Bianca

Ardhi Widjaya
Chapter #16

My Favourite Movie Scene

Malam ini, aku kembali menonton Ever After—film yang entah sudah berapa kali kuputar sejak pertama kali mengenalnya. Rasanya seperti pelarian dari pikiranku yang kacau. Barangkali ini cara terbaik untuk mengatasi rasa gamang yang mengendap dalam diriku. Terutama ketika Fardan masih belum juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan atau perhatiannya padaku.

Adegan favoritku selalu sama: saat Danielle de Barbarac akhirnya tiba di pesta dansa. Ada sesuatu yang begitu magis tentang momen itu. Gaun sutra berwarna biru pucat yang ia kenakan adalah peninggalan mendiang ibunya, diperindah dengan sentuhan tangan jenius Leonardo Da Vinci. Danielle, diperankan oleh Drew Barrymore, tampak begitu eksotis dalam balutan busana ala princess Renaissance yang klasik. Setiap detailnya memancarkan keanggunan dan kepercayaan diri—sebuah gambaran sempurna dari harapan dan keberanian yang akhirnya menemukan jalannya.

Namun, keindahan itu tidak bertahan lama. Sang ibu tiri yang kejam, dengan penuh niat jahat, merobek gaun tersebut di tengah-tengah pesta, di hadapan pangeran dan semua tamu undangan. Danielle terdiam, matanya berkaca-kaca. Aku bisa merasakan kepedihan yang ia rasakan—penghinaan yang begitu dalam, kepercayaan diri yang tiba-tiba direnggut. Napasku tertahan setiap kali aku menonton adegan ini. Rasanya seperti melihat cerminan dari diri sendiri; sebuah perjuangan untuk diakui, hanya untuk berakhir dengan kekecewaan.

Tiba-tiba, suara aneh menyeruak di kamar. Seperti suara kentut yang tertahan. Aku terkesiap, menyadari bahwa itu hanyalah getaran ponselku yang sebelumnya ku-silent. Dengan cepat, kuambil dan melihat layar yang berkedip.

"Halo?" sapaku, mencoba terdengar tenang meski hatiku sedikit berdebar.

"Hi, Bianca. Apa kabar?"

Suara itu… bukan Fardan. Aku mengernyitkan dahi, mencoba mengenali nada lembutnya.

"Baik, terima kasih. Maaf, saya bicara dengan...?" tanyaku sopan.

Lihat selengkapnya