"Tuan Prajapati, tolong pertimbangkan lagi keputusanmu, menghabisi Pashupati bukanlah hal yang bijak, selama ini dialah yang menjadi pusat pergolakan Dunia, kiblat dari para mafia, manusia yang disegani semua orang, membunuhnya hanya akan membawa penyesalan," ucap Alim. "Mungkin engkau tidak percaya dengan perkataan anak ini karena dia adalah saudara dari Ihsan tapi tuanku, selama ini kita mencari perdamaian dengan mengumpulkan kesembilan navagraha dan menjadi negara adidaya dan mencoba membawa perdamaian dengan memaksanya menggunakan kekuatan tapi coba lihat anak yang kau lawan itu, bukankah dia telah membangun apa yang menjadi jalan menuju mimpimu, perhatikan lagi negeri yang dia bangun, dengan itulah dia menjadi pusat bagi Dunia, tuanku, dialah manusia yang mau menerima siapapun yang menginginkan bantuannya dan melawan siapapun yang menentangnya, aku tau dia tak selalu berhasil, aku tau kadang dia ceroboh, tapi bukankah itu kodratnya sebagai manusia, dia tak sempurna sama seperti kita, karena itulah kita semua harus saling mengingatkan, tolong tuanku, jangan ambil keputusan dengan amarahmu, menghabisi Mahadewa hanya akan membawa kekacauan bagi Dunia, kita tidak tau apa yang akan dilakukan para penjahat yang selama ini jadi sedikit lebih tenang saat berjalan bersamanya, kita tidak tau berapa banyak orang yang akan marah pada kita jika kita secara ceroboh menjatuhkan Mahadewa, berapa banyak dendam yang harus kita tanggung karena itu, berapa besar kerugian yang akan terjadi dan berapa banyak kekacauan yang akan lepas kendali, kita tidak menginginkan perang tuanku, jangan gegabah dan mengacaukan semuanya dengan menghabisi Bhairava yang dihormati orang-orang terbuang itu, bagi mereka dia adalah Shangkara yang pengasih," pinta Yudi sambil berlutut pada sang Prajapati. "Aku akan bereskan kekacauan itu nanti, saat ini jangan halangi aku menghabisi pusat dari semua kekacauan ini, akulah yang terkuat, aku yang memutuskan siapa yang akan hidup dan siapa yang akan mati, kalau perang memang harus terjadi maka terjadilah, aku tak mau menundukkan kepalaku pada Pashupati," ucap Gifar yang sudah dibutakan amarah tepat saat Alan dan rombongannya tiba. "Kau benar, kita akan atasi masalah yang ditimbulkan Bhairava nanti, saat ini dia memang harus mati dulu," balas Alan sembari menahan Alim dan Yudi dari berbicara lagi.
Sementara itu ditengah medan tempur. "Trailokya veeramantra Naraka!!!," pekik Veera yang kemudian badannya mulai bermutasi mengeluarkan dua tanduk dan memunculkan dua kepala lagi serta dua pasang tangan lengkap dengan cakar dan semua persenjataan, siap untuk menghabisi Mahadewa. "Maha atmasena," ucap Ihsan yang kemudian matanya menyala dengan terang sambil memunculkan kopian dirinya yang tak terhitung jumlahnya bersiap untuk juga menyerang sang Prajapati. Dengan itu keduanya kembali berhadapan, mata bertemu mata, tinju mereka mulai terangkat, siap untuk saling serang dan napas mereka mendesis bersamaan dengan bergolaknya energi disana.
Serangan akhirnya dibuka oleh Ashura yang melesat kedepan dengan wujud mengerikannya namun Ihsan tak ambil pusing, dia segera membekukan udara saat beberapa dari atmasenanya meluncur kearah angkasa untuk memperbanyak diri sebelum akhirnya menembaki tanah menggunakan astra. "Bajingan ini memang harus mati, dia terlalu berbahaya," gumam Veera sembari menghentakkan kakinya sekaligus menyalurkan sebagian kecil energinya untuk membuat kolam magma yang kemudian menyebar bagai banjir. "Sialan, dia tidak bergeming bahkan dengan astra sebanyak dan sekuat itu," pikir Ihsan sembari membuat sebuah dinding es disekitar tubuhnya untuk menahan panas yang sangat membara dari serangan Veera namun percuma saja, Ashura kembali bangkit karena es buatan Ihsan telah mencair dan akhirnya menyerang Ihsan dalam wujudnya yang kali ini sudah sangat masif.