Bianca

Ardhi Widjaya
Chapter #13

FROM: EDWARD LEWIS

Setelah selesai menulis puisi di blog, aku beranjak ke kebiasaan rutinku: memeriksa email. Dengan ikut beberapa milis, inbox-ku selalu penuh setiap hari, tak jarang mencapai tiga puluh hingga lima puluh email. Hari ini, ada empat puluh dua email. Seperti biasa, sebagian besar dari milis, berisi diskusi atau promosi yang sering kali membosankan. Dengan enggan, aku mengarahkan kursor ke tombol select all, siap menghapus semuanya tanpa membaca.

Namun, pandanganku terhenti pada satu email yang berbeda. Subjeknya mencuri perhatian: “London will love you and so will you”. Rasanya ada sesuatu yang menyentuh hati hanya dari membaca judulnya. Aku melirik pengirimnya: Edward Lewis. Nama itu membawa memori samar—kolega Monsieur Vargas yang sempat kukenal. Edward, dengan pembawaannya yang tenang dan karisma khas pria dewasa, selalu meninggalkan kesan yang sulit dilupakan.

Aku tak bisa menahan rasa penasaran. Dengan satu klik, email itu terbuka. Tak ada sepatah kata pun dalam isi emailnya, hanya tiga file attachment berformat JPEG. Sekilas, aku merasa sedikit kecewa—aku berharap ada pesan personal yang romantis atau mungkin sebuah puisi. Namun, rasa ingin tahu mengalahkan segalanya. Dengan hati-hati, aku mengunduh file-file itu.

Ketika file pertama terbuka, layar monitor menyajikan pemandangan luar biasa: panorama London di malam hari, diambil dari sudut Golden Eye. Lampu-lampu kota yang berpendar membingkai langit malam yang tenang. Cahaya memantul di permukaan Sungai Thames, menciptakan suasana yang magis.

Aku menghela napas pelan, hampir tak percaya dengan keindahan itu. Seolah-olah aku bisa merasakan hembusan angin malam London dari foto tersebut. Foto kedua dan ketiga memperlihatkan sudut berbeda dari Golden Eye: satu menampilkan siluet jembatan dengan detail arsitektur yang menawan, dan lainnya adalah pemandangan kota yang luas, di mana gedung-gedung tinggi terlihat seperti permata kecil di kejauhan.

Aku tercengang. Foto-foto ini jelas bukan sekadar hasil pencarian di Google atau jepretan amatir. Ada keahlian dan sentuhan pribadi di dalamnya, sesuatu yang membuat setiap gambar berbicara. Bahkan aku yang terbiasa memotret pun tahu, karya ini memiliki jiwa.

Selama beberapa menit, aku terdiam, hanya membolak-balikkan foto-foto itu di layar. Aku mencoba memahami maksud Edward mengirimkan foto-foto ini. Apakah ini hanya kebetulan? Atau ada pesan tersirat yang ingin ia sampaikan? Subjek emailnya masih terngiang di benakku: “London will love you and so will you”. Kalimat itu terasa begitu hangat, seolah Edward tahu persis bahwa London adalah bagian dari impianku.

Lihat selengkapnya