Bhanuresmi

Foggy F F
Chapter #14

Menguak Misteri

Jakarta, 2017

“Ma?”

“Ya?”

“Kenapa kita nggak pernah ke Jogja? Ketemu keluarga Papa.”

Kebisuan membungkam mulut Anita. Perempuan yang masih kelihatan cantik di usianya yang hampir menginjak 50 tahun itu, tak pernah secara lugas melarang Patra untuk bertemu mantan mertuanya. Ia hanya tak ingin terjebak dengan masa lalu, yang baginya cukup menyakitkan untuk diingat. Meninggalkan Bagas di usia yang masih sangat muda demi untuk mengejar mimpi-mimpinya, masih menorehkan luka yang segar di ingatan. Membawa serta Patra bersamanya, adalah kesalahan yang selamanya akan terus mengejar kehidupannya kini.

“Tante Ambar pernah menemui saya di tempat latihan,” ungkap Patra.

Anita terkesiap. Ia tak menyangka, mantan adik iparnya itu mendatangi Patra tanpa memberitahunya lebih dulu.

Dahulu, ada saat ketika dirinya lebih dekat dengan Ambar ketimbang suaminya sendiri, ia merasa Ambar lebih paham deritanya sebagai seorang perempuan muda yang masih menginginkan banyak hal dalam hidupnya, akan tetapi harus selalu terbentur kekeraskepalaan dan sikap kolot Bagas. Suaminya memutus setiap aksesnya berkesenian, Bagas menganggap, ia sanggup memberikan banyak hal hanya lewat kedua tangannya, tanpa harus melibatkan istrinya untuk mengapresiasi diri di luar rumah.

“Ambar bilang apa sama kamu?”

“Tante cuma bilang, Eyang kangen sama saya.”

“Kenapa nggak Eyangmu saja yang nengok kamu ke Jakarta?” Dengan nada meninggi, Anita menghindari tatapan mata Patra yang tampak terkejut akan reaksi mamanya.

“Ma? Kenapa Mama marah sama Eyang?”

Perempuan cantik itu membuang napasnya perlahan. Ia menggeleng. “Mama nggak marah sama Eyang....”

“Terus, kenapa saya nggak boleh ke sana?”

“Tra….” Anita menatap lurus wajah putranya. “Apa yang kita miliki di Jakarta saat ini, adalah buah kerja keras Mama. Tidak ada kaitannya sama keluarga mereka.”

“Tapi, Ma.…” Patra tak melanjutkan kalimatnya setelah Anita memutuskan untuk berdiri dan beranjak.

“Cukup! Mama nggak mau bahas ini lagi.”

Kini giliran Patra yang membuang napas kesal. Ia berdiri dan melesat mengambil kunci mobil di mejanya.

“Mau ke mana kamu?”

“Ke rumah Kayla.”

“Hei, sini peluk Mama dulu.” Anita coba mengenyahkan sisa-sisa pertengkaran mereka. Ia meremas bahu anaknya. “Hati-hati di jalan, cuma kamu yang Mama punya, jaga diri baik-baik.”

***

Kayla menyodorkan secangkir keramik bermotifkan daun ke hadapan Patra. Ia menatap kekasihnya dengan alis terangkat.

“Kamu tahu kan, saya nggak minum kopi,” dengkus Patra merasa terganggu dengan sikap Kayla yang masih saja membuatkannya kopi.

“Kamu butuh kafein, muka kamu suntuk banget.” Kayla bersikap tak acuh, ia tahu ada sesuatu yang tengah dipikirkan kekasihnya, yang membawanya tiba-tiba datang malam ini.

Orangtua Kayla tidak menyukai Patra, karena profesinya sebagai atlet terkenal sarat akan berita dan gosip, apalagi Patra dikenal sebagai atlit yang suka gonta-ganti pacar.

Ia menatap mata gadis itu heran. “Kok, tumben saya dibolehin dateng ke sini?”

“Kamu yang maksa,” ucap Kayla sambil tergelak. Ia bersender di bahu kekasihnya tanpa sungkan.

“Kamu nggak kuatir, Papa kamu ngusir saya lagi?”

Kayla tampak berpikir. “Kalo kamu diusir, aku ikut,” tegasnya.

“Nanti saya dikira bawa kabur anak orang. Mana anak tokoh terkenal lagi.”

 “Kenapa sih kamu nggak suka menyebut namaku setiap kali diwawancara? Malu, ya?” Kayla memberengut.

Patra meringis. “Malu? Kamu pikir, saya malu disandingkan sama model cantik kayak kamu?”

Kayla tampak berpikir. “Terus kenapa?”

“Kay, Papa kamu kan politisi yang harus selalu jaga imejnya di depan publik. Sementara media gosip selalu kasih label saya atlit yang suka gonta ganti pacar. Saya nggak mau ambil resiko harus berhadapan sama publisisnya, yang siap menjegal karir saya kapanpun.”

Kayla kembali menekuk wajahnya. “Ah, alasan! Itu sih biar kamu terus dikenal sendirian, biar nggak mengurangi jumlah penggemar yang bertekuk lutut di depan kamu.”

Patra tertawa, ia merangkul bahu Kayla dengan gemas. “Cemburu, ya?”

“Idih, ogah!” Wajah Kayla tiba-tiba berubah sendu. “Kita pacaran udah lama, Tra, kapan kamu mau serius dan meminta izin orangtuaku untuk rencana masa depan kita nanti?”

“Saya… masih harus mikirin karir. Saya juga masih harus jaga Mama. Meskipun sekarang udah ada Om Hariadi, tapi tetap aja prioritas saya saat ini jagain mama supaya nggak ngedrop lagi.”

Seharusnya Kayla sudah mengetahui itu, Patra akan selalu memprioritaskan mamanya dibanding siapapun. Puluhan tahun, Patra dan mamanya hidup berdua, saling melindungi satu sama lain, apa yang membuat kali ini akan terlihat berbeda? Cinta Patra untuknya? Kayla mendengkus.

“Apa yang kamu pikirin?” Patra merapatkan posisi duduknya, bahu mereka saling bersentuhan.

“Kamu tahu kan, bukan kali ini aja aku punya trust issue sama kamu.” Kayla menunduk sambil memainkan jemari lentiknya. “Áku nggak mau lagi, ada orang-orang yang mengganggu hubungan kita. Aku udah capek!”

Patra mengerjap. Ia tahu kesalahannya beberapa tahun yang lalu akan selalu Kayla ungkit. “Saya nggak tahu lagi gimana caranya harus meyakinkan kamu, kalau saya nggak akan mengulangi kesalahan yang sama! Please, saya cuma manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan!”

Twice! With the same person!” Kayla menahan gelombang emosi yang tiba-tiba menyapu habis sikap lembut dan kesabarannya, tiap kali mengingat wajah perempuan yang sudah banyak menoreh luka untuknya. “Seriously, Tra? Cuma itu yang bisa kamu yakinin sama aku? Usia kamu udah cukup, untuk mulai sesuatu yang lebih serius. Kita udah dua tahun pacaran!”

“Mama saya.…”

Don’t!” Kayla mengacungkan satu telunjuknya, yang membuat Patra bungkam. “Nggak usah bersembunyi di balik alasan Mama kamu lagi. Kalau Tante Anita memang sayang sama kamu, dia pasti ingin anaknya bahagia, dia pasti akan nerima siapapun yang sayang sama anaknya.”

“Kay… Mama sayang kok sama kamu.”

Lihat selengkapnya