Madyadwipa, 2 Agustus 2013. "Jadi ini Madyadwipa, sangat berbeda dari yang kupikirkan, kukira tempat ini takkan semaju saat ini, lalu apa-apaan yang mereka lukis itu, Shiva!?, itu julukan dari Ihsan kan!?, aku baru sampai disini dan masih saja ada wajahnya, anak macam apa sebenarnya dia," pikir Alan sembari melihat-lihat dan turun dari vimananya diikuti para Hara Gana yang saat itu sudah melepaskan topeng mereka untuk membaur sekaligus mulai berdagang. "Apa negeri ini masih tergabung ke wilayah Jambudwipa!?, kenapa binatang disini aneh-aneh," gumam Alan. "Tuan Alan, Madyadwipa adalah wilayah terisolasi dan itu membuat garis evolusi disini menjadi agak berbeda dengan wilayah utama Jambudwipa, disini para primata kuno aman dari para predator sehingga bisa hidup bebas dipagi hari dan mendominasi wilayah ini," ucap salah satu Hara Gana. "Hmm menarik, siapa namamu pak," ucap Alan. "Nama saya Dimas tuan," ucap lelaki tadi. "Memangnya kenapa kita lewat sini pak Dimas, kenapa tidak lewat Lanka," tanya Alan. "Ini adalah permintaan dari Prabhu, kita diminta untuk memperkuat ekonomi disini sekaligus menyusuri Jambudwipa sekali lagi sementara Prabhu Ihsan akan melewati Lanka untuk mulai berbisnis disana, ini agar pergerakan kita menyeluruh sekaligus mengumpulkan para pengikut Prabhu yang tersebar dimana-mana," ucap Dimas. "Serangan total ya, bukankah ini terlalu agresif untuk operasi yang seharusnya bersifat rahasia," ucap Alan. "Kau benar, tapi kita bisa saja menyelesaikan misi ini dengan cepat, tak perlu bertele-tele dengan membuat banyak rencana, kita lebih suka berimprovisasi," ucap Dimas sembari tersenyum tipis. "Hmm mungkin kita akan ketahuan," pikir Alan sembari memandangi langit.
Sementara itu di Dharmasraya. "Haha, perayaan idul fitri di Panditanagara kayaknya asik, kukira itu juga waktu berkumpul yang pas agar tidak ketahuan, hmm kurasa aku harus memanggil Shafa untuk ikut, gimana menurutmu pak Rendi," tanya Ihsan sambil memakan mie instan. "Itu ide yang bagus, apa kau akan menunggu Mahadewi disini Prabhu," tanya Rendi. "Nggak ah, mungkin bertemu di Lanka akan bagus, hmm bagaimana dengan pesananku," tanya Ihsan. "Kenapa sampai membuat keempat senjata itu dan mengirimkannya padaku, bukannya senjatamu yang sekarang sudah cukup kuat," tanya Rendi. "Tidak ada kata cukup untuk berkembang, tolong ambilkan senjata itu padaku," ucap Ihsan yang segera ditaati oleh Rendi dengan segera masuk dan membawa empat senjata yang diminta Ihsan. "Ini dia empat benda yang kau kirimkan padaku, senjata chakra, kapak, pedang dan gada," ucap Rendi sembari menyerahkan keempat senjata itu pada Ihsan. "Terimakasih pak," ucap Ihsan. "Untuk apa keempat senjata itu Prabhu," tanya Rendi. "Untuk berburu pak, yasudah, aku mau berangkat dulu ke Lanka," balas Ihsan sembari tersenyum lebar saat menerima keempat senjata barunya. "Semoga beruntung Prabhu, sering-seringlah main kesini," balas Rendi saat Ihsan mulai berdiri. "Aku tak bisa menjamin itu, terimakasih atas jamuannya, aku pergi dulu," balas Ihsan sembari bertolak menuju vimananya. "Semenjak kehancuran keraton Suralaya dan kedatangan Maharsi Alan sebagai kompensasi, pergerakan Prabhu semakin tak bisa ditebak, apa rencananya sekarang," pikir Rendi sembari memandangi vimana Ihsan yang mulai naik ke angkasa dan kemudian melesat menuju Lanka.
"Dengan ini aku akan mengaktifkan semua bidakku yang tersisa, kekuatan aliansiku bukan hanya akan pulih tapi akan bertumbuh lebih cepat, dengan kekuatan baruku yang tumbuh karena pertempuran hari itu aku bisa mengaktifkan semuanya lebih cepat, selama penyamaran aku tidak boleh memakai senjata lamaku, keempat senjata ini yang akan kupakai selama misi, akan kupakai bergantian untuk setiap negara agar tidak ada yang mencurigai pergerakanku," pikir Ihsan saat vimana miliknya bergerak kearah Lanka.