Bhairava

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #194

Silir Kangen

Ariloka, 10 Agustus 2013. Vimana Ihsan terlihat melayang diatas keraton milik Alim dalam keadaan yang penuh kerusakan karena dipaksa bergerak dengan kecepatan penuh dalam waktu yang sangat lama. "Akhirnya kau datang Ihsan, kuharap kau punya alasan yang bagus untuk tindakanmu," gumam Alim yang berjalan tertatih-tatih menuju halaman rumahnya. "Alim, setidaknya sarapan dulu, ayo, kau sudah tak tidur semalam," ucap Shifa yang membawa makanan dan segelas susu. "Diam kau!!, jangan ganggu aku dulu, ini urusan keluarga, pergilah Shifa!!, aku tak mau menyakitimu," bentak Alim yang seketika membuat Shifa terdiam saat Alim sendiri terus berjalan maju.

Saat itu pintu vimana Ihsan terbuka dan sang Nareshwara turun bersama ratunya. "Dasar bajingan, beraninya dia datang kesini setelah menghajar saudara-saudaranya sendiri, apa dia juga berniat bertarung denganku," pikir Alim sembari memanggil sudharsana. "Cak?, misi sudah selesai, ayo kita ke negeri Ashoka untuk menjual navagraha," ucap Ihsan pada Alim. "Apa katamu!?, kau masih memikirkan hal itu setelah semua yang kau lakukan!!!," teriak Alim. "Ini untuk memperbaiki negaraku dan untuk kemajuan Dunia," ucap Ihsan. "Dasar bodoh!!!, bukannya kau seharusnya bernegosiasi dulu, dengan modal yang kau miliki saat ini kau bisa dengan mudah membeli navagraha!!, tidakkah engkau berpikir Ihsan!?," tanya Alim sambil menghampiri Ihsan dan mencengkram bajunya. "Itu hanya akan merugikan diriku, aku akan membayar mereka nanti, sekarang aku harus memulihkan ekonomi di negaraku dulu," ucap Ihsan. "Dan dengan itu kau harus mengorbankan persaudaraanmu, mengorbankan ratusan nyawa yang tak bersalah, memperlakukan para wadah navagraha dengan kejam, manusia macam apa kau!?," tanya Alim. "Aku tak tau," balas Ihsan. "Kemajuan macam apa yang kau harapkan dengan membuat seluruh Dunia menjadi musuhmu hah!!!, aku tak ingin kau mati Ihsan tapi aku juga tak bisa mengorbankan dharma bahkan untuk persaudaraan kita sekalipun, kenapa kau menempatkan diriku di posisi yang sulit, kenapa Ihsan??," rintih Alim yang mulai tertunduk dihadapan orang yang dia anggap adik itu. "Setidaknya dengan pengorbananku ini akan ada perdamaian," ucap Ihsan. "Bagi siapa?, perdamaian bagi siapa?, apakah itu perdamaian bagiku?, apa bagi Yusuf itu adalah perdamaian, apa setelah itu hati mas Steve akan tenang, apa setelah itu mas Lintang akan bisa tersenyum lagi?, apa kau yakin wanita di sampingmu itu takkan gila setelah pengorbananmu, bagaimana dengan keluargamu, kau yakin mereka takkan dikucilkan setelah apa yang kau lakukan, jawab bangsat," teriak Alim sambil menampar Ihsan dengan keras sehingga Ihsan berdarah dan terjatuh ke pelukan Shafa. "Sudahlah mas Alim, jangan sakiti dia lagi," ucap Shafa sembari memeluk erat Ihsan. "Ihsan, perang takkan membawa perdamaian pada siapapun, kematian yang tak terhitung jumlahnya dan orang-orang yang harus merasakan trauma mendalam karena menyaksikan kengerian perang dan saat ini perang sudah tak terelakkan," ucap Alim. "Tapi setidaknya anak-anak yang lahir setelah itu takkan merasakan konflik ini dan semuanya hanya akan tinggal cerita, cerita tentang seorang anak laki-laki yang menantang Dunia, cak, tolong tetaplah pada jalan kebenaranmu, aku takkan menahan diriku saat peperangan nanti," ucap Ihsan yang segera mendapatkan pelukan dari Alim. "Adek bodoh, apa yang mau kukatakan pada ibuku nanti kalau aku bertarung denganmu, dia akan marah padaku," ucap Alim. "Ini akan sama seperti dulu cak, tidak ada bedanya seperti saat kita bertengkar karena makanan dulu," ucap Ihsan sambil tertawa riang. "Ikuti aku, kita jalan-jalan sebentar sebelum kau mengantar para navagraha ke Ashoka, setidaknya aku ingin menghabiskan hari denganmu," ucap Alim sambil melepas pelukannya dan menarik Ihsan menuju keratonnya. Saat itu Shafa juga turut berdiri ingin menyusul Ihsan saat tiba-tiba tangan Shifa menghentikannya. "Jangan Shafa, biarkan mereka berdua dulu," ucap Shifa. "Tapi," ucap Shafa yang segera ditutup oleh jemari Shifa sambil menggelengkan kepalanya.

Sesampainya didalam keraton, Ihsan segera duduk berdua dengan Alim. "Mau makan apa kau," tanya Alim. "Terserah kau cak," ucap Ihsan. "Yaudah, kusamain dengan makanan dan minumanku, tolong bawakan satu lagi dong," balas Alim saat Shifa datang membawakan makanan dan minumannya. "Jadi bagaimana cak, semua misinya sudah selesai, apa yang harus kita lakukan selanjutnya," tanya Ihsan. "Aku tau kalau misimu berhasil, tapi tadi kukira kau akan membeli mereka dan menyewakannya pada kami, bukannya seharusnya dengan begitu kau juga untung," tanya Alim. "Narayana, kan sudah ku bilang kalau aku butuh keuangan untuk membangun ulang ibukota," ucap Ihsan. "Kau mencampur adukkan urusan negaramu dengan urusan sebesar perdamaian Dunia, ini agak kurang seimbang Ihsan," ucap Alim sembari mengiris daging didepannya dan memakannya. "Semua sudah kepalang tanggung cak, yang bisa kulakukan hanyalah melanjutkan semua ini, kalaupun harus berperang maka biarlah," ucap Ihsan. "Melawan seluruh aliansi Brahmanda!?, kau yang logis aja Ihsan, aku tau penguasaan ekonomi dari Jonggring Saloka sangat tinggi tapi membangun negara perlu bertahun-tahun, nasionalisme disana masih kurang, konflik masih sering terjadi dan banyak hal lagi dan kau akan sendirian digempur oleh seluruh aliansi dengan negara-negara yang sudah stabil sejak lama, aku akui kau suka melakukan pengorbanan tapi ini terlalu besar, belum lagi kalau ternyata aliansi Vaikunta juga akan melawanmu karena bertindak tidak sesuai rencana," ucap Alim. "Bukankah misi ini dari kalian juga, kenapa hanya Ihsan yang disalahkan!!?," teriak Shafa. "Tak apa Shafa, dengan ini sumpahku padamu akan terpenuhi," ucap Ihsan. "Bukan begini caranya Ihsan," balas Shafa. "Shafa, dengarkan aku sayang, semua rencanaku sudah berjalan juga, dalam permainan ini hanya terjadi pertukaran poin saja, keduanya mendapatkan poin yang besar, tinggal eksekusinya nanti," ucap Ihsan saat makanan datang. "Maksudmu apa Ihsan?, pertempuran akbar, kau mau menyulut dharmayudha!?, tindakan bodoh macam apa itu," ucap Shafa. "Hal itu pasti terjadi Shafa, kuharap aliansi Vaikunta tak ikut terlibat, jadi sebelum perang ini terjadi katakan apa maumu Ihsan," tanya Alim. "Bawa aku jalan-jalan sebentar cak, mungkin kita ke Amaravati sebelum nanti ke Ashokavatika, bisakah kau memenuhi permintaan sederhanaku ini," ucap Ihsan. "Apa lagi yang kau rencanakan, tolong jangan membuatku melawanmu juga," ucap Alim. "Sesekali aku ingin jalan-jalan denganmu lagi cak, bukankah kita juga masihlah anak-anak," ucap Ihsan. "Hahaha, ayolah kalau begitu, tolong jangan banyak berulah ya," balas Alim sembari menghabiskan makanannya bersama dengan Ihsan sebelum akhirnya bersiap untuk menuju Amaravati.

Pagi harinya Ihsan dan Alim akhirnya tiba di Amaravati. "Itu vimana Nareshwara orang itu tak berhenti mengejutkanku, menantang seluruh aliansi Brahmanda dengan mencuri para navagraha, kini dia kemari, sungguh pria yang pemberani," gumam Sakra. "Mungkinkah dia menginginkan mantra Sanjivani disini," ucap Seno. "Entahlah Seno, kabarnya dia sedang melatih mantra yang lebih kuat lagi, mahamrityunjaya," ucap Sakra. "Hah!?, bagaimana caranya menggunakan mahamrityunjaya," ucap Seno. "Entahlah, ini masihlah isu, pengorbanan yang diperlukan juga sedikit lebih banyak, tapi kebangkitan penuh dari pejuang sekelas Ishvara akan sangat merepotkan," ucap Sakra dengan sangat khawatir saat Ihsan dan Alim mulai turun dari vimana mereka masing-masing. "Cih, ada Sarvatomukham juga, ini akan merepotkan," pikir Sakra saat menyaksikan Alan juga turun mengikuti Ihsan.

Lihat selengkapnya