Bhanuresmi

Foggy F F
Chapter #11

Dia yang Sempurna

Ruang tamunya sepi, semua pasti sedang berada di toko saat ini. Patra menghempaskan tubuhnya di kursi jati beralaskan busa, matanya terpejam, satu tangan yang bersih tak berajah menangkup, menutup separuh wajahnya yang ditekuk kantuk. Hening di ruang tamu, bahkan sanggup membuatnya mendengar setan di kepalanya sendiri. Apa yang kamu lakukan Patra? You’re just a broken man!

Ia bisa mendengar napas menghembus perlahan dari kedua lubang hidungnya, memompa oksigen dari paru-parun yang kembang kempis, jantungnya berdegup beberapa bpm lebih cepat. Kata-kata yang terlontar dari bibir perempuan itu mengusiknya lagi. Kamu ngga keliatan seperti pembuat kue kebanyakan. So, what’s your story, Patra?

Sampai kapanpun ia akan dikejar pertanyaan serupa, “what is your story?”

Ia tahu, sakit di tubuhnya mungkin sudah pulih, tapi hantu yang menggerogoti jiwanya selalu menunggu di pojokan, siap menerkam kapan saja. Kini hantu itu datang lagi, menggoyahkan setiap harapannya untuk memulai lembaran baru.

Bimbang. Ia pikir dirinya telah lahir kembali menjadi sosok yang berdamai dengan masa lalu. Kini masa lalu itu yang datang dan mengetuk pintunya setiap malam. Mengembalikan setiap ingatan buruk, membuatnya merasa menjadi manusia yang tak layak diberi kesempatan menjadi lebih baik. Setiap kali Patra menemukan kehendak untuk merasa bahagia, hantu-hantu itu datang mengingatkan, kamu cuma monster yang sedang bermain peran.

Perempuan yang baru saja ia kenal itu, memiliki kualitas yang wajar diinginkan oleh setiap lelaki, hanya dengan sekejap mengenalnya. Perempuan itu seperti hantu yang membawa godam, memalu kesadarannya bertubi-tubi, menyadarkan Patra bahwa sosok jelita itu terlalu sempurna, bahkan hanya untuk diimpikan.

***

Air muka Patra yang semula muram berubah cerah. Ny. Bhanuresmi menggenggam secangkir kopi hitam dengan gula aren, yang tercium dari jaraknya duduk. Siapa yang bisa menolak sorot penuh kasih itu? Siapa yang sanggup menolak pesona perempuan tua dengan kebijaksanaan terukir di setiap lekuk dan urat senjanya itu?

“Eyang buatkan kopi gula aren buat kamu.” Uluran tangannya berhenti tepat di depan wajah Patra.

“Dalam rangka apa nih, saya dapet jatah kopi enaknya Eyang?”

“Hmm .…” Perempuan itu menggeleng dan tersenyum. “Biar muka kamu nggak berlipat-lipat seperti tadi.”

Patra menyesap pelan kopi hitam mengepul itu dari ujung cangkir kalengnya, wangi gula aren dan pahit kopi tubruk pecah di mulutnya. Ia melepas senyum lebarnya yang kini terukir di bibir. “Hhhh ....” desahnya.

“Enak?”

“Banget!” Patra mengangkat cangkirnya tinggi-tinggi.

Ny. Bhanuresmi terkekeh. “Enak mana sama kopi joss bikinannya si Bayu?”

“Yang ini dibikin pakai kasih sayang, makanya jauh lebih enak.” Patra mengedipkan sebelah matanya.

Lihat selengkapnya