Bhanuresmi

Foggy F F
Chapter #29

Anita Nareswari

Sekembalinya Patra ke Jogja tempo hari, nyaris membuatnya tak bisa tidur. Banyak hal ia khawatirkan. Satu persatu ingatan di rumah ini, menyisakan penyesalan yang mendalam. Setelah obrolannya dengan Ambar seminggu yang lalu, Anita menyadari, kalau kalau dirinyalah awal muasal pertengkaran Bagas dan ibunya, hingga berbuntut pada kepergian Bagas—untuk selamanya. Ia juga bisa merasakan, kalau Ambar tak lagi seperti manusia yang ia kenal. Perempuan itu seolah menyeret hidupnya agar terlihat baik-baik saja, tetapi amat hancur di dalam batinnya.

“Mama kenapa belum tidur?” Patra melongokkan kepalanya di celah pintu.

Anita tersenyum, ia menggerakkan jemarinya —meminta Patra masuk. “Tutup pintunya, Tra.”

Di usia matang, anak lelakinya semakin menunjukkan wajah dan karakter mirip Bagas, kenyataan itu mengharukannya. “Kamu juga belum tidur?”

Patra menggeleng, ia mengempaskan tubuhnya di pinggir kasur. Lantas menoleh, memandangi wajah mamanya. “Ma….”

Anita merasakan tubuhnya kian melemah. “Ada yang kamu khawatirkan Tra?”

“Kesehatan Mama.”

Senyum tertoreh di bibir Anita yang pucat. “Sini, tidur di sini.” Ia beringsut dengan susah payah, menyisakan ruang di sebelahnya.

Patra membuka sepatunya, lantas merebahkan tubuh jangkungnya tepat di sebelah mamanya. Tanpa canggung, ia menyenderkan kepala di bantal Anita, pundak mereka bersentuhan. “Apa yang bisa saya lakukan untuk Mama?”

Anita menoleh, bibirnya menyentuh rambut anak lelakinya, ia kemudian mengecupnya. “Nggak ada, Tra. Kamu sudah banyak membantu Mama dengan kembali pulang. Makasih,” bisiknya.

Helaan napas panjang, terdengar seperti jawaban muram. “Ma—”

“Ya?”

“Ada apa dengan Mama dan Eyang?” Patra diam sejenak —menunggu reaksi Anita— lalu lanjur bertanya. “Kenapa kalian nggak pernah saling memaafkan?”

Anita mengelus rambut Patra. “Waktu kamu kecil, tinggal di rumah ini terasa begitu rumit. Mama punya ambisi, papamu punya dunianya, dan eyang putrimu juga mempertahankan prinsipnya.” Susah payah Anita menelan ludah. “Mama melakukan kesalahan besar, yang harus dibayar dengan sangat mahal. Kepergian papamu terutama, lalu eyang.”

Patra tak terlihat terkejut, ia memiringkan tubuhnya menghadap Anita, meraih telapak mamanya yang mulai mengeriput. “Apapun kesalahan Mama, itu ada di masa lalu, Ma.”

Anita diam —tangannya gemetar— sambil menatap langit-langit kamar yang tinggi, napasnya berembus pelan. Rumah tua itu, telah menorehkan banyak ingatan di kepalanya. Ia tak pernah dengan sengaja membenci apa yang terjadi di rumah ini. Namun, Anita datang dengan perbedaan, yang tak selalu diterima dengan pikiran terbuka oleh Bagas dan ibunya.

“Beberapa hari ini saya belajar banyak hal, Ma. Tentang menerima masa lalu, melakukan yang terbaik untuk hari ini dan tak takut menghadapi masa depan.” Patra meremas perlahan tangan Anita. “Saya yakin Mama dan Eyang Putri bisa saling memaafkan. Kenyataan bahwa kalian sama-sama menyayangi saya, itu udah jadi bukti yang luar biasa.”

“Tra…,” bisik Anita. “Eyang Bhanuresmi menderita sepanjang hidupnya karena Mama.”

Patra kembali memiringkan tubuhnya, ia menatap lurus wajah Anita. “Karena Pak Parjo, Ma?”

Anita terbelalak, ia menoleh meski tubuhnya sulit untuk ikut merespon keterkejutannya. “Kamu ingat Pak Parjo?”

“Tentu saya ingat dia. Pak Parjo mengasuh saya waktu kecil.”

“Ka-kamu tahu siapa dia sesungguhnya, Tra?”

Lihat selengkapnya