Jum'at 24 mei 2013, "Ihsan, aku berangkat dulu ya, terimakasih untuk latihannya, oiya jaga dirimu baik-baik," ucap Yusuf sambil melambaikan tangannya, "hati-hati juga Yusuf," ucap Ihsan sebelum akhirnya pintu gerbang vimana Yusuf tertutup dan berangkat menuju Manikabuana, "aku harus kembali ke urusanku, kalau aku mau memberikan perdamaian pada wargaku maka aku harus mengurus tempat ini sampai menjadi negara paling kuat, tanpa tandingan baik dari sumber daya alam maupun manusia, serta tata sosial yang terjaga, Yusuf telah berangkat untuk merebut takhta Brahma, berarti Dunia semakin mendekati dharmayudha, aku harus cepat," pikir Ihsan sembari kembali memasuki keratonnya yang nampak sangat sibuk untuk mencapai kejayaan.
Malam hari, bandara Nagendra, Yusuf keluar dari pushpaka vimana miliknya, "hmm serasa nostalgia," ucap Yusuf saat menghirup napas panjang disana sambil berjalan menuju ruang transit dan menurunkan barang-barang bersama dengan rombongannya, "selama aku melakukan pertemuan, aku minta tolong kalian cek toko-toko kita yang ada disini sekalian bantu mereka kalau ada kesusahan," ucap Yusuf, "siap tuan," ucap orang-orang yang dia bawa sebelum mereka berpencar ke segala sisi keluar dari bandara, "hhh jadi kau tidak mau menyapa para karyawan kita ya mas Steve, makanya dari tadi dirimu diam saja disana," ucap Yusuf pada Steve yang sedari tadi duduk menunggu disana, "sebenarnya aku juga mau menyapa mereka, hanya saja kau buru-buru meminta mereka pergi, aku hanya ingin memandangi bandara ini dulu, hampir dua tahun lalu kita terakhir kali beraksi bersama, disini juga tempatnya, kini tak ada Ihsan dan Alim untuk beraksi bersama, hmm kadang aku rindu saat-saat masih sekolah dulu, tak perlu kita peduli tentang apa yang ada di Dunia ini, kita hanya bermain dan belajar bersama, aku rindu saat tindakan-tindakan kita tidak harus dibatasi karena pengaruh kita terlalu kecil untuk dilirik Dunia, aku rindu musholla kecil kita yang sekarang sudah tidak lagi sama, aku rindu bisa mengawasi kalian, adik-adikku," ucap Steve, "kebersamaan kita menang agak renggang setelah masing-masing dari kita mendapatkan banyak amanah oleh Tuhan, kita jadi sibuk dengan urusan masing-masing, jadi lupa kalau kita masih anak-anak," ucap Yusuf, "itu tidak masalah, kita melihat momentum perubahan dan kita menyambutnya, justru itu yang membuat kita menikmati hidup sepenuhnya, oiya aku dengar dari Lintang bahwa dirimu berambisi menjadi Brahma," ucap Steve, "iya mas, aku ingin agar teknologi buatanku diakui Dunia," balas Yusuf, "konsep berpikirmu agak terbalik Yusuf, memimpin itu bukan untuk diakui, tapi untuk orang yang sudah diakui, yang engkau incar sekarang adalah posisi diatas seorang Ishvara, hanya orang yang paling mumpuni saja yang akan mendapatkan amanah itu, kedekatanmu pada Tuhan dan manfaat darimu yang dirasakan banyak orang adalah kuncinya, tambahkan itu dengan pengetahuan, kekuatan dan mentalitas yang sangat besar, semua orang akan berlomba mengejar posisi ini, pada awalnya itu akan menguji kesungguhan sebuah mimpi, semakin lama kau ada dalam perlombaan ini semua orang akan mulai merasakan lelah dan penderitaan, sampai pada akhirnya hanya satu orang yang paling tulus untuk mengabdi saja yang akan bertahan," ucap Steve, "iya mas, aku sudah menyaksikannya sendiri selama melihat Ihsan memimpin, bagaimana dia bekerja dengan terus tersenyum meski aku tau dia menderita," ucap Yusuf, "bagaimana keadaan anak itu, apa kepergian Shafa masih membuatnya sedih," tanya Steve, "iya, kadang aku lihat dia melihati jendela keratonnya yang mengarah ke Garudapura sambil sedikit menitikkan air mata, dia sekarang juga selalu memakai syal merah buatan Shafa atau saat dia mencoba memasak dengan buku catatan resep daru Shafa dan mencobanya sambil senyum-senyum sendiri, kurasa saudara kita itu perlu lebih sering dihibur," ucap Yusuf, "itulah yang mungkin seorang Brahma nanti akan rasakan, sendirian dipuncak, tanpa satupun yang bisa menghiburnya," ucap Steve, "hahaha, aku ada Sekar kok," ucap Yusuf yang hanya mendapatkan tatapan serius dari Steve sebelum akhirnya dua buah vimana kenegaraan datang disana berbarengan menunjukkan kedua Ishvara dari Sahasradwipa dan Panditanagara ditemani oleh para pengawalnya disana.
"Jadi Yusuf juga tidak ikut bersamamu ya Arya, emang kampret anak-anak ini, hei Lintang kalian kenapa sih gak mau menurut saja," ucap Salman dengan ketus, "hehehe, yang penting sampai ke tujuan bukan pak Salman," ucap Lintang dengan santai, "hhh kau juga sama saja Lintang, kalau tadi pagi kau tidak ada di keraton mungkin kau sudah melipir kesini sendirian," ucap Arya, "hahahaha, tau aja pak, untung aku di keraton, kalau tidak kau paling masih sibuk menghisap rokok itu," ucap Lintang, "hmm terserahlah, eh masih ada lagi tidak cerutu seperti yang dibawakan Yusuf kemarin," tanya Arya, "gaada pak, udahlah balik ke yang model arjuna aja, toh itu dijual dipasaran," ucap Lintang, "heeh, kau juga suka cerutu!?, hmm aku suka juga merk bharata dari kailash ini, aku suka yang seri drupadi, lebih lembut," ucap Salman, "hmm seleramu itu ya, aku kurang cocok sih, tapi baguslah, kita bisa berbagi nanti," ucap Arya saat akhirnya tiba diruang tunggu bandara bersama orang-orang dan melihat Yusuf dan Steve sedang ada disana menunggu mereka, "anak-anak ini, hoi kenapa kalian suka langsungan gitu sih," tanya Salman dengan geram, "sudahlah pak, mereka sampai duluan juga kok," ucap Arya menenangkan Salman, "lebih baik kita segera menuju istana giok sekarang, kita harus bersiap disana," ucap Sekar dari belakang sembari melirik Yusuf dengan tajam yang membuat Yusuf sedikit lebih serius, "jangan terlalu kasar padanya Sekar," ucap Zahra sambil menepuk pundak Sekar, "gak ngunu mbak, mereka berlima emang kebanyakan ide," balas Sekar, "setidaknya jangan marahi mereka didepan umum Sekar," ucap Zahra dengan senyuman sinisnya sambil melirik tajam Steve, "maaak, aku juga," gumam Steve, "kukira kau aman mas Steve," balas Yusuf yang dilanjutkan tawa banyak orang yang akhirnya berangkat menuju istana giok.
Beberapa saat kemudian mereka diantar berangkat ke istana giok dengan vimana kecil untuk masing-masing tim, sesampainya disana mereka disuguhkan dengan sebuah istana merah berhias banyak sekali tanaman bonsai dan juga ukiran-ukiran dan tiang dari batu giok dengan posisi melayang di angkasa, "arsitektur yang unik, bisa jadi inspirasi kita nih Steve," ucap Iqbal, "itu kalau ada orang yang cukup kaya dan cukup gila untuk membuatnya, istana dibangun dengan sebuah fungsi dan masyarakat biasa mungkin tidak akan sebutuh itu untuk membangunnya," balas Steve, "namanya aja inspirasi, hei Gibran, mau bantu memotret arsitektur disini tidak!?, buat inspirasi nih," ucap Iqbal, "santai mas, aku baru saja akan melakukannya, tapi nanti setelah ketemuan," balas Gibran, "inilah dia, istana giok, tempat yang akan jadi saksi perubahan Dunia, tempat akan diputuskannya cara memilih seorang Brahma," pikir Yusuf sambil terus menatap istana giok dihadapannya dan berjalan masuk bersama rombongan itu.