiko mempercepat penunjukan Brahma, bukankah itu hanya akan membuat rencananya semakin mulus," ucap Salsa, "itu lebih baik daripada serangan ulang," ucap Adam, "tapi mereka hanya menang karena kebetulan saja, kalau kita sedikit lebih berhati-hati kita bisa menghabisi mereka semua, itu adalah kecerobohanku karena membiarkan tembakan wanita itu terlepas, kalau saja tidak, maka kita yang akan menang," ucap Salsa, "tapi kenyataannya kita kalah, tidak ada hipotesis yang bisa mengalahkan fakta, lagipula kalau dirimu perhatikan, selama dua hari kita bertempur, bhairava dan pasukannya menunjukkan perkembangan dan adaptasi yang luar biasa, kalau kita bertempur lagi, mereka akan jadi jauh lebih kuat diawal dan malah akan mengalahkan kita jauh lebih cepat, aku curiga kalau dia ingin menjadi pemimpin pihak ketiga dan menghadapi kedua aliansi lainnya kalau dharmayudha benar-benar terjadi, jujur saja sekarang aku jauh lebih khawatir melawannya dimasa yang akan datang daripada aliansi Vaikunta itu sendiri, bersiaplah Salsa, aliansi memang harus segera stabil," ucap Adam sambil memandangi langit saat Ihsan berangkat pergi.
Sementara itu di vimana, "Anas, kamu jalankan vimana yang lain menuju keraton Suralaya, aku akan berjalan ke Garudapura untuk mengantar pulang Shafa," ucap Ihsan untuk mengirimkan pesan suara pada vimana yang lain, "jadi engkau akan benar-benar memulangkan diriku," ucap Shafa dengan murung, "itulah hal benar yang bisa kulakukan saat ini," balas Ihsan, "tidakkah dirimu akan menunggu sampai hari ulang tahunku," ucap Shafa, "tidak Shafa!!!, mau sampai kapan dirimu mau melawan kedua orang yang selama ini tulus memberikan kasih sayang padamu!!?, kau ingin kabur dari itu demi apa!!?, demi maniak perang sepertiku!?, bertahun-tahun dirimu dididik oleh orang tuamu untuk menjadi gadis yang anggun nan kuat namun kau memilih bersamaku yang hanya dalam beberapa bulan membuatmu menjadi pembunuh yang gila," bentak Ihsan pada Shafa yang semakin takut menyaksikannya, "sudah Ihsan, kau jangan kasar-kasar padanya, selama ini dia tulus menemanimu meraih kejayaan," ucap Rio berusaha menenangkan amarah Ihsan, "maaf Rio, aku akan coba menyampaikan dengan lebih tenang, dengarkan aku Shafa, terimakasih atas semua hal yang engkau lakukan untuk membantuku meraih kejayaan hingga kini diriku sudah menjadi seorang Ishvara, selama ini engkau telah menjadi prakriti yang baik, membawakan kemuliaan demi kemuliaan padaku, tapi diriku belum siap untuk membahagiakan dirimu, maafkan diriku wahai wanita yang perkasa, maafkan diriku wahai Durga, aku takkan sanggup menanggung amarah Tuhan apabila kedua orang tuamu mengutuk diriku karena belum bisa membimbingmu, aku bukan hanya berjanji akan berusaha melindungimu dari semua tantangan di Dunia, tapi aku juga ingin membawamu ke Nirvana, tenanglah Shafa, kalau kita memang ditakdirkan untuk bersama maka perpisahan ini hanya sementara saja, wahai ratuku, shakti abadiku, aku juga ingin belajar mencintaimu, maka aku ingin memulainya dengan belajar merindukanmu, agar saat kita kembali bertemu, aku bisa lebih menghargai waktuku bersamamu, jadi tahanlah dulu tangismu dan tunggulah diriku di pelukan kedua orang tuamu, aku selalu mencintaimu ratuku," ucap Ihsan dengan pelan sambil mengusap kening Shafa lalu menciumnya, tak menyadari kalau air mata mengalir di pipinya sebelum akhirnya Shafa menghapusnya, "lakukanlah apa yang menurutmu benar Mahadewa, aku akan menunggumu," hibur Shafa yang berusaha tersenyum meski masih menitikkan air matanya.
Setelah beberapa waktu vimana mereka akhirnya tiba di rumah Shafa, kota Arunavati di kerajaan Garudapura, tepat setelah pintu vimana terbuka Ihsan dan Shafa segera berjalan keluar bersama dengan Rio dan pasukan pengawalnya, seketika itu Shafa tak sanggup melangkah dan tersungkur ketanah, "Ihsan, berapa lama engkau akan meninggalkan diriku disini!?, apakah aku harus menunggu lama!?," tanya Shafa yang mulai lemas, tapi Ihsan tak sanggup menjawabnya dan hanya menggendong Shafa dan membawanya ke gerbang rumahnya lalu membunyikan bel rumahnya sampai akhirnya Akhmad, ayahanda Shafa membukanya dan terkejut menyaksikan Ihsan menggendong Shafa ditemani para prajurit terkuatnya, "bagaimana dirimu sudah pulang kemari, bagaimana caramu bertahan hidup dari perang melawan Reksanara, atau kalian hanya hantu yang datang kepikiranku," ucap Akhmad tidak percaya, "kami menang pak Akhmad," ucap Rio, "aku ingin mengembalikan putrimu ayah," ucap Ihsan sambil memberikan Shafa pada ayahandanya namun Akhmad malah mundur tak menerima putrinya lagi, "aku tak bisa melakukannya nak Ihsan, dia sudah melawan ibunya hanya untuk mengikuti perasaannya, dia kabur saat ibundanya ingin melindunginya dari bahaya," ucap Akhmad, "dan bahaya itu adalah berada di dekatku, tolong terima kembali putrimu ayah, jangan sakiti hatimu sendiri," pinta Ihsan sebelum akhirnya seluruh keluarga Shafa keluar menemuinya, "kau apakan saja adikku pengkhianat negara," teriak kakak Shafa, "jangan berteriak padanya kak Rafa, coba lihat dulu keadaan, pasukan mereka baru saja pulang dari pertempuran, kalau dirimu menghina pemimpin mereka, kau bisa saja dihabisi," balas saudara laki-laki Shafa, "diam Rafi, kau memang hanya penakut, memangnya kenapa kalau dia seorang Ishvara, memangnya kenapa kalau dia juga orang yang memimpin grup perusahaan yang kita ikuti, aku tak peduli sekuat apa dia, tak peduli kalau dia atasan keluarga kita dalam bisnis, ini masalah keluarga," teriak Rafa yang membuat Shafa semakin takut dan pasukan Ihsan semakin marah dan berusaha menyerang Rafa sebelum akhirnya Ihsan menghentikan mereka dengan isyarat dari matanya dan aliran energinya yang sangat mengerikan yang membuat seluruh orang disana pucat akibat rasa takut, "jangan Ihsan, kendalikan amarahmu," ucap Shafa dengan lirih saat Ihsan mulai kembali menurunkan tekanan energinya, "maafkan aku Shafa, jadi pak Akhmad, ibu Rani, aku serahkan kembali Shafa pada kalian, aku belum siap membimbingnya, aku masih terlalu sibuk mengurus negaraku, maafkan aku karena membuat kalian marah pada putri kalian," ucap Ihsan sambil kembali mencoba menyerahkan Shafa pada kedua orang tuanya, "tetap saja nak Ihsan, apa yang kau lakukan pada putriku, kenapa putri kecilku sampai melawanku karena dirimu, apa yang kau lakukan padanya hah!?," tanya ibunda Shafa dengan amarah dan tangisan terlukis dengan jelas diwajahnya, "maaf bu Rani, aku juga tidak tau," ucap Ihsan sambil memberikan Shafa pada ibundanya yang menerima dan memeluknya sambil menangis lalu memukul dengan keras wajah Ihsan untuk menjauhkan Ihsan dari putrinya, "apa yang dia lakukan padamu anakku," tanya bu Rani yang tangannya berdarah seusai memukul Ihsan, "dia menjagaku dengan baik bu, maafkan aku karena meninggalkanmu," ucap Shafa, "iya nak, kau aman sekarang," ucap sang ibunda sambil memandang Ihsan dengan murka, namun murkanya segera berganti dengan rasa heran saat Ihsan membuka telapak tangannya dan menyembuhkan tangan ibunda Shafa yang terluka setelah memukulnya tanpa menyentuh, "maaf bu telah melukai tanganmu yang dengan halus mendidik Shafa dengan wajah kasarku, kalau ada rasa marah kalian padaku, pukul saja aku sampai amarah kalian sedikit mereda," ucap Ihsan yang segera menerima tinju keras dari Rafa dimukanya, namun Ihsan tak bergeming, "kakaaak, jangan kakak," teriak Shafa sambil menarik baju kakaknya itu yang terus memukuli Ihsan yang berdiri tegak memandangi wajah Shafa yang menangis, "jangan menangis Shafa, tangisanmu hanya membuatku sedih," ucap Ihsan lewat telepati saat terus disiksa oleh Rafa yang akhirnya dihentikan oleh Rafi, "jangan kakak, sudahlah, Shafa sudah pulang, kau tak perlu membencinya, dia bisa menghabisimu kapanpun dia mau kak," pinta Rafi, "cih, anak lemah yang dipungut Shafa dihutan ini sudah menjadi sangat kuat rupanya, tapi tetap saja, dia membuat adikku yang ceria menjadi muram seperti ini, apa yang kau lakukan sebenarnya hah," ucap Rafa dengan wajah merah padam saat memandang Ihsan yang terlihat hanya tersenyum memandangi Shafa, "sudahlah nak Ihsan, pergilah, kamu hanya membuat putra sulungku semakin marah dengan berada disini, pergilah dari sini nak," ucap Akhmad, "baiklah ayah," balas Ihsan sambil memejamkan matanya dan membalikkan badannya lalu berjalan pergi bersama pasukannya, "Ihsaaaan, kapan engkau akan datang kesini lagi, kapan engkau menjemputku," teriak Shafa sambil menangis namun dia hanya melihat Ihsan sedikit menunjukkan wajahnya sambil tersenyum tipis meski air matanya terus menetes lalu Ihsan kembali memalingkan wajahnya dan terus berjalan pulang menuju vimananya, "aku tidak tau Shafa, tunggulah aku dengan sabar," pikir Ihsan sambil melangkahkan kakinya kedalam vimana saat gerbangnya mulai tertutup dan akhirnya melayang pergi dari rumah Shafa menyisakan Shafa dan keluarganya dikelilingi oleh para tetangga yang menyaksikan sendiri Ihsan dan para pasukannya datang dan pulang darisana dengan penuh kekaguman, beberapa merasakan ketakutan dengan kekuatan mengerikannya dan beberapa terpesona dengan sifat dan rupa menawannya, "tidaaaaaak, jangan pergi wahai shangkara, jangan tinggalkan aku, haaaaaa," teriak Shafa dengan keras diikuti tangisan yang menyayat hati saat dirinya tersungkur ketanah dan membuatnya basah dengan air mata sebelum akhirnya rasa hampa menerpa hati Shafa yang mulai meringkuk dalam rasa putus asa sebelum ibundanya akhirnya menggendongnya dan membawanya pulang kerumahnya bersama ayahnya, kakaknya, saudara kembarnya dan kedua adiknya.
Beberapa saat kemudian Ihsan akhirnya sampai kembali di keraton Suralaya dengan semua orang menyambutnya, tapi Ihsan terus berjalan pergi, "kenapa lagi prabhu," tanya Anas, "urus keraton sebentar ya pak, aku mau menyendiri dulu," ucap Ihsan sebelum akhirnya melesat ke puncak Kailash, rumahnya, "prabhu, apa yang terjadi," teriak Anas yang ingin menyusul Ihsan tapi ditahan oleh Rio yang menggelengkan kepalanya, "hhh kenapa mereka harus dipisahkan sih," tanya Andre, "sudah Andre, kita urus saja negara ini dulu," balas Riki, "prabhu sedang butuh sendiri," ucap Anas sebelum akhirnya teriakan keras Ihsan bergema dilangit menggetarkan awan-awan dan membuat burung-burung terbang menjauh meski sebagian besar mati karena kerasnya teriakan tadi, "ujian apa saja engkau lewati Ihsan, bersabarlah kawan," pikir Rio sambil memandangi puncak Kailash yang esnya mulai mencair dan hujan deras yang turut datang seolah turut bersedih bersama Ihsan.