Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #178

Rumah baru

Rabu, 31 Juli 2013, Jonggring Saloka. "Akhirnya keraton baru kita selesai juga, ehmm dengan ini keraton Suralaya sudah kembali berdiri seperti dahulu haha," gurau Heru yang baru saja menyelesaikan administrasi persenjataan. "Kurasa kita perlu seremoni untuk ini, mungkin juga ganti nama," ucap Riki. "Gausah ganti nama, nanti orang tambah bingung dengan keberadaanku, anggap saja Suralaya itu istilah untuk tempat tinggalku, kalau sudah ganti Ishvara baru ganti namanya," balas Ihsan sembari menepuk pundak Riki. "Aku tidak menyangka akhir bulan keraton ini benar-benar jadi semegah sebelumnya, padahal kalian sama sekali tidak memfokuskan dana ke pembangunan keraton," ucap Alan. "Kata siapa!?, kami hanya mendapatkan dananya dengan sedikit memutar otak, fokus ke infrastruktur yang menghasilkan banyak sumber daya lalu pakai untuk membangun keraton, sedari awal memang seperti ini," balas Ihsan. "hmmh, aku mana tau bisa secepat ini, lalu gimana tentang jalur dagangnya, bukannya itu terputus karena serangan kemarin," tanya Alan. "Benar sih, beberapa perusahaan besar juga hancur akibat serangan kemarin hari, tapi tenang saja, beberapa usaha kecil sudah mulai naik ke permukaan," ucap Ihsan. "Apa buktinya," tanya Alan. "Kami memantaunya lewat pemasukan utama negeri ini, grup bisnis kailash yang menaungi banyak sekali bisnis, termasuk bisnis kecil mereka yang sekarang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat semenjak kehilangan pesaing," ucap Ihsan. "Begitu rupanya, cara kerja negerimu ini lumayan menarik, fokus kalian pada perputaran sumberdaya membuat kalian sangat kuat secara ekonomi, itu akan membuat artaguna kalian bekerja dengan sangat efektif," ucap Alan. "Hehe begitulah, oiya, kapan kita akan mulai menyatukan negeri ini," tanya Ihsan. "Baiklah, kita mulai sekarang saja, mungkin lebih baik kalau kita bicarakan ini didalam," ucap Alan sembari berjalan masuk kedalam keraton. "Baiklah, hei kalian, ayo masuk, kau juga Fira, besok kau akan kuantar ke sekolah," ucap Ihsan sembari mengajak para abdinya untuk masuk. "Oke mas," balas Fira sembari menggandeng tangan Lina dan membawanya ke ruang rapat.

Sesampainya di ruang rapat, Alan segera maju ke mimbar sementara ruang rapat diisi oleh Ihsan Shafa disebelah kanan, Rio disebelah kirinya dan adiknya yang sedang digendongnya disertai para abdinya yang setia mengikutinya. "Kau ingin jadi ratu kan adikku," ucap Ihsan. "Hu'um, iya mas," ucap Fira sembari menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Maka belajarlah dengan tenang, kau sudah menyaksikan betapa mengerikannya pertarungan kami mempertahankan negeri ini, hal yang harus para pemimpin sejati lakukan setiap waktu, sekarang kamu akan belajar bagaimana seorang pemimpin membangun negerinya dengan ide-idenya dan rekan-rekan yang akan selalu melindunginya," ucap Ihsan sembari mengusap kepala adiknya yang mengangguk pelan sambil melihat kedepan. "Hmm andai saja aku yang disana," pikir Shafa yang mulai cemburu menyaksikan itu semua.

Tak berapa lama rapat dimulai. "Baiklah teman-teman semua, saya ingin umumkan bahwa mulai mulai dari kemarin kita kedatangan tamu yang kuundang dari negeri Ashoka yang kuat dan akan membantu kita menyatukan negeri ini, ini dia tuan Alan, tolong disambut," ucap Ihsan dengan riang sambil bertepuk tangan tapi disana tak ada selain dirinya dan Rio yang bertepuk tangan. "Hmm jadi dia bentuk ganti rugi kita, pembunuh sialan," pikir Anas sembari menatap Alan dengan wajah serius. "Aku tidak yakin pria pemarah ini bisa membantu kita, apa memangnya bedanya penyatuan kalau ada dia atau tidak," celetuk Andre dari kursinya. "Pak Andre, saya tau dia pernah bersalah, tapi coba pikirkan lagi, saat ini dia sedang mencoba menebus kesalahannya," balas Ihsan. "Mohon maaf Prabhu, mungkin memang saya agak keras kepala tapi bukannya percaya pada orang yang belum kita kenal adalah hal yang kurang baik, lagipula baru kemarin dia menyerang negara kita dan dia juga yang menelan korban paling banyak sebelum ledakan keras dari Prajapati," ucap Andre. "Tetap saja pak, menghormati orang lain itu penting, semua orang punya kesempatan untuk menebus kesalahannya," ucap Ihsan dengan tenang. "Baik Prabhu, maafkan aku telah mengganggu," balas Andre. "Baiklah tuan Alan, kau bisa mulai berbicara," ucap Ihsan sembari mempersilahkan Alan untuk berbicara.

Situasi menjadi tenang setelah Ihsan mulai berbicara, mereka takut memancing amarah tuan mereka yang teramat sangat kuat itu. "Aura anak ini memang agak berbeda, aku bisa merasakan orang-orang merasa takut, hormat dan sayang padanya diwaktu yang hampir bersamaan, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya, dia memang bukan anak biasa, aku mungkin memang harus sedikit lebih menghormatinya, setidaknya disini," pikir Alan sembari memperhatikan Ihsan dengan seksama.

"Baiklah akan saya mulai pembicaraan kali ini, perkenalkan nama saya Alan, sebelumnya mari kita sampaikan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas semua yang diberikan pada kita, saya sampaikan hormat kepadamu wahai Mahadewa, saya juga sampaikan rasa hormat saya pada kalian semua tamu-tamu yang bersedia meluangkan waktu kalian untuk mengesampingkan semua rasa benci kalian dan menerima ilmu dari saya, sungguh rasa benci adalah penghalang dari keberhasilan, kalau begitu sebelum saya memulai diskusi pada hari ini saya sarankan teman-teman untuk mencatat apa yang saya katakan untuk dicermati lebih lanjut," ucap Alan membuka pembicaraan yang segera diikuti dengan orang-orang yang membuka tablet mereka untuk mencatat perkataan Alan. "Oke teman-teman, saya akan mulai, sebelumnya apabila ada pertanyaan silahkan langsung mengangkat tangan dan menyampaikan keluh kesahnya," ucap Alan yang diikuti para abdi Ihsan meski dengan setengah hati.

"Pertama saya ingin bertanya tentang data dari negara ini, bagaimana pembagian lokasinya dan orang-orang yang mendiaminya serta sumberdaya yang ada disana baik secara kuantitatif maupun kualitatif," pinta Alan. "Pak Riki, tolong tampilkan datanya," ucap Ihsan yang segera dilakukan oleh Riki. "Jadi tuan Alan, kami dari negeri Jonggring Saloka adalah negara berbentuk imperium yang nantinya akan dibagi ke wilayah kuasa yang disebut Loka yang akan dipimpin seorang Lokapala, mereka nantinya akan diwajibkan untuk mencatatkan apa saja komoditas dagang mereka yang juga akan kami kontrol kualitasnya agar bisa dijual ke Loka lainnya, apabila kurang dari ambang batas nilai yang kami tetapkan maka tidak diizinkan untuk dijual keluar dan harus fokus ke wilayah sendiri, syarat pertama adalah kebutuhan disana sudah cukup dan syarat kedua adalah kualitasnya harus sesuai dengan kebutuhan, misal beras harus warna putih, bulirnya harus utuh, kandungan gizinya harus memiliki zat tepung yang tinggi agar bisa mengenyangkan dan lain sebagainya, sejauh ini tercatat ada 117 Loka dengan 25 Loka fokus ke pertanian, 19 Loka adalah penghasil produk ternak, 11 loka akan fokus ke hasil laut dan sisanya menghasilkan berbagai macam produk, mulai dari kayu, pakaian, otomotif dan lain sebagainya, untuk masalah penghasilan, kami menggunakan sistem grading, dimana untuk setiap kenaikan level adalah peningkatan digit dari total angka penghasilan per kapita, harta akan dihitung per bulan dengan satuan satu ton beras, untuk itu dengan catatan yang ada maka semua Loka tercatat memiliki penghasilan pada setidaknya level 3, beberapa sudah sampai level 4 dan ada sekitar 6 Loka yang tercatat mencapai level 5, sebelum hancur, wilayah keraton Suralaya terhitung mencapai level 7," ucap Riki yang membuat Alan sedikit tercekat. "Sepuluh juta ton beras per bulan, gimana caranya pendapatan satu keluarga bisa sebesar itu, gak mungkin, bahkan yang minimal saja mereka menghasilkan 100 ton beras per bulan, itu sudah sangat makmur, orang gila macam apasih dia ini," pikir Alan yang tercekat mendengar penghasilan di Jonggring Saloka. "Bagaimana mas Alan, solusi darimu, apa alasan kita belum bisa bersatu," ucap Ihsan. "Bagaimana cara kalian menghasilkan sebanyak itu, bagaimana mungkin masih banyak konflik jika " tanya Alan. "Namanya ketimpangan pasti ada mas Alan, itu hanya data rata-rata yang tercatat, yang gak tercatat masih banyak," ucap Ihsan. "Lalu kenapa tidak mulai mengulurkan bantuan pada fakir miskin," tanya Alan. "Kami sudah melakukannya, pada orang-orang yang mau berusaha," ucap Ihsan. "Lalu bagaimana dengan gelandangan dan peminta-minta," tanya Alan. "Orang yang tak berusaha untuk hidupnya sendiri tak pantas untuk hidup, kenapa kita harus peduli dengan orang yang tak peduli dengan nasibnya sendiri, kalau itu saran darimu maka aku mohon maaf dengan sangat karena kami akan menolaknya, aku izinkan para penjahat itu hidup di tempatku asal mereka mau bertobat dan berusaha menjadi lebih baik, kalau mereka tidak mau berusaha jadi lebih baik yasudah, mereka bukan urusanku lagi, mungkin ini terdengar kejam bagimu tapi memang begitulah adanya, kita tidak berusaha menekan kemiskinan dengan bantuan tapi dengan menekan rasa malas, karena itu negara kami jadi maju, katakan lagi mas Alan, apa lagi rencanamu," ucap Ihsan sembari tersenyum tipis. "Dia memang kejam, tapi perkataannya masuk akal, mungkin selama ini berbelas kasihan dengan orang malas memang bukan cara yang pas, mungkin memang beginilah pemimpin seharusnya, membantu orang menuju kebaikan dan menghancurkan segala keburukan," pikir Alan sembari mulai menuliskan cara-cara lain untuk berdiplomasi sesuai dengan permintaan Ihsan.

Lihat selengkapnya