Bhanuresmi

Foggy F F
Chapter #20

Kaki Yang Berlari

Perempuan yang sekian bulan berada dalam konstelasi kerinduannya tengah duduk di sana, berjarak hanya sekian meter dari tempat ia duduk. Rasanya, Patra ingin menghampiri, tetapi ada garis batas yang tak mampu dilewati, sekelebat perasaan bersalah karena meninggalkannya tanpa kabar.

Tarra mungkin tak merasa kalau dirinya begitu penting. Namun bagi Patra, setiap saat, ada rindu berdegup yang berusaha ia enyahkan, karena ia terlampau rendah diri di hadapan sang pujaan hati.

Perempuan itu berdiri dengan langkahnya yang anggun, dan memelan memperhatikan etalase di hadapannya. Memindai sesuatu yang membuat matanya tiba-tiba berbinar. Patra tersenyum, ketika perempuan itu memesan satu buah donat sugar glaze untuk menemani makan malamnya.

Beberapa orang datang menghampiri Tarra, dua lelaki dan satu orang perempuan, mereka saling menyapa. Ada sikap canggung yang terlihat dari gestur tubuh perempuan itu, seperti sedang memaksakan dirinya larut dan berakrab-akrab. Namun, sentuhan lengan seorang laki-laki di punggungnya, seolah membuat Tarra terlihat nyaman.

Patra menelan ludah, seolah ada kerikil di kerongkongannya. Seketika pemandangan itu membuatnya merana. Ia tak bisa menahan diri, ada keinginan untuk melindungi sesuatu yang dulu sempat ia inginkan untuk dirinya. Patra lanjut mengambil ponsel dalam saku, dan mengetikkan sebaris pesan.

-        Patra: Hei… lagi sibuk?

Dari posisi duduknya, Tarra terlihat membaca ponselnya sambil terbelalak. Patra lalu mengirimkan pesan berikutnya.

-        Patra: Donat glaze-nya enak? Atau masih enak bikinan saya?

Perempuan cantik itu memutar lehernya, menelusuri setiap sudut kafe sampai akhirnya menemukan Patra yang hanya bisa tersenyum sambil melambai.

***

“Sudah lama....”

Patra mengangguk. Hanya kalimat sepotong yang bisa ia dengar dari bibir merah mudanya, selebihnya hanya sunyi.

“Kamu sehat, Tar?”

Tarra hanya mengangguk pelan, membuka mulutnya lalu mengatup lagi. Ia tampak sedang mengalami pergulatan batin, sambil meremas kain batik yang dikenakannya, Tarra memicingkan mata. “Kamu nggak pernah balas pesan saya.”

Dari jauh, seseorang sedang menunggui Tarra, dan memasang wajah serius ke arah Patra, seolah sedang melindungi teritorinya.

“Kamu ditunggu?” Patra mengedikkan dagu.

Tarra menoleh, ke arah lelaki yang sedang berdiri di sebelah mobilnya. Ia tak menjawab, hanya mengangkat bahu.

“Pacarmu, ya?”

Tarra mengangkat alisnya. “Kalau iya, memang kenapa?”

Patra menyadari sesuatu yang salah. Ia menghela napas, dan menunduk, mengamati ujung sepatu larinya. “Saya... mau minta maaf.”

Lihat selengkapnya