Di sebuah restoran yang sibuk, Yasha dan Rizal terlihat sedang bersantai sembari makan beberapa hidangan setempat, "wuhuu sate cuminya sudah sampai, aku makan dulu mas Rizal," ucap Yasha sembari menyantap hidangan itu dengan lahap, "iya Yasha, eh tuan, kalau boleh tau apa disini juga dilaksanakan samudra manthana," tanya Rizal sambil berdiri menuju seorang pelayan, "benar tuan, ada prosesi samudra manthana di planet ini karena indeks kehidupannya sudah memenuhi, ada apa memangnya," tanya pelayan itu, "aku hanya penasaran dengan itu, kurasa daerah jalur dagang antara Devaloka dan Ashoka sangat subur baru-baru ini," ucap Rizal, "itu benar tuan, itu karena Narayana sedang gencar-gencarnya membangun wilayah agraris disekitar sini, kami jadi sangat terbantu dengan itu, ada apa memangnya," tanya pelayan tadi, "owh Narayana ya, kalau boleh tau dimana dia sekarang," tanya Rizal, "kami tidak tau pastinya tapi dia dan pasukannya berkelana disekitar jalur dagang ini," jawab si pelayan, "ahh begitu ya, terimakasih tuan," ucap Rizal, "sama-sama tuan," balas si pelayan. Merasa bahwa informasi yang dia butuhkan sudah dia dapatkan Rizal segera kembali duduk berniat untuk melakukan pergerakan selanjutnya.
Sementara itu Alim sedang berkebun di sebuah ladang miliknya, "Alim, kau mengerjakan ladang sendirian lagi, kenapa sih!?," tanya Shifa sambil membawakan handuk dan ubi bakar, "hmm terimakasih Shifa," ucap Alim sambil terus memakan ubi bakarnya, "sebentar lagi hujan, ayo masuk, yang lain sudah ada didalam," ucap Shifa, "sebentar ya, hampir selesai," ucap Alim sambil menghabiskan ubi bakarnya lalu segera melanjutkan pekerjaannya meski gemuruh petir mulai menyambar-nyambar di langit, "akan kutemani dirimu sampai selesai," ucap Shifa sambil mulai mengambil bibit dan mulai menanamnya, saat itu gerimis mulai turun dan semakin deras, "terimakasih," balas Alim saat hujan deras mulai menerpa mereka namun keduanya terus berjalan untuk menanam, tak mempedulikan hujan deras yang menerpa mereka.
Tak lama kemudian mereka selesai dengan satu ladang dan bersiap dengan ladang lainnya, Shifa sudah menyiapkan bibit dan Alim menyiapkan bajaknya untuk menggemburkan ladang, "hmm kalau aku menggemburkan ladang dengan cara ini bakalan kurang seru, hehe aku buat main lumpur ajalah biar agak seru, mumpung ada temannya juga," pikir Alim sambil menatap Shifa lalu melemparkan lumpur yang tepat mengenai muka sang putri, "hahaha, itu make up yang bagus untukmu putri," ejek Alim yang membuat Shifa semakin geram, "kau malah main-main, kau tau ini badai kan, grrrrh, kenapa tiba-tiba main lumpur sih," balas Shifa sambil melemparkan lumpur kearah Alim lalu melesat kearahnya, "eh!?, kok malah marah," pikir Alim sembari menghindari Shifa yang terus menyerangnya sampai akhirnya ladang mereka cukup gembur karena hentakan keras kaki mereka yang melumat tanah disana, "hihihi, selesai juga pekerjaan ini," ucap Alim saat tiba-tiba Shifa melempar mukanya dengan bola lumpur, "heeeh udah selesai Shifa, gausah diterusin," ucap Alim yang masih menyeringai bahagia, "kau sih, ngapain coba bikin pakaianku kotor, aku sedang bantuin kau lho ini," teriak Shifa, "iya-iya maaf, biar seru aja menggemburkan tanahnya Shifa, daripada cuma menggunakan bajak mending begini," ucap Alim, "hhh terus gimana ini bersihinnya, ini noda lumpur loh, mana ini dari kain satin pula," ucap Shifa, "tinggal dicuci aja toh, bukannya kain satin malah lebih mudah dicuci, kan dia anti air toh, eh," ucap Alim, "nggak anti lumpur Alim, hmmmhhhh," rengek Shifa, "owh iya, aku lupa, eee kita beli lagi ya," ucap Alim, "masih bisa kubersihkan kok, kita tanam dulu bibitnya, aku ganti baju dulu," ucap Shifa sembari masuk kedalam untuk mengganti kebaya dan sarungnya saat Alim meneruskan untuk menanam bibit padinya sampai selesai lalu pulang menuju gubuknya.
Sesampainya di gubuk, Alim beristirahat sejenak menyantap nasi jagung dan belut asap buatan Shifa, "ini kecap asinnya," ucap Shifa, "hoo terimakasih, hmm kau nampak cantik dengan baju sederhana seperti itu," ucap Alim, "terimakasih lho, eh penjualan padinya sudah meningkat lagi, kalau permintaannya sekencang ini apa yang akan kau lakukan untuk terus berinovasi," ucap Shifa, "aku sedang membuat bahan konstruksi yang bisa menghasilkan udara bersih, ini berdasarkan material nano yang kudapatkan dari Ihsan, lingga yoni versi konstruksi itu sangat inovatif, konsep sinerginya bisa membuat banyak sekali bangunan yang bisa terus ditumbuhkan dan bahkan menghasilkan energi hanya dari kegiatan orang-orang, nah aku memanfaatkan surplus energinya untuk memproduksi udara bersih, elemen diyupita yang akan menggantikan peran pohon dalam kehidupan kota, memungkinkan kita untuk membangun kota tanpa adanya hambatan dari masalah polusi, masalahnya adalah elemen diyupita sangat mudah terbakar sehingga aku harus paham regulasi udaranya," jelas Alim, "kota tanpa polusi ya, pembangunan tanpa henti, bioteknologi yang unik, tapi bukankah dengan begitu maka orang-orang di kota tidak akan mau pindah ke desa untuk mengelola lahan," tanya Shifa, "itu bukanlah masalah, teknologi ini juga akan memungkinkan mereka untuk mengerjakan lahan dengan drone, meski harus kuakui, kalau mereka ingin sukses mereka tetaplah harus ke desa untuk bisa mengelola lahan dengan maksimal, itu adalah tugas kita untuk mengedukasi mereka dan mungkin mempekerjakan mereka untuk mau dipindahkan ke desa," ucap Alim yang baru saja selesai makan, "kalau komoditas tertentu seperti tanaman ajaib, mau kau kembangkan dengan cara apa," tanya Shifa, "itu tergantung tanamannya, sejauh ini masih belum bisa diperjualbelikan selain dari lelang, karena juga untuk melindungi barangnya, memberikan harga tertentu hanya akan membuat tanaman ajaib itu dieksploitasi berlebihan," ucap Alim, "hoo begitu," balas Shifa yang baru menghabiskan makanannya kemudian mengambilkan sup tahu dan menuangkan teh untuk Alim.
Disaat yang damai itu Bagas tiba dengan membawa peralatan tempurnya, "Alim, ada dua orang yang berkeliaran di wilayah jalur dagang kita, nampaknya mereka mencarimu," ucap Bagas, "kurasa mereka orang-orang dari kelompok Maharsi, ini pertanda baik, Narendra sudah mengirimkan orang kepercayaannya untuk memburuku, ini berarti kita sudah mulai membuatnya panik, kita harus siapkan militer dengan segera untuk mengepung taman Ashokavatika," ucap Alim, "aku akan segera melakukannya, kau juga harus bersembunyi, kita tidak boleh menimbulkan kegaduhan disaat seperti ini," balas Bagas yang segera beranjak dari tempat itu, "hati-hati juga Bagas, lawan kita kali ini sangat berbahaya, aku juga akan berpindah sebentar lagi," ucap Alim sambil menyiapkan barangnya untuk pergi dari tempat itu diikuti dengan anggukan kecil dari Bagas yang segera melesat kembali ke vimananya untuk pergi, "kau sudah dengar itu Shifa, kita harus berpindah lagi," ucap Alim, "tidakkah dirimu yakin bisa mengalahkan mereka," tanya Shifa, "asalkan bukan Prajapati atau Narendra aku yakin bisa melakukannya, masalahnya adalah ini akan membuat panik warga dan mengacaukan rencana kita dan kita tidak tau siapa kedua orang ini," ucap Alim meyakinkan Shifa untuk pergi.
Malam harinya mereka sudah bersiap dan akan berangkat dengan vimana, namun tanpa mereka sangka sebuah tembakan elemen nuklir menerobos angkasa menuju mereka berdua, Alim dengan sigap segera melindungi Shifa dan menetralkan serangan tadi meski jejak radioaktif masih tersisa diudara, "jadi itu teknik janardana, kendali yang luar biasa terhadap efek kehancuran yang dihasilkan," ucap seseorang yang melayang diudara dengan robot burungnya, "main petak umpetnya sudah selesai Narayana, kau ada dalam genggaman kami sekarang," ucap temannya, "aku sudah mendengar tentang kalian dari saudara-saudaraku, Yasha dan Rizal ya, mungkin kalianlah penyebab pikiran Yusuf jadi sepanik ini, sehingga berpikir untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi," ucap Alim, "hhh spekulasimu itu terlalu liar, itu keputusannya sendiri untuk menggunakan manusia sebagai experimen, kenapa malah menyalahkan kami," balas Yasha, "sebelumnya aku tak mau membuat keributan dan mengacaukan rencanaku, tapi berhubung kalian yang datang, aku akan memberikan sedikit perlakuan spesial," ucap Alim sambil mengepalkan tinjunya dan menyalakan naranetranya, siap untuk bertarung.