"Ihsan, kenapa kita sampai melakukan hal ini, bukankah kau bisa memperbaiki keadaan sendiri," pinta Shafa pada Ihsan. "Anggap saja ini kompensasi kerugian dari serangan yang dilakukan," ucap Ihsan. "Tapi mereka bisa membunuhmu disana, kumohon jangan gegabah Ihsan," ucap Shafa sembari menggoyangkan tangan Ihsan. "Sudahlah Shafa, aku hanya ingin berbicara," ucap Ihsan sembari terus melaju menuju sebuah tempat dimana beberapa menara menjulang tinggi memancarkan energi darinya. "Aku hanya kebetulan berada disini dan ingin membantu," ucap Alim. "PEMBOHONG!!!!, kau berkhianat padaku kan, kau berniat membunuhku untuk melanggengkan kekuasaanmu kan, berhentilah berdalih dan akui saja kesalahanmu," teriak Ihsan
Sesampainya ditempat itu Ihsan segera berjalan menuju menara pemancar tertinggi dimana Prajapati sudah menantinya bersama pasukannya. "Jadi orang-orang di sekitarmu mengenalmu sebagai Shangkara hah!?, salam kenal namaku Gifar, orang-orang sering memanggil gelarku sebagai Prajapati, tapi saat ini kuizinkan engkau memanggilku dengan namaku," ucap Gifar menyambut Ihsan dengan lembut. "Engkau seharusnya sudah mengerti dengan pemikiranku tuan Prajapati Gifar," ucap Ihsan. "Kau benar-benar memahami cara kerja samsaranetra milikku rupanya, mari masuk kedalam, kita akan coba bicarakan," ucap Gifar. "Aku takkan memasuki wilayah musuh semudah itu, sayang sekali tuan, aku tidak bisa membaca pikiranmu untuk mengetahui apakah niatmu itu tulus atau tidak, aku disini sebagai orang yang wilayahnya kau hancurkan sesuka hati, dengan kata lain aku adalah musuhmu, belum waktunya untuk kita berbincang dengan santai," balas Ihsan yang masih belum mempercayai perkataan Gifar sehingga sang Prajapati terdiam diluar.
Dalam kebuntuan dan situasi canggung itu mereka saling bertatapan terdiam seribu bahasa. "Niat anak ini baik, isi pikirannya adalah kerjasama, aku tidak paham, bahkan dengan kondisinya yang sedang dilanda amarah, dia masih bisa mencoba memberi kebaikan padaku, aku malu telah melawannya, apalagi dia mungkin takkan mempercayaiku lagi," pikir Gifar yang membaca pikiran lawannya dengan hati-hati. "Apapun rencanaku saat ini, dia pasti sudah mengetahuinya, aku masih belum bisa percaya dengan orang ini, dia bisa membaca pikiranku, mungkin dia hanya akan memanfaatkan kerjasama yang ingin kujalin dengannya, tapi selama ini kerjasama dagang akan berjalan baik-baik saja, mungkin itu saja tawaranku, tak perlu sampai sejauh kerjasama total," pikir Ihsan yang terus memasang muka serius dihadapan orang yang telah dia anggap sebagai ancaman tersebut.