Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #176

Bidak

Negosiasi antara Ihsan dan Gifar sudah berlangsung cukup lama, sudah beberapa kali mereka memainkan papan catur untuk mendapatkan kesepakatan, semuanya dengan kemenangan Ihsan, baik itu di atas papan catur maupun pembicaraan yang mereka lakukan meski Gifar juga tidak memahami satupun rencana Ihsan, tanpa mengaktifkan kemampuan samsaranetranya dia seolah dipaksa berjalan didalam hutan yang gelap oleh Ihsan dimana jalan keluar hanya bisa dimasuki satu orang dan Gifar yang tak pernah menyusurinya benar-benar tersesat dan tak mampu mencari jalan keluar.

"Apakah engkau ada keberatan dengan permintaanku wahai Prajapati, kukira satu saja Maharsi tidak akan terlalu berat untukmu, apalagi kami akan bisa membantu membangun perekonomian disana," ucap Ihsan. "Itu sudah cukup banyak wahai Mahadewa, tapi melepaskan Sarvatomukham bukanlah hal yang mengenakkan dihatiku, masih ada yang mengganjal," ucap Gifar. "Apa gerangan yang mengganjal hatimu itu, apa masih kurang tawaranku," ucap Ihsan. "Bagaimana caraku menjelaskannya, dia sudah selayaknya keluarga bagiku, melepasnya begitu saja bukanlah hal yang bisa melegakan, lagipula dia juga salah satu kekuatan militer terbesar di negeriku, bahkan mungkin sebentar lagi akan melampaui diriku sendiri," ucap Gifar. "Kekuatan militer ya, kalau begitu aku punya penawaran lain untukmu, seperti yang kau tau sumberdaya kami sangatlah berlimpah dan dengan tambahan keberadaan Alan disisi kami maka kami bisa menekan para pemilik navagraha untuk menjual aset militer mereka itu pada kami, kalau mereka tidak mau maka kita akan merampasnya secara paksa dan setelah itu kami akan jual pada kalian, ketujuh navagraha yang tersisa sebagai bantuan militer dari kami," ucap Ihsan. "Lalu bagaimana kalau engkau menjualnya terlalu mahal," ucap Gifar. "Ahahaha itu takkan mahal, maksudku aset militer sekaliber kesembilan navagraha bukanlah hal yang mahal jika dibandingkan dengan manfaat yang kalian dapatkan setelah itu, lagipula dengan bantuan perdagangan dari kami maka hampir bisa dipastikan kalau kalian akan mendapatkan cukup dana untuk membeli ketujuh navagraha yang tersisa dari kami, bukankah kalian ingin membangun sebuah Mahadwipa, itulah jalan termudah untuk mencapai mimpi kalian itu bukan, bukankah ini adalah tawaran yang menarik, kekuatan militer dan asupan energi kalian akan naik drastis, inilah tawaranku bagi orang-orang kuat seperti kalian," ucap Ihsan sambil mengulurkan tangannya pada Gifar bebarengan dengan memberikan skakmat padanya. "Entah kenapa aku merasa ada yang janggal disini, semua rencananya terdengar masuk akal dan menguntungkan bagiku tapi kenapa rasanya dia punya banyak rencana tersembunyi dibaliknya, pengorbanan yang dia lakukan itu sangat liar tapi entah kenapa dia selalu menang, meskipun begitu penawarannya terlalu manis untuk ditolak, apapun yang terjadi kurasa dia akan menang jadi aku akan mengambil sedikit bagian dari kemenangan itu untukku," pikir Gifar. "Dengan ini aku akan mengambil kekuatan militer paling berbahaya di aliansi Vaikunta saat ini, aku sudah lihat kekuatannya tadi, dia seperti tidak terkalahkan bahkan saat belum serius, dengan ini mungkin negosiasi damai antara semua orang bisa dilakukan karena kekuatan militer yang mulai berimbang dan bahkan mengarah padaku kalau Alan benar-benar berpindah haluan ke aliansiku," pikir Ihsan saat pelan-pelan tangan Gifar terulur untuk menyambut uluran tangannya. "Aku setuju dengan tawaranmu wahai Mahadewa, tapi tolong percepat pengumpulan navagraha," ucap Gifar. "Terimakasih, dengan ini kita sepakat, tenang saja tuan Prajapati, ini takkan lama," balas Ihsan sembari tersenyum lebar dengan hasil negosiasi mereka berdua sambil merapikan bidak-bidak caturnya lalu berdiri meninggalkan ruang negosiasi bersama dengan Shafa. Tak lama Alim segera berlari menyusul Ihsan karena semua kekhawatiran di kepalanya.

"Ihsan!!!," teriak Alim pada Ihsan yang sedang duduk menunggu hasil negosiasinya. "Ada apa cak, aku sedang menunggu disini, jangan menggangguku," ucap Ihsan. "Apa yang kau rencanakan dengan merekrut orang sekuat Sarvatomukham ke dalam pasukanmu," ucap Alim. "Tentu saja untuk membantu pembangunan negeriku, dengan kekuatan yang dia punya, diriku bisa menyatukan seluruh Jonggring Saloka," ucap Ihsan. "Dengan rasa takut!?," tanya Alim. "Benar, aku akan mulai dengan membuat mereka takut padaku, bagiku itu sudah cukup, kalau suatu saat mereka membenciku karena itu aku juga tak masalah, tugasku hanya memimpin mereka menuju kemajuan bukan memaksa mereka untuk menyayangiku," ucap Ihsan dengan senyuman bahagia diwajahnya. "Jangan naif Ihsan, apa kau mengerti dengan apa yang engkau lakukan," ucap Alim. "Entahlah, yang jelas aku punya sebuah tujuan dan kalau memang ada yang harus kukorbankan maka akan kukorbankan, tenang saja cak, aku juga tidak pernah berniat untuk mengorbankan bidak-bidak penting, tapi kalau memang harus kulakukan maka akan kulakukan, tujuan tetaplah tujuan, lalu bagaimana dengan dirimu, apakah semuanya berjalan lancar disana?," ucap Ihsan. "Semuanya berjalan dengan lancar, tak ada hambatan yang terlalu berarti sejauh ini dan yang harus kukorbankan hanya tenaga saja," ucap Alim. "Itu bagus, memang tidak akan secepat eksekusi rencanaku tapi itu akan membuatmu dicintai dan itulah yang terbaik untukmu, sayangnya mungkin bukan untukku, aku pernah mencobanya dan sering gagal, aku lebih nyaman untuk melakukan pengorbanan untuk mengeksekusi rencana, terasa lebih pasti dan lebih cepat," ucap Ihsan. "Terserah kamu lah Ihsan, ayo bermain dulu," ucap Alim sembari membuka papan catur milik Ihsan. "Baiklah, ayo main," ucap Ihsan saat Alim mulai menata bidak catur itu satu persatu. "Silahkan jalan Ihsan," ucap Alim sembari menyalami saudaranya itu yang akhirnya segera mulai membuka langkah dengan kuda miliknya.

"Arrrggghhh sulit sekali mengalahkanmu Ihsan, sudah sebelas pertandingan dan aku hanya menang sekali," ucap Alim. "Sudah kubilang pengorbanan adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan," ucap Ihsan. "Itu kalau di papan catur, bukan di Dunia nyata," ucap Alim. "Hhh emang beda jalan kita cak," ucap Ihsan saat tiba-tiba Alan sudah sampai di sana.

"Kudengar engkau memintaku untuk membantu pembangunan di negerimu dengan menjadi diplomat disana, apa itu benar Bhairava," ucap Alan yang mengagetkan Ihsan. "Hhh mengagetkan saja, jadi engkau akhirnya mau melakukannya wahai Sarvatomukham," ucap Ihsan. "Berdasarkan perjanjian yang dibuat kita akan bekerjasama dibidang diplomasi sampai akhir tahun, setelah itu aku akan dipanggil kembali kepada tuan Prajapati," ucap Alan. "Penawaran yang menarik, berarti masih empat bulan lagi kau akan kembali," balas Ihsan dengan riang. "Jangan kau pikir aku melakukan ini untukmu, ini hanya untuk ganti rugi yang terjadi," ucap Alan. "Iya aku tau," ucap Ihsan. "Kupikir permanen, bukannya bantuan ekonomi itu akan permanen," ucap Alim. "Lah aku kan merekomendasikan jalur dagang baru bagi pedagang-pedagang yang sering lewat sini dan berbisnis denganku, tentu saja mereka akan senang mendapatkan jalur dagang baru, bantuan itu pasti permanen, lagipula 4 bulan kurasa sudah lebih dari cukup untuk mengumpulkan para navagraha yang tersisa, yasudah cak, aku mau pulang, lakukan rencanamu sebaik mungkin," ucap Ihsan sembari berdiri dari duduknya. "Tentu saja Ihsan, kau juga lakukan yang terbaik," ucap Alim sembari mengepalkan tinjunya kerah Ihsan yang menyambutnya dengan tinjunya sendiri lalu pergi dari sana bersama Shafa dan Alan. "Semoga engkau tidak banyak melakukan kecerobohan Ihsan, harus kuakui kalau saat ini kau memegang peran yang sangat penting di Dunia ini, kesalahan yang kau lakukan akan berdampak sangat besar, jadi tolong minimalisir kesalahanmu," gumam Alim sembari memandangi saudaranya itu dari jauh.

Lihat selengkapnya