Bhanuresmi

Foggy F F
Chapter #15

Rindu itu Punya Nama

Canggu, September 2022

Telapak kakinya menyentuh lembut pasir pantai yang berwarna lebih gelap, jemarinya bergerak merasakan setiap butiran halus yang menempel dan lengket di kaki. Ia menapaki sisi terluar pantai, merasakan deburan kecil buih yang naik hingga menenggelamkan mata kaki. Langkahnya membelah pinggiran Pantai Batu Bolong.

Sesekali pandangannya terlempar jauh menatap langit dengan semburat jingga menuju sambekala, kakinya mengayun santai menikmati hembusan angin yang menyentuh tengkuk yang halus. Hingga konsentrasinya terkoyak getar ponsel dalam saku.

“Halo?”

“Masih di pantai?”

“Iya.” Terdiam cukup lama, ia kemudian memejamkan matanya. “Mau nyusul ke sini?”

“Masih kepengen sendirian?”

Ia tampak berpikir, sambil menggarisi pasir dengan jempol kakinya, membuat gerakan memutar. Ia tahu, terus-terusan menolak kehadiran lelaki itu akan menyakiti perasaannya. “Ke sini aja. Aku nggak ada temen makan malem.”

Suara napas lega terembus pelan melalui speaker ponsel. “Tar….”

“Ya?”

Thanks.”

Ia mencerna ucapan lawan bicaranya di seberang sana. “For what?

For give me a chance.” Tawa renyah, menggetarkan membran halus di telinga Tarra.

Tarra tersenyum mendengar pengakuan lelaki di balik ponselnya. “Aku yang ngajak kamu makan Sat, nothing fancy.

“Spending dinner with you, probably the most fancy night for me.”

“Paling bisa, deh!” Tarra terkekeh.

“Tunggu ya, I’m on my way!”

Setelah memutus sambungan telpon, Tarra kembali menyentuhkan kakinya ke dalam air pantai. Ia menatap langit di kejauhan. Mengecek kotak pesan, yang selama dua bulan ini seolah sudah menjadi rutinitasnya. Dari sekian pesan yang ia kirimkan, Kabar darinya tak pernah datang. Apa yang terjadi dengan kamu, Patra?

***

Tarra melepaskan tawanya, ia tak bisa menahan diri mendengar kisah konyol Satria tentang dosen killer-nya di Melbourne yang entah bagaimana, jadi teman kencannya di Tinder. Keduanya menggunakan identitas palsu, bertemu di sebuah bar dan berakhir dengan saling menyindir di forum diskusi kelas. 

“Masa kamu nggak bisa ngenalin foto dia?” Tarra kembali menahan tawanya. “Kamu mau-maunya dateng tanpa ngeliat jelas siapa dia? Gimana kalau dia psycho?”

Well, come on! Narasinya bagus banget, a single attractive women looking for the most attractive guy… and bla bla bla.

Tarra tergelak.“You’re one of a kind, Sat!” Ia geleng-geleng kepala, lalu menyesap minuman berwarna merah dari gelas collin miliknya.

Setelah pesanannya datang, mereka mulai menikmati hidangan makan malam yang tersedia. Semakin malam, suasana kafe yang berlabelkan warung itu semakin ramai. Beragam turis lokal maupun mancanegara datang ke tempat itu, untuk menikmati hidangan chef mereka yang legendaris. Tempat itu kecil, namun terasa akrab dan hangat.

“Mau coba?” Satria menggeser Croque Madame miliknya. Ia memotong rotinya, dalam potongan kecil untuk Tarra nikmati.

“Boleh?” Tarra tampak tertarik.

Satria menyodorkan garpu makanannya ke depan mulut Tarra, yang membuat perempuan itu kikuk. Ia meraih garpu dari tangan Satria, lalu melahap potongan rotinya.

Satria berdeham, tersenyum kecil sambil menyeruput segelas air putih dingin dari gelasnya. “Enak?”

“Hmm... hmm,” gumam Tarra dengan mulut penuh. “Itu roti apa, ya? Kok, bentuknya aneh.”

“Sourdough kayaknya tapi agak lengket, ya? I don’t know for sure, I just read it from the menu,” ungkap Satria sambil tertawa.

Sekilas memori di kepala Tarra terbang, ke laki-laki yang ditemuinya di Jogja. Laki-laki yang selalu bisa menjelaskan jenis makanan yang mereka nikmati dengan mata berbinar, ia selalu menghargai cara orang memasak dan menyajikannya dengan penuh usaha. Patra mencintai profesinya.

Hey, whats wrong?” Satria melambaikan telapak tangannya di depan wajah Tarra. “Something I said?

Tarra menggeleng dan tersenyum kecil. “Inget sesuatu aja.” Ia memutar garpu di piringnya, menjepit pastanya hingga membentuk gumpalan. Lalu melahapnya dalam sekali suapan. “Mau coba punyaku?”

“Spaghetti Marinara? Looks delicious as well.” Satria memandanginya, namun ia menggeleng. “Naah! Kamu makan aja biar kenyang. Punya saya udah cukup bikin perut full.”

“Serius ngga mau? Okay, your lost!” Tarra menyeringai lalu menyeruput pastanya dengan suara keras.

Satria tertawa, lalu menatap wajah Tarra dengan penuh keingintahuan. “Tar, boleh tanya sesuatu nggak?”

Tarre memicingkan matanya lalu mengangguk.

“Maaf, kalau saya lancang.” Satria menarik napasnya perlahan. “Was it difficult for you, about the thing between Bodhi and Zaina?

Tarra mengangkat alisnya, ia mengerjap. “Rencana pernikahan mereka maksudnya? You could just say that, Sat.” Ia menggeleng. “Nope, I’m okay.”

Really?

Really… really.” Tarra tergelak. “Kenapa emang? Disuruh ngecek kondisiku sama Bodhi?” 

Satria menggeleng. “Saya cuma khawatir, sejak kamu pulang dari Jogja. Kamu kelihatan agak… beda.”

 “Oh ya?” Perempuan itu meringis. “Beda gimana?”

“Agak lebih pendiam.” Satria menghela napas. Ia menyodorkan satu slice tart coklat, sebagai pencuci mulut ke hadapan Tarra.

“Berdua aja Sat, nggak akan habis buat sendirian.” Tarra memandangi sepiring kecil tart coklat di meja.

Satria meraih garpu kecil dan memotong satu potongan kecil dari piring di hadapan Tarra. Mereka menikmati kuenya, sambil menatap pengunjung yang bergantian datang. Adonan coklat bercampur krim itu meleleh di mulutnya, meninggalkan kesan pahit bercampur manis yang khas.

I met someone,” ungkap Tarra tiba-tiba. Ia mengintip reaksi Satria dari balik bulu matanya.

Satria bersikap tenang sambil menikmati potongan kue coklat. Ia menatap wajah Tarra mencari kesungguhan sebelum menunggu perempuan itu mengoreksi kalimatnya.

“Di Jogja.” Tarra melanjutkan ceritanya. Lalu, aku tahu kalau ia adalah anaknya klien."

“So?” Satria mengerutkan alisnya, menyeruput air putihnya hingga tandas. “Kamu takut ada conflict interest?

It’s complicated.” Ia mendesah. “Dia nggak tahu kalau klienku adalah ayah tirinya. Mereka udah nggak ketemu selama lima tahun. Sepertinya, ada cerita menyedihkan di balik itu. He seems off… after that day.

Satria memicingkan mata. “Seems Off? Terus, sekarang gimana?”

Lihat selengkapnya