Bianca

Ardhi Widjaya
Chapter #12

KEEP SILENT TO ME

Tak pernah terbayang sebelumnya jika aku bisa mengalami kisah seperti ini. Kisah yang di luar dugaanku: seorang Bianca akan mengalaminya. Masih terasa nikmat untuk memandangi lukisan si Danielle de Barbarac. Sejenak aku mengalihkan pandanganku ke sebuah foto yang terpajang di sebelah kiri lukisan itu. Foto wisudaku dengan backdrop biru navy terlihat begitu sophisticated namun sepi, seandainya ada Ayah, Bunda dan dik Raka..... ah, sudahlah, aku yakin mereka pasti bangga terhadapku.              

Fardan, aku tidak tahu di mana dia sekarang. Setelah aku mencoba membuat lingkaran sosial baru di kampus dengan mengikuti makrab klub debatnya Rifat, Aku ingat sekali waktu itu tanggal 27 Juni 2004 setelah Ujian Akhir Semester selesai, ada kurun waktu dua bulan aku tidak bertemu dengannya hingga semester ganjil dimulai di awal September.              

Oh iya, waktu itu aku berhasil menjual mobilku ke Kennedy, dia berhasil aku bujuk untuk membelinya meski dicicil sepuluh kali. Waktu itu aku bilang ke dia seperti ini via telepon:              

“Eh Ken, loe beli lah mobil gua, masa’ loe dah jadi artis masih mo naek angkot? Apa kata dunia?! Hahaha”              

“Ya ampun bo, beneran loe mau jual tuh Spark kesayangan loe, atau jangan–jangan mau loe ganti jadi Lamborghini kali ye...”              

“Terserah apa kata loe dah, cuman gue usulin aja, biar loe tuh jalannya juga makin enak kalo dah ada mobil, Nah loe mau nyicil atau cash, btw ga’ usah naif lah Ken, gue tau kok loe doyan ama Spark imut gue” Mulutku ini sepertinya cocok sekali buat jadi makelar.              

“Emang kalo cash brapa?’ Kennedy mulai kepancing.              

“Loe bayar delapan puluh kalo cash nah kalo mau nyicil dua belas kali per bulannya tujuh juta lima ratus Ken”              

“Mmmm” Kennedy bergaya sok mikir.              

“Oke, gini aja deh, loe mulai senggang kapan, kebetulan gue lagi liburan semester, gue bawa Spark gue ke Jakarta biar loe bisa langsung enjoy tuh driving my car”              

Kebetulan rekan Kennedy di agency-nya ada yang bersedia menguruskan surat- surat setelah mobilku dibeli oleh Kennedy. Aku sempat curiga kalau rekan Kennedy itu adalah pasangan homo-nya, yah memang sejak pertama kenal Kennedy dia sudah seperti “itu”.              

Dengan motor aku mulai mencari kerja part time sewajarnya yang sering dilakukan para mahasiswa lainnya. Lumayan juga, sambil menunggu kuliah lagi di bulan September, aku kerja jadi SPG kartu GSM paskabayar, inilah kenikmatan mencari uang yang lebih menyenangkan menurutku, saat itu aku mendapatkan satu setengah juta rupiah, tidak sebanyak pemberian Monsieur Vargas memang, tapi jalan seperti inilah yang harus aku pilih.              

Lihat selengkapnya