Minggu, 2 juni 2013, dini hari, "bagaimana caranya kau bisa merelakan wargamu untuk strategi, kau kejam Yusuf," tegur Sekar pagi itu setelah mendengar kabar kehancuran balai kota pertama mereka, "ini kompetisi Sekar, kau tak bisa menang tanpa strategi, demi kemajuan kita harus mengerti tentang pengorbanan," balas Yusuf dengan serius sambil terus melakukan ekspansi wilayah ke berbagai penjuru dan juga menyusun bintang-bintang dilangit, "apa maksudmu kompetisi lebih penting dari nyawa manusia!?, mereka bahkan tidak tau bahwa ini adalah kompetisi, mereka hanya mau hidup," ucap Sekar sambil meletakkan makanan ke meja Yusuf, "diamlah Sekar, coba pikirkan dengan akalmu, betapa besarnya hasil pengorbanan mereka dan kenapa mereka mau berkorban, kenapa kau begitu naif," bentak Yusuf, "aku tidak naif Yusuf, kau tau, kau bisa bilang aku naif dan aku tidak peduli, setidaknya kenaifanku adalah bukti bahwa aku punya perasaan, bukti bahwa aku masih tidak terbakar ambisi," keluh Sekar yang kemudian berjalan pergi dengan tangisan pilu diwajahnya, "seharusnya aku tau, mengajak wanita ke kompetisi ini adalah hal yang agak beresiko," gumam Yusuf yang masih terlihat kesal, "Suf, kalau situasi sudah tenang minta maaf saja padanya, sudah sewajarnya bagi seorang wanita untuk lebih menghargai kehidupan daripada kita, mereka nanti yang akan jadi cahaya yang menyinari kegelapan dihati kita," ucap Gibran, "iya, itu urusan nanti, saat ini aku harus fokus ke pembangunan dulu," ucap Yusuf sambil berjalan menuju bengkel untuk membuat beberapa penyesuaian.
Beberapa saat kemudian Yusuf mencoba menemui Sekar yang terlihat sedang berusaha menenangkan diri didepan danau, "Sekar, apa yang kau lakukan disana," tanya Yusuf, "bermain dengan angsa," jawab Sekar yang masih terdengar murung, "apa engkau masih marah dengan keputusanku!?, lalu bagaimana caramu menyelesaikannya," tanya Yusuf sembari memanggil angsanya sendiri untuk dia beri makan, "Yusuf, kenapa kau harus bermain dengan hal yang tidak seperti dirimu, ini bukan caramu membangun sebuah wilayah seperti yang biasa kulihat, dari mana kau mempelajari metode brutal ini, Ihsan lagi!?, kan gak semuanya harus kau tiru," keluh Sekar, "mau bagaimana lagi, caranya membangun sangatlah efektif, bukankah engkau melihatnya sendiri, bahkan wilayahnya kini sudah menjadi negara yang sangat ditakuti," ucap Yusuf, "tapi Yusuf, karakteristik yang kau miliki dan yang dia miliki berbeda, kalau engkau tiru semua langkah yang Ihsan lakukan maka hasilnya juga tidak akan maksimal, lagipula aku tidak suka cara seperti itu, memangnya kau tidak menyaksikan bagaimana diriku mengubah cara kerja kelompok vishkanya, mereka sekarang juga jadi lebih efektif untuk bekerja, aku memang akui bahwa negeri Ihsan berkembang dengan sangat cepat, tapi kau juga harus lihat berapa banyak darah yang ditumpahkan di negeri itu setiap harinya, disana adalah wilayah kompetisi absolut dengan orang-orang yang memang sedari awal juga cukup brutal, mirip dengan Ihsan itu sendiri, kau boleh menjadikannya inspirasi tapi tidak untuk kau tiru sepenuhnya, kau harusnya punya gayamu sendiri, kau harusnya berkembang dengan jalanmu sendiri bukan dengan jalan orang lain," ucap Sekar, "jalanku sendiri ya, aku tidak yakin itu akan berhasil Sekar, mana bisa orang-orang ini meniru seluruh teknologi yang ada diotakku," ucap Yusuf, "mereka memang takkan bisa menirumu, tapi kalau dirimu pikir kalau mereka tak bisa membantumu mengembangkan teknologi maka dirimu salah, semua manusia akan berusaha saling membantu mencapai kemajuan bersama, lepaskan saja semua potensi dan pemikiran yang kau miliki dan berkembanglah lebih jauh, jangan terobsesi dengan cara berpikir orang lain, lepaskan saja dirimu dari semua ilusi bahwa tak ada yang sanggup mengikutimu dan teruslah belajar dan berkreasi semaksimal mungkin sampai semua orang bisa kau pahami dan memahamimu," ucap Sekar saat Yusuf mengangguk pelan sambil turut duduk disamping Sekar dan memandangi wajahnya, "benarkah seperti itu, apa itu yang membuatku tertinggal selama ini, lalu jalan macam apa yang harus kususuri," pikir Yusuf dengan tenang menatap awan-awan yang terus berubah bentuk dilangit.
Malam harinya Yusuf terlihat sedang merenung diatas teratai sambil mencoba meningkatkan kendalinya atas penggunaan elemen-elemen alam hanya dengan pikirannya, "apa benar jalanku selama ini salah, apa sebenarnya yang dicari oleh Ihsan selama ini, kenapa dia begitu kuat, aku tidak mengerti, apa yang membuatnya berbeda dariku, kenapa jalan yang dia tempuh terlihat sangat bagus namun ketika kulewati jalan yang sama aku tidak merasa bisa berkembang pesat sepertinya, bukankah harusnya hasilnya sama, apa yang membuat dia mendapatkan hasil lebih baik dariku, apa, atau mungkin aku bertindak semampuku saja seperti kata Sekar, aku harus menjalani hidup sesuai dengan versi terbaikku, versi yang membuatku paling cepat berkembang, tapi apa ya, yang kutau hanyalah industrialisasi teknologi, apa itu cocok untuk perkembangan, tapi jujur saja aku juga kurang bisa menerima metode brutal saat ini, mungkin aku harus mencoba metode yang membuatku nyaman dan memaksimalkan dengan usahaku, mungkin itu yang akan membuatku tenang, tapi apa mereka bisa," pikir Yusuf sambil menatap balai warganya dari kejauhan dan melihat pembangunan sudah sangat kompleks yang membuatnya tersenyum senang, "mungkin mereka bisa, aku terlalu menganggap remeh mereka saja," gumam Yusuf yang mulai memahami potensi sebenarnya dari dirinya dan pengikutnya lalu segera berjalan kesana.
Begitu sampai disana Yusuf segera memulai kembali pekerjaannya dengan riang, "huh!?, kamu kenapa Suf, bukannya tadi pagi dirimu murung," tanya Sekar, "entahlah, aku hanya merasa lebih lega saja, terimakasih ya Sekar," balas Yusuf, "hah!?, kenapa tiba-tiba berterimakasih," pikir Sekar yang tanpa sadar mulai merona pipinya, "baiklah, mulai sekarang kita akan membuat semua percatatan informasi agar penyebaran keilmuan berlangsung lebih cepat, pastikan juga energi, pangan dan obat-obatan diurus dengan baik, kita akan berbenah dan membuat dunia maju yang beraktivitas 24 jam penuh, oiya Sekar, maksimalkan keamanan kita ya dan Gibran, tolong buatkan sistem pengawasan yang baik ya, kita akan genjot jalur transportasi kita," ucap Yusuf, "ahahaha, akhirnya kau bertindak seperti dirimu yang kukenal lagi, kau mau buat Dunia siber kan," ucap Gibran, "ya, aku mohon bantuannya," ucap Yusuf, "wohoo, dengan senang hati," balas Gibran sambil meluncurkan dronenya kelangit membuat berbagai pengawasan untuk pekerjaan selanjutnya, "kenapa tiba-tiba dirimu berubah begini Yusuf, apa yang tiba-tiba masuk ke pikiranmu," tanya Sekar, "kau benar Sekar, aku terlalu berusaha menjadi orang lain dan lupa kalau mereka hanya inspirasi dan bukan gambaran diri kita sebenarnya, aku akan menjadi diriku sendiri, Dunia kompetitif tidaklah cocok denganku, aku lebih suka Dunia yang tertata dengan efektivitas kerja tinggi, dengan mengikuti orang lain aku takkan banyak mengubah Dunia, tapi jika aku berjalan di jalurku sendiri maka sekecil apapun langkahku maka itu tetaplah sebuah perubahan," ucap Yusuf dengan gembira pada Sekar yang saat itu juga berbunga-bunga.