Kamis, 16 mei 2013, keraton Suralaya, "Rio, kau ingin datang ke ulang tahun Shafa bukan!?," tanya Ihsan sambil menulis sepucuk surat, "iya begitulah, sekalian ketemu orang tua sebentar sebelum balik lagi kesini," balas Rio sambil berkemas, "kalau begitu tolong bawakan hadiah dariku untuknya, sebentar ya, aku mau menyelesaikan suratnya," ucap Ihsan, "prabhu, kau yakin akan memberikan ini pada ratu Shafa, hiiih padahal aku mau melihatnya sebentar lagi," tanya Heru, "hahaha iya pak, biar dia bisa melindungi diri sendiri, tolong dikemasi ya, teruskan dulu proyek yang ada, kan juga sudah kuberi contohnya, yang itu memang agak spesial, tak bisa diproduksi untuk umum," ucap Ihsan, "owh, iya juga, ini untuk ratu ya, wajar sih, yaudah kukemasi dulu," ucap Heru, "woiii Heru, maliiing, mana barang hadiahnya, asal nyomot aja kau barang orang," teriak Reda sambil berlari mengejar Heru, "woooh iyo-iyo beh, mau lihat sebentar wae," ucap Heru, "hhhh, ini untuk hadiah ulang tahun ratu kita, kalau rusak kuhajar kau," gertak Reda, "mana mungkin barang beginian rusak, kau mikir lah," balas Heru, "oooo, kucing kau," balas Reda sambil berjalan pergi membawa barang yang dipegang oleh Heru dan mengecilkannya dalam sebuah kapsul kemudian dia wadahi dalam sebuah kotak kayu cendana berhiaskan permata merah delima berbentuk bunga teratai dan ukiran kayu berbentuk api, "hmmh, ini Rio, tolong ya," ucap Ihsan menyerahkan suratnya sambil meneteskan airmata, "kalau kau begitu merindukannya, kenapa tidak datang sendiri menemuinya barang sehari," ucap Rio menerima surat tadi, "aku sibuk dengan amanahku sebagai pemimpin, selain itu mungkin kakaknya masih marah padaku," balas Ihsan sambil memandangi keratonnya dengan haru mengingat momen-momen saat Shafa ada disana, "maaf Shafa, aku tak mau membawa lebih banyak masalah disana, aku juga harus merawat negeriku," pikir Ihsan sambil memejamkan matanya menghela napas panjang diiringi air mata haru dan senyuman tipis diwajahnya saat tangannya menggulung sepucuk surat yang dia tulis lalu dia wadahi dalam sebuah tabung kayu yang kemudian dia bungkus dengan kain sutra merah bertuliskan nama Shafa yang dia tulis sendiri dengan tinta dari bubuk gaharu lalu dia ikat dengan rotan dan diserahkannya pada Rio, "baiklah Ihsan, akan kuserahkan pada ratumu itu, semoga kalian bisa bersama lagi," ucap Rio sambil menerimanya dan membuat senyum Ihsan semakin lebar saat dia berusaha berdiri mengambil trisulanya dan kembali menuju puncak Kailash meninggalkan satu atmasenanya yang dia buat dengan air mata yang menetes saat dirinya berjalan pergi, saat atmasena Ihsan terduduk di meja batunya kembali mengurus semua dokumen saat itulah Rio melesat pergi berjalan vimana untuk kemudian berangkat menuju Garudapura, "semoga kalian bisa bersama lagi Ihsan, Shafa," pikir Rio saat sayup-sayup mendengar isak tangis Ihsan dari kejauhan sembari terus berjalan menuju vimananya dan tanpa sadar juga mulai bersedih menyaksikan pilu kawannya.
Sementara itu di rumah Shafa, "nak, kamu mau pakai apa hari ini," tanya Rani sambil masuk ke kamar Shafa membawa beberapa kebaya untuk putrinya, "aku sudah siapkan bajuku kok bu, ini sedang kupakai," balas Shafa yang sedang mengikat kain putih panjang ke sarung batiknya yang disambung dengan kebaya hitam polos, "itu pakaian yang sangat indah, darimana dirimu membelinya," tanya Rani, "aku jahit sendiri ibu, bukankah dirimu mengajariku menjahit dulu, engkau selalu bisa melindungi dan memberiku hadiah kapanpun dengan pengetahuan dan kasih sayang yang engkau berikan padaku," ucap Shafa sembari mengambil kalungnya yang berhias permata shangkaramani yang berwarna merah dan berbentuk seperti hati yang kemudian dia kenakan untuk menghiasi dadanya, "nampaknya kau sangat merindukannya nak, sampai dirimu memandangi permata darinya sangat lama, maafkan ibu karena memisahkan dirimu darinya, ini jubahmu nak, jubah yang kau pakai saat orang-orang memanggilmu nareshwari," ucap Rani sambil mengambilkan jubah kerajaan Shafa dan memakaikannya pada putrinya yang sedang berulang tahun, "kau sungguh cantik wahai ratu Jonggring Saloka," ucap Rani saat memakaikan jubah berhias permata dan rambut dari singa itu pada putrinya kemudian memakaikan sepasang sarung tangan dan memberikan sepasang sepatu pemberian Ihsan yang kemudian dipakai oleh putrinya saat sang ibu merapikan rambut hitam panjang putrinya, kemudian menyerahkan tiaranya namun Shafa menolaknya, "itu hanya akan kupakai saat diriku ada acara penting untuk mendampingi nareshwara, bukan sekarang ibu," ucap Shafa saat kemudian beranjak pergi dari kamarnya bersama ibundanya menuju aula utama dimana orang-orang menunggunya untuk berpesta.
Sesampainya di aula rumahnya, Shafa turun bersama ibunya dengan senyum lebarnya saat teman-temannya menunggu disana, "dimana kamu Ihsan, kenapa kamu bahkan tidak mau datang saat ini," pikir Shafa sambil turun kebawah menuju kursinya ditengah ayah dan ibunya serta saudara dan saudarinya yang mengelilinginya sebelum akhirnya meniup lilinnya tanda dimulainya pesta, namun begitu pesta dimulai Shafa terngiang setiap memorinya bersama Ihsan sehingga air matanya meleleh tak sanggup menahan rindu yang bergejolak didadanya, "kau tak apa-apa Shafa," tanya Sekar yang menyadari lelehan air mata Shafa, "aku tak apa, lanjutkan saja pestanya," balas Shafa hingga akhirnya Yusuf menepuk pundak Sekar dan menggelengkan kepalanya perlahan membiarkan kedua orang tua Shafa yang menenangkannya, "kenapa anak itu tidak datang sih, padahal dia lebih dekat kesini daripada diriku," gumam Steve yang sedari tadi menunggu digerbang bersama Lintang dan hanya ikut makan dan membawa hadiah untuk Shafa, "sudahlah Steve, dia mungkin sibuk mengurus wilayahnya," ucap Lintang, "benar juga, tapi Shafa seharusnya bukan orang asing baginya," ucap Steve, "pasti ada alasan lain kenapa dia belum datang juga, kuharap teman-temannya cukup untuk menghapus kesedihannya," balas Lintang yang mulai menyaksikan Shafa bisa sedikit ceria bersama teman-temannya, "kuharap juga begitu," balas Steve yang kemudian tiba-tiba mendengar kepak sayap garuda mendekati mereka membawa Alim dan Shifa diatasnya, "Shafaaaa, gimana kabarmu," sapa Shifa dengan riang sambil melompat dari garuda dan berlari kearah temannya dan membuat garuda milik Alim sedikit terkejut karena lompatannya, "wei mak, sampek geter gitu garudamu Alim," ucap Steve, "hhhh, begitulah, dia memang agaknya terlalu rusuh," balas Alim melihat Shifa mulai bercanda gurau disana, "hei Shafa, mana Ihsan, katanya dirimu tinggal di keraton Suralaya sekarang, kapan pulang lagi," tanya Shifa, "umm gak tau, mungkin saat semuanya sudah stabil aku akan dijemput oleh Ihsan untuk pulang kesana, saat ini aku tinggal bersama orang tuaku dulu," balas Shafa, "lah, berarti kau tidak banyak kegiatan dong saat ini," tanya Shifa, "hmm begitulah," balas Shafa, "Shafa, daripada dirimu tidak ada kegiatan dan sendirian dirumah, mungkin dirimu mau kembali bertugas di kelompok vishkanya, lumayan lah buat latihan," ucap Sekar, "lah, berarti dia harus seleksi dari awal dong, udah mundur kan berarti harus mengulang dari awal," ucap Rasha, "sayangnya begitu kak, mau bagaimanapun beginilah sistemnya," balas Sekar, "mana bisa begitu Sekar, kaliber Shafa bahkan ada diatasmu, kenapa dia harus menaati perintahmu," bantah Rasha, "namanya aturan ya aturan kak, sekarang kenapa dirimu gak mau jadi savitri devi!?, kekuatan tempurmu kan sangat tinggi," tanya Sekar, "mana tertarik aku dengan posisi aneh itu, kepemimpinan itu bukan hanya berdasarkan kekuatan tempur saja bodoh," balas Rasha, "kurasa tidak dulu deh, aku mau lebih fokus mengurus para perempuan disini, aku hidup bersama orang biasa saja," balas Shafa, "apa!?, kemampuanmu akan sia-sia saja disini," balas Rasha, "apa alasannya Shafa," tanya Zahra yang sedang bersantai minum teh, "entahlah, pikiranku sedikit berubah saat aku berada didekat Ihsan, kupikir menjadi ratu itu tak sekedar harus kuat saja, tapi seorang yang bisa memahami dan dipahami, mau bagaimanapun orang yang ingin ku dampingi adalah seorang Ishvara, pemimpin sebuah negara, saat dia belajar mengasihi seluruh rakyatnya aku harus belajar untuk menyayangi dia dan para abdinya yang setia, karena itu aku harus belajar memahami orang biasa," balas Shafa, "menarik, aku suka itu, terimakasih Shafa, kau memang wanita yang baik," balas Shifa, "entah berapa penderitaan yang harus kalian terima untuk mencari kemuliaan, Shafa, Ihsan, entah kenapa aku merasa kalian menyembunyikan banyak sekali hal dibalik senyuman itu," pikir Shifa sambil memandangi wajah Shafa yang terlihat ceria lalu kemudian menoleh kearah Alim yang dengan tenang tersenyum menikmati pesta.
Malam telah tiba dan hanya beberapa orang yang tersisa menghabiskan hari dimana Shafa sedang bersantai dikolam bersama Shifa dan Sekar saat tiba-tiba deru vimana terdengar disana, "oi itu vimana dengan bendera Jonggring Saloka bukan," ucap Shifa, "iya, hei Shafa, kau tidak mau menyambutnya," balas Sekar yang baru saja sadar kalau Shafa sudah berlari kecil menuju vimana yang mulai terbuka gerbangnya dengan wajah sangat gembira berpikir kalau Ihsan akan ada disana hanya untuk menyadari kalau Ihsan tidak ikut kesana dan hanya Rio yang datang membawa tabung berisi sepucuk surat dan sekotak hadiah dari Ihsan, "ini Shafa, dari Ihsan," ucap Rio saat menyerahkan kotak hadiah dan tabung surat itu untuk Shafa, "terimakasih," balas Shafa yang terlihat begitu gembira dan langsung berlari kencang menuju kamarnya, "hhh dasar," gumam Rio, "hei Rio, apakabar," sapa Alim yang datang bersama Yusuf, Steve dan Lintang, "eh kalian, aku baik kok, lah pestanya sudah selesai ya, kayaknya aku agak terlambat," ucap Rio, "santai, nih es krim," ucap Yusuf sambil membagi es krimnya dengan Rio, "wah tau aja, terimakasih," balas Rio, "eh Rio, apa yang sebenarnya terjadi saat perang, apa hasilnya," tanya Yusuf, "hmm itu panjang, tapi hasilnya jelas, Excellente Nostradamus akan mempercepat proses penunjukan Brahma sebagai upeti dari kekalahannya," ucap Rio, "hmmm menarik, balapan besar menuju kejayaan sudah dimulai rupanya, bagaimana mas Steve, mas Lintang," ucap Yusuf, "ini akan jadi proses yang panjang, bagaimana nanti penunjukannya ya," ucap Steve, "sebuah turnamen akan menarik sih," ucap Lintang, "itu adalah cara paling menarik dan paling adil, aku ingin sekali bertarung dengan Sandi itu, sekuat apa sih dia," ucap Yusuf, "hmm aku juga mau merasakan tanding ulang dengan para Ishvara, apa mereka akan sekuat itu," ucap Steve, "sayang sekali kau tidak bisa ikut Alim, seharusnya kau cukup mumpuni untuk menjadi Brahma," ucap Lintang, "lihat saja, aku juga akan menjadi Vishnu saat itu," ucap Alim dengan percaya diri, "kalau begitu prabhu juga akan menjadi Shiva saat itu," ucap Riki dengan percaya diri, "mana ada posisi itu Riki, kau mengarang saja, cuma ada aliansi Vaikunta dan Brahmanda, hanya ada Vishnu dan Brahma yang akan dipilih," ucap Alim, "haha kau seperti gak kenal prabhu aja aden, memangnya berapa kali dia membuat hal yang mustahil menjadi mungkin," balas Reda dari dalam vimana, "ah terserah dia lah hahaha," gurau Alim sambil tertawa diikuti orang-orang disana.
Sementara itu dikamarnya, Shafa menyusun kotak hadiah dan surat dari Ihsan, "mana yang harus kubuka lebih dulu ya, suratnya atau hadiahnya, hmm mungkin aku akan mulai dari hadiahnya kemudian suratnya, sisakan yang terbaik untuk terakhir," gumam Shafa saat mulai membuka kotak hadiah dari Ihsan saat dia melihat delapan kapsul kecil serta sebuah catatan kecil, "ini senjata untuk melindungi dirimu dan orang-orang yang kau cintai," baca Shafa lalu dia buka satu persatu kapsul tersebut, pertama dia membuka kapsul berisi sebuah perisai bulat, "perisai ini ditempa oleh para pengrajin terbaik di keratonku agar bisa menyerap dan melepaskan energi yang mengenainya namun ada batas energi yang bisa dia terima, perhatikan batasnya Shafa dan tingkatkan sekuat yang kau bisa," suara Ihsan tiba-tiba terdengar saat Shafa memegangnya dengan senyuman manis diwajahnya, kemudian dia buka lagi kapsul kedua dan melihat bajra yang saat dia pegang mulai menyala, "Shafa, bajra ini adalah hadiah yang disusun langsung oleh para menteriku, hmm mereka sampai bertengkar dengan desainnya dan akhirnya jadilah bajra terindah yang bisa mereka susun, berhati-hatilah dalam menggunakannya karena senjata ini sangatlah kuat, gunakan untuk menggetarkan hati musuhmu," suara Ihsan kembali terdengar di kepalanya sehingga Shafa meneteskan air mata sambil membuka kapsul ketiganya yang berisi terompet kerang, "Shafa, aku mendapatkan terompet kerang ini dari para nelayan yang merindukan kehadiranmu di sisiku, mereka menyusunnya dibantu Rio yang memberikan mantra agar saat dirimu meniupnya gelombang lautan menjadi kendaraanmu," bunyi suara Ihsan kali itu membuat kakinya mulai lemas sehingga Shafa duduk di dipannya sambil membuka kapsul keempat yang menyemburkan api dan membentuk sebuah sabit, "Shafa, ini adalah sabit api yang disusun oleh mas Lintang, bilahnya bisa memanas sesuai semangatmu, maka gunakan untuk mengobarkan kekuatanmu wahai dewi yang pemberani," bisik Ihsan yang membuat Shafa mulai bersandar lemas ditembok memandangi langit malam sambil membuka kapsul kelimanya yang berisi sebuah gada yang bersinar terang, "ini senjata buatan mas Steve, sebenarnya aku gak tau ini lebih berguna sebagai gada atau lampu hehehe, namun gada ini sangat kuat dan terang, gunakanlah ini untuk menerangi jalanmu menuju kemuliaan wahai ratu yang menjadi kebanggaanku," kata Ihsan dengan ceria yang membuat Shafa mulai tersenyum haru sambil membuka kapsul keenamnya dan melihat sebuah kendi berisi air, "yang kau lihat saat ini adalah zirah cair buatan Yusuf yang aku tidak tau sudah model keberapa tapi ini kuberi nama matrika kavacha dengan harapan dariku agar suatu hari saat dirimu menjadi ibu engkau bisa melindungi anak-anakmu," bisik Ihsan dengan malu-malu, "anak kita Ihsan," gumam Shafa sambil tersenyum lebar saat mendengarnya lalu membuka kapsul ketujuh dan melihat sebuah chakra yang berputar sangat cepat, "lihat ini Shafa, ini chakra buatan Alim yang disusun seperti sudharsana miliknya, katanya kamu sudah seperti saudari untuknya, mana aku percaya, muka aja beda, emang kadang aneh orangnya, apalah main keluarga-keluargaan kayak cewek hhh, tapi apapun itu dengan chakra ini kuharap suatu hari saat kau menjadi seorang istri jadilah wanita yang berbakti, dukung pasanganmu nanti menuju kebaikan dan nasehati dia agar menjauh dari keburukan, bijaksanalah dalam memilih waktu dan kata-kata karena itu akan setajam chakra, aku tau kau bisa melakukannya," bisik Ihsan yang membuat Shafa mulai tertawa ceria sambil membuka kapsul kedelapannya dan menyaksikan atmasena Ihsan terwujud dihadapannya menyerahkan sebuah trisula sambil tersenyum haru, "ini dariku wahai shaktiku, aku menyusunnya sendiri dengan tanganku wahai kemenangan terbesarku," ucap Ihsan sembari menyerahkan trisula untuk Shafa, "ini mirip seperti punyamu, apa ini untuk melindungiku Ihsan," tanya Shafa yang memandangi wajah Ihsan yang mengangguk pelan, "cara terbaik untuk melindungimu adalah membuatmu menjadi kuat, aku tak selamanya ada di sisimu Shafa, seringkali engkau hanya bisa mengandalkan Tuhan dan tanganmu sendiri, dengan delapan senjata ini sudah pas sepuluh senjata dengan pistol ganda dan pedang berantai kembarmu, maaf ya, untuk sekarang segini saja yang bisa kuberikan," ucap Ihsan, "tunggu Ihsan, sebelum engkau menghilang tolong bacakan surat ini untukku, aku ingin mendengarkan suaramu," ucap Shafa sambil menyerahkan tabung itu, "baiklah Shafa," ucap Ihsan sembari membuka surat itu, "wahai Shafa, shaktiku yang setia, aku ingin tuliskan sebuah kisah untuk menemani malammu, dengarkanlah wahai dewi yang suci, suatu hari disebuah hutan tiga orang anak lelaki berkemah dengan ceria, ini adalah hari pertama mereka bertiga diterima di sekolah yang ternama di negerinya, saat itu mereka mendirikan tenda dan menyiapkan peralatan, karena mereka tidak membawa bekal mereka memutuskan untuk mencari dan memasak makanan, satu orang membuat tungku dan memancing, satu orang mencari dan satu orang mencari buah-buahan, senja tiba dan mereka akhirnya makan dengan gembira, tapi anak yang mencari buah-buahan tadi sedikit nakal dan kembali masuk kedalam hutan tanpa menyadari bahaya, disana dia bertemu berbagai makhluk yang cantik tanpa menyadari malam yang sudah tiba dan membawa perasaan was-was dihatinya, saat akan pulang dia melihat seekor kerbau yang sedang minum di telaga, karena rasa ingin tahu dia mencoba menaiki kerbau itu namun kerbau itu malah marah dan mengejarnya hingga dia lari keatas pohon sambil berteriak ketakutan sampai akhirnya Tuhan menjawab do'anya, seorang wanita datang untuk membunuh kerbau itu dan menyelamatkan nyawanya, setelah itu wanita tadi menghibur anak lelaki kecil itu dengan bersama keluarganya dan melindunginya sampai fajar tiba dan anak lelaki tadipun kembali ke saudara-saudaranya dengan bahagia, tamat," baca Ihsan sambil menggulung kembali suratnya dan memasukkannya kembali, "ini Shafa, untukmu, bacakan untuk anak-anak kita kelak, bacakanlah agar mereka tau bahwa semua orang pantas untuk menjadi kuat, baik itu pria ataupun wanita, agar mereka mengerti betapa kuatnya ibu mereka, aku percaya padamu mahishasuramardini," ucap atmasena Ihsan sebelum akhirnya pudar dan menghilang dengan senyuman diwajahnya, "baiklah Ihsan, baiklah," gumam Shafa dengan lirih memeluk surat tadi tanpa menyadari air matanya merembes memenuhi pipi kemerahan miliknya saat ayah dan ibunya hanya sanggup memandangi dari pintu melihat putrinya mulai tersungkur ketanah meringkuk dalam kesedihan, "Shafa, jangan tidur dilantai sayang," ucap ibundanya yang akhirnya menghampirinya dan memeluknya sambil memindahkannya keatas dipan, "aku tidak tau dia akan mengingat kisah kecil itu dan menuliskannya lagi sebagai surat untukmu, kalau dari penggalan kisah terakhirnya kurasa itu adalah kisah pertemuan pertama kalian, sungguh anak yang manis," ucap ayahanda Shafa sambil mengelus rambut putrinya yang menangis terisak-isak dipelukan ibunya, "udah ya Shafa, jangan menangis, ibu disini nak," hibur ibunya yang menemani putrinya menangis sampai tertidur pulas menyisakan sang ayah yang tersenyum haru melihat istri dan putrinya akhirnya tidur bersama lagi, tak berapa lama dia kecup kening keduanya dan meninggalkan mereka tidur berdua dikamar dan mematikan lampu, "maafkan ayah Shafa, semoga Ihsan masih mau menerimamu kelak, ayah tidak tau kalau anak itu mungkin adalah lelaki paling mulia yang bisa didapatkan," pikir sang ayah sambil menutup pintu lalu pergi bercucuran air mata dalam kegelapan malam.