Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #117

Caturmukha

Beberapa saat kemudian pada dini hari, istana giok dipenuhi derap langkah prajurit, "nampaknya sudah waktunya bagi kami untuk pergi dari sini, selamat tinggal Yusuf, jaga dirimu baik-baik ya Shafa," ucap Ihsan sambil mengecup kening Shafa lalu berjalan pergi menuju lembunya, "hati-hati juga Ihsan," ucap Yusuf sambil melambaikan tangannya sementara Shafa hanya melambaikan tangannya dengan pelan sambil menahan air matanya, "sampai jumpa lagi Yusuf," ucap Alim sembari berjalan pergi bersama Shifa menuju burung hantu milik mereka, "sudah kuduga menggunakan lembu itu akan membuat kita mudah terdeteksi, kenapa tak mau pakai burung hantu ini juga sih Ihsan," tanya Alim, "wahahaha, biarkan saja, kalau begini kan jadi seru," ucap Ihsan sembari memacu lembunya yang segera melesat ke angkasa diikuti dengan burung hantu yang dinaiki Alim dan Shifa. "Hmm akhirnya mereka pergi juga, siapa sangka aku dan dua orang itu akan berpisah jauh setelah sekian lama tinggal di satu atap musholla kecil disebuah kampung yang dulunya bukan apa-apa, kini semua orang mungkin takkan mempercayai kisah itu, tapi itu bukanlah sebuah masalah, kita hanya harus tetap berjalan maju, manusia tidak membutuhkan motivasi saja, tapi juga bukti dan uluran tangan untuk mencapai mimpinya, mimpi-mimpi yang mulia itu," pikir Yusuf sembari menatap saudara-saudaranya pergi dari situ, "Yusuf, barusan sepertinya ada orang disini, dimana mereka sekarang," tanya Arya yang baru saja tiba disana, "mereka ya, mereka tak pernah jadi penyusup di mataku, mereka hanya saudara-saudaraku yang kusayang, daripada itu lebih baik kita luncurkan dulu proyek saptarshi ini," ucap Yusuf sambil tersenyum tenang, "mereka datang juga rupanya, pantas saja wajah Tripura Sundari begitu cerah pagi ini," ucap Steve sambil berjalan menuju program Yusuf, "hmm sudah selesai rupanya, sistem unggah dan verifikasi ya, menarik," ucap Steve, "fitur apa ini Yusuf, ansh!?, kayaknya unik," tanya Lintang, "itu fitur yang kami kembangkan tadi malam, setiap orang berhak untuk membuat dan mengunggah kecerdasan buatan masing-masing kedalam sistem, tentunya mereka akan saling belajar dan saling memberikan informasi, hal ini akan diverifikasi oleh pihak yang lebih ahli, nantinya kecerdasan buatan individual ini akan dikumpulkan informasinya untuk dijadikan satu dalam sebuah koneksi superintelegensi makro, ini akan menjadi sebuah gebrakan untuk menjawab banyak sekali masalah keilmuan yang ada, sebuah sistem yang berdiskusi dengan dirinya sendiri dengan semua susunan informasi yang ada dan membuatnya menjadi susunan informasi yang unik pada setiap model kecerdasan buatan, nanti orang-orang bisa memilih mana informasi yang dibutuhkan untuk kehidupan mereka, kita juga bisa mendapatkan penyajian informasi semenarik mungkin dengan banyaknya masukan kreatif dari para pengguna," jelas Yusuf, "bagus sih idemu ini," ucap Lintang, "tapi dengan begitu, informasi kita akan bocor semua dan mereka juga bisa membuat teknologi yang serupa," ucap Sandi, "itu tidak bisa dihindari, sekarang kita harus berlomba juga dengan pesaing kita kalau kita ingin maju, karena itulah aku ingin kalian semua berkontribusi untuk mengembangkan hal ini," ucap Yusuf, "ini usahaku untuk berkontribusi untuk kemajuan, aku takkan sanggup mengimbangi kontribusi kalian berdua Ihsan, Alim, tapi setidaknya aku akan berusaha yang terbaik untuk melakukannya," pikir Yusuf sembari memulai untuk peluncuran satelit pertamanya.

Beberapa waktu kemudian di siang hari, "hmm sayapnya sudah, suplai energi menggunakan sel surya dan baterai kontinu, ini akan membawanya ke orbit dalam waktu tidak lama, hmm ada empat buah juga, cocoklah untuk empat penjuru mata angin, segera aktifkan," ucap Yusuf sambil menekan tombol untuk aktivasi salah satu drone satelit diikuti oleh Steve, Lintang dan Sandi yang juga meluncurkan satu satelit, "hahaha era perubahan sudah dimulai, selanjutnya kita akan cari cara untuk memaksimalkan surplus energi dari lingga yoni yang ditanam dalam tanah," ucap Yusuf, "itu agak sulit Yusuf, kau bukanlah penemu lingga yoni, peningkatan serinya bukan ada padamu," ucap Sandi, "hmm tuan Sandi, orang yang kau bilang asing itu adalah saudara bagi kami, dia memberikan izin penggunaan semua teknologinya, jadi kita juga tidak merahasiakan teknologi yang kita kembangkan darinya, kecuali ada campur tangan orang lain, itu baru agak berbeda, nanti informasi yang kita kumpulkan disini juga akan dirahasiakan dari pihak mereka," jelas Steve, "kalau begitu percaya pada kalian adalah hal yang berbahaya, kalian pasti akan membocorkan semuanya," ucap Sandi, "kami paham juga situasinya disini, ngapain juga kami membocorkan informasi kita pada mereka, tenanglah mas, kau bisa mempercayai kami," ucap Lintang, "kehidupan orang banyak lebih penting daripada sekadar persaudaraan bukan?, aku juga setuju dengan hal itu," ucap Yusuf lirih, "lalu setelah ini apa yang akan kita lakukan," tanya Gibran, "tentu saja kita akan mulai mengunggah ansh kita, perlombaan sudah dimulai," ucap Yusuf penuh percaya diri.

Malam harinya Yusuf terlihat mengemasi barangnya di istana giok, berniat untuk pulang, "jadi kita akan pulang dulu sekarang Yusuf," tanya Sekar pada Yusuf, "benar sekali, hmm kau ingin ke Padmaksetra sebentar kah Sekar!?," tanya Yusuf, "boleh sih, lagipula nantinya kita akan tinggal disitu," balas Sekar sembari merapikan rambutnya, "wohoo, baguslah, ayo kita berangkat," ucap Yusuf kegirangan, "kuajak orang tua kita juga ya, mumpung mereka juga kesini," ucap Sekar, "iya, aku juga berniat mengajak mereka," ucap Yusuf yang kemudian selesai berkemas dan berangkat menuju vimana mereka.

Sesampainya di vimana, ayah dan ibu Yusuf sudah ada disana, "hahaha, putraku sudah jadi sehebat ini rupanya," ucap ayah Yusuf, "kau benar pak Basri, selama pertandingan dia terus bertarung dan mengeliminasi para Ishvara satu persatu," timpal Roni, "top lah, sini boi," ucap pak Basri pada anaknya yang segera datang kepadanya memeluk ayahandanya, "aku mungkin akan jarang bertemu kalian ayah, ibu, maaf ya sudah merepotkan kalian selama ini," ucap Yusuf, "le, kamu sudah besar sekarang, kami bersyukur punya anak sepertimu, siapa sangka dari lumpur keruh seperti kami bisa tumbuh seroja yang indah seperti dirimu," ucap ibunda Yusuf, "Kita manusia memang terbuat dari tanah liat yang hitam, tapi kalau yang membuatnya Tuhan maka terserah Dia mau menjadikan tanah itu seperti apa, pada akhirnya dimata Tuhan kita itu sama saja, boneka tanah yang hidup, hmm daripada itu ayo kita ke Padmaksetra, pusat aliansi Brahmanda nanti," ucap Yusuf berseri-seri, "baiklah nak, ayah ingin lihat, memangnya seperti apa keratonmu nanti," ucap Basri, "kalian juga boleh tinggal kalau mau," ucap Yusuf yang segera menerima penolakan dari ayahnya, "tidak nak, kami sudah nyaman dengan rumah kami sekarang, sebesar apapun istanamu nanti, semewah apapun tempatmu tinggal nanti, tetap saja tidak akan bisa menggantikan memori berharga kami dirumah kecil tempatmu dilahirkan, kami akan pulang ke Ngalam menghabiskan waktu disana bersama," ucap Basri diikuti anggukan ibunda Yusuf, "tapi!?," gumam Yusuf, "tak ada tapi nak, dengarkan ayahmu ini, suatu hari engkau juga akan merasakannya, sebuah keinginan untuk menetap dengan orang yang engkau cintai, hidup bersama menjalani suka duka Dunia, berbagi cerita kehidupan bersama lalu merawat anak sampai akhirnya tua dan mati, kau masih punya banyak mimpi putraku, maka kejarlah, ayahmu ini sudah selesai dengan mimpinya, ibumu adalah mimpi terakhir yang ayah wujudkan dan engkau hadiahnya, sekarang ayo naik, kita akan segera berangkat melihat-lihat seperti apa rumahmu nanti," ucap Basri sambil mengemasi barang-barang untuk akhirnya berangkat ke Padmaksetra.

Sesampainya di Padmaksetra mereka segera menuju istana Yusuf, "keraton yang indah," ucap Basri, "ini istana Mahapadma, lihat saja tanaman-tanaman seroja besar itu, itu namanya mahapadma ayah, tumbuhan khusus yang meningkatkan produktifitas makhluk hidup disekitar sini dengan syarat pengambilan energi kehidupan dalam jumlah sangat masif secara konstan selama seminggu lalu setelah itu baru bisa mengamplifikasi energi kehidupan dalam jarak yang tidak ditentukan, tapi kurasa cukup untuk mengisi banyak sekali energi," jelas Yusuf, "hmm menarik, ayah dan ibu jalan-jalan dulu ya, eh pak Roni ayo ikutan," ucap pak Basri sembari menarik tangan Roni meninggalkan Yusuf dan Sekar berdua menatap istana putih dengan kubah marmer dan pintu dari kayu cendana, namun kesedihan diwajah Yusuf tak bisa disembunyikan, "kau kenapa Yusuf," tanya Sekar sambil menepuk pundak Yusuf, "tua dan mati, mimpi yang berakhir, kenapa ayah mengatakan itu, apakah untuk dewasa semua orang mulai harus merasakan kehilangan dan berjumpa dengan orang-orang baru dalam hidupnya, apakah aku siap untuk itu Sekar," tanya Yusuf yang mulai meneteskan air matanya, "bintang membakar dirinya sendiri untuk menghasilkan cahaya, itulah contoh dari pahitnya Dunia, seperti itu juga kita manusia akan merasakan pahitnya Dunia dengan kehilangan orang-orang yang dia sayangi dan bahkan senyumannya sendiri untuk menebar manfaat bagi sesama, sedih memang rasanya, tapi dari keringat, air mata dan darah itulah anak-anak akan tumbuh, menggantikan orang tuanya, mereka sudah pernah melakukannya dan kita akan meneruskannya, pahit memang, tapi begitulah Dunia, nikmati saja semua ini Yusuf, kita akan merasakan kebahagiaan hakiki nanti di surga, tapi kita harus berusaha menggapainya dan menunggu waktunya, yang sabar ya, aku akan menemanimu," ucap Sekar, "terimakasih sudah mengingatkanku, terimakasih sudah mau menemaniku, jalan ini takkan mudah, tidak pula menyenangkan, kuharap engkau juga sanggup bersabar," ucap Yusuf, "wahai engkau yang sanggup menyembunyikan perasaan sedihmu, yang mengerti kapan kau menggunakan amarahmu, yang tau kapan untuk menunjukkan rasa penasaranmu dan orang yang selalu bisa menunjukkan tawamu, aku akan selalu menyukai keempat wajahmu itu wahai manusia yang mulia, tunjukkan keempat wajahmu diwaktu yang tepat pada orang yang tepat wahai Caturmukha, jadi sekarang, sembunyikan dulu rasa sedihmu, simpan untuk nanti, saat engkau sedang berdua denganku, sekarang ayo berkeliling," ucap Sekar yang beranjak dari situ menarik tangan Yusuf untuk berkeliling, "baiklah Sekar, aku paham," pikir Yusuf yang mulai tersenyum sambil berlarian mengelilingi istana barunya bersama Sekar untuk melihat-lihat.

Lihat selengkapnya