"Dunia adalah tempat manusia untuk menunjukkan manfaatnya, sekecil apapun itu, tak ada sedikitpun waktu untuk menunggu, aku harus membuka mataku, keluar dari kamarku dan membawa setidaknya sedikit kontribusi," pikir Ihsan yang baru bangun dari kamarnya dan segera berganti baju lalu membuka gerbang dan keluar dari kamarnya saat belum ada satupun orang yang terbangun disana. Saat itu Ihsan melangkahkan kakinya menuju pemandian untuk membersihkan tubuhnya sambil mengetuk pintu-pintu kamar yang dilewatinya untuk membangunkan mereka.
Ayam berkokok tak lama setelah itu dan membangunkan sisa warga keraton yang segera merapikan tempat itu. Saat itu Ihsan sedang bersila di mihrab sembari membaca kitab suci lalu perlahan menyalin dan menuliskan artinya ditemani segelas air hangat dan diterangi cahaya rembulan. "Prabhu, maaf aku terlambat bangun lagi, kau pagi sekali bangunnya," ucap Anas dengan tergesa-gesa menuju mihrab yang ditempati Ihsan saat itu. "Gapapa kok pak Anas, hmm gimana dengan pengiriman barang dagangan kita," tanya Ihsan. "Semuanya baik-baik saja Prabhu, palingan kami harus menenggelamkan beberapa kapal perompak yang menyerang," ucap Anas. "Yasudah, gimana dapur apakah sudah berjalan," tanya Ihsan. "Sudah Prabhu, saat ini Rani Shafa sedang ada disana untuk membuatkan sahur bersama kita," ucap Anas. "Baiklah, terimakasih laporannya pak Anas, hmm baju-baju untuk hari raya kita bagaimana," tanya Ihsan. "Hmm itu sudah diurus sama pak Riki, saya akan segera hubungi," ucap Anas. "Baguslah, aku akan menuju ruang makan setelah ini," ucap Ihsan sembari meneruskan tulisannya. "Baiklah Prabhu, saya pergi dulu ya," ucap Anas. "Monggo pak, saya menyusul ya," ucap Ihsan dengan senyuman kecil sambil menyelesaikan tulisannya.
Tak berapa lama Ihsan memasuki ruang makan untuk sahur sembari turut membantu menyiapkan sebentar makan sahur di keraton saat itu. "Apa itu yang kau pegang Ihsan, tak biasanya kau mencatat diatas kertas," tanya Shafa saat melihat setumpuk kertas yang dibawa oleh Ihsan. "Ini tafsir kitab suci untuk kerajaan dari ilmu yang kupelajari selama ini, belum lengkap sih, baru surah kedua ayat ke 96," ucap Ihsan sembari membagikan piring makanan. "Bisa kau bacakan intinya saja untukku," pinta Shafa sembari menggoyangkan tangan Ihsan. "Setelah makan ya, baunya enak banget, kamu baca dulu sambil sahur boleh kok, kalau ada yang bingung kamu boleh tanyakan padaku, aku coba jawab semampuku," ucap Ihsan sembari mempersiapkan piring makannya. "Baiklah, akan ku baca sambil makan, kamu mau makan apa," tanya Shafa. "Apapun yang kau makan Shafa," ucap Ihsan sembari memberikan piringnya pada Shafa. "Baiklah ku ambilkan dulu," ucap Shafa sembari mengambilkan sahur untuk Ihsan lalu untuk dirinya sendiri sebelum akhirnya mereka semua makan bersama.
Seusai makan, Ihsan beribadah shubuh bersama warga keraton sebelum akhirnya menuju ruang kerja untuk menyelesaikan administrasi wilayahnya saat tiba-tiba Fira mengagetkannya dengan tiba-tiba masuk ke ruangannya. "Hehe ngapain mas," tanya Fira. "Hmm mas lagi ngerjain tugas sebentar dek, jangan diganggu dulu ya, main sama mbak Shafa dulu," ucap Ihsan. "Hih apasih mas, gak asik ah, hmm coba tahan ini," ucap Fira sembari membuat tembakan angin ribut disana, melihat hal itu Ihsan segera menghentikan angin buatan Fira dengan pikirannya. "Dek Fira, jangan ganggu mas dulu ya, tolong," pinta Ihsan sembari merapikan dokumennya. "Hilih, selalu aja gitu, sok sibuk, lihat apa yang diajarkan mbak Shafa padaku," ucap Fira sembari membuat panah api dengan kedua tangannya yang begitu panas disana. "FIRA!!!!, gunakan mata dan telingamu dengan baik, lihat apa yang kulakukan dan dengarkan perkataanku lalu simpulkan dengan pikiranmu, jangan ganggu aku dulu!!!!," bentak Ihsan sembari menyalakan energinya sehingga adik perempuannya itu terhempas keluar dari ruangnya lalu turut berjalan keluar.
Fira yang terhempas dari ruang kerja Ihsan tergeletak di lorong saat orang-orang disana mulai menolong dirinya yang kesulitan berdiri bahkan kesulitan bernapas karena tekanan energi Ihsan yang luar biasa. "Hah apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba aku diluar, apa yang dilakukan mas Ihsan," pikir Fira saat Ihsan yang geram perlahan mendekat pada adiknya itu. "Apa ini, gelap sekali, mas, aku takut," gumam Fira lirih saat tiba-tiba menyaksikan mata Ihsan yang berkobar-kobar menatapnya. "Tolong jangan ganggu aku saat aku sedang bertugas dek," ucap Ihsan dengan pelan sembari menyembuhkan adiknya dalam sekejap meski bercak darah masih terlihat jelas ditubuh Fira yang masih tak sanggup memahami apa yang terjadi. "Mas, aku kenapa, kenapa tiba-tiba banyak darah, kenapa aku tiba-tiba diluar," tanya Fira yang wajahnya mulai memucat. Melihat hal itu Ihsan menurunkan tekanan energinya dan duduk berlutut didekat Fira. "Main diluar dulu ya dek, mas sedang sibuk," ucap Ihsan dengan senyuman hangat dimana Fira hanya bisa mengangguk pelan. "Antar adikku ke tempat lain ya," pinta Ihsan pada para abdinya sembari kembali ke ruang kerja untuk meneruskan tugasnya sementara Fira dipapah menuju lapangan bermain disana.
Malam harinya Ihsan terduduk merenung berlinang air mata diatas takhta batunya. "Apa yang kulakukan sebenarnya, gimana caranya aku minta maaf pada adikku atas kesalahanku, apa kata bapak dan ibu nanti saat mendengar diriku melakukan hal ini pada adikku sendiri, mereka pasti kecewa denganku, kaisar macam apa aku yang tidak bisa mengontrol emosinya, kan harusnya aku bermain saja dengan adikku dan membuat satu atmasena lagi untuk mengerjakan tugasku, apa susahnya sih sayang keluarga, ahhh kenapa sih," gumam Ihsan lirih dengan air mata yang terlihat jelas mengalir deras melewati pipinya sampai akhirnya segelas kopi panas mengenai punggung tangannya dan saat Ihsan menengok datang Shafa membawa satu nampan pisang goreng yang segera dia letakkan dipinggir Ihsan kemudian Shafa duduk disamping Ihsan. "Ada masalah apa sebenarnya sih sampai dirimu menangis seperti itu," tanya Shafa sembari mencomot pisang goreng dan memakannya kemudian menyeruput kopi miliknya sendiri. "Aku membuat adikku terluka Shafa, apa yang harus kulakukan," ucap Ihsan. "Kenapa bisa begitu, hmm mau pisang goreng gak," tanya Shafa lagi sambil menawarkan pisang goreng pada Ihsan. "Uhh boleh sih, hmm gimana ya jelasinnya, ah repot lah, solusinya gimana Shafa," ucap Ihsan seraya mengambil pisang goreng itu. "Hmm ya minta maaf toh, kasih hadiah kek sama lain kali gausah sering-sering diambil hati, lakukan semuanya dengan bijaksana, jadikan ini pelajaran sayang, aku juga sudah bicara dengan adikmu tadi, nampaknya dia juga merasa bersalah padamu, mulai dulu dengan kata maaf lalu jelaskan semuanya," kata Shafa sambil memegangi tangan Ihsan. "Iya Shafa, terimakasih ya," ucap Ihsan dengan sedikit senyuman diwajahnya. "Terkadang melihatmu dalam keadaan lemah begini membuatku tenang Ihsan, ini bukti bahwa dirimu juga manusia seperti diriku hihi," ucap Shafa dengan tawa kecil terlukis diwajahnya. "Ya tapi jangan sering-sering, kita harus berkembang, berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan menjadi lebih baik seiring waktu," ucap Ihsan sembari tersenyum kecil. "Kau benar oh Sang Hyang Batara Guru, memang begitulah layaknya menjadi manusia," pikir Shafa sembari menyingkirkan nampan pisang goreng dan menyandarkan kepalanya di bahu Ihsan yang menyeruput kopinya saat sorot cahaya rembulan mengguyur mereka berdua yang duduk diatas takhta.