Edward menjemputku lagi di guesthouse tempatku menginap, yang letaknya tidak jauh dari Carnaby Street. Senyumnya ramah, seakan mencoba menenangkan hatiku yang sejak sore berdebar tanpa arah.
“Where shall we go, Ed?” tanyaku pelan, kali ini dengan aksen British yang sudah kulatih berkali-kali. Tiba-tiba aku teringat kelas Grammar-nya Pak Rahmat, dosen yang sering mengingatkan, “Orang British tidak akan pernah memakai will untuk subjek I atau We, Bianca.” Hari ini aku mencoba membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku benar-benar ada di tanah mereka, mencoba menyatu dengan bahasa mereka.
“I’d like to enjoy London’s night with you, through London Eye,” jawab Edward tenang, matanya menatap jauh melampaui kalimat yang diucapkannya.
Aku sebenarnya ingin bertanya tentang makan malam, tapi sepertinya Edward sudah menyiapkan kejutan lain. Ia lalu meraih tanganku dan hampir menyeretku dengan langkah tergesa. “Come on, Bianca, hurry up!” katanya penuh semangat. Kami berlari kecil menuju pintu masuk London Eye setelah membeli tiket. Jalan setapak yang kami lalui diterangi kerlip lampu taman, menciptakan suasana romantis yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.
Saat pintu kapsul terbuka, aku terperanjat. Edward ternyata membeli tiket premium ketika satu kapsul hanya untuk kami berdua. Terbayang jelas kontrasnya: beberapa hari lalu aku berdiri di kapsul yang penuh sesak dengan sepuluh orang, sedangkan kini, hanya ada aku dan Edward.
Kapsul mulai bergerak perlahan, naik sedikit demi sedikit. Dari kaca transparan, lampu kota London berkelip bagaikan permata yang ditaburkan di kegelapan malam. Rasanya, lagu I Believe I Can Fly milik R. Kelly mengiringi langkah demi langkah pandanganku ke luar.
“It’s so wonderful, Ed,” bisikku, nyaris tak terdengar.
Edward menoleh. “And you’re so beautiful...”
Aku terdiam, tidak yakin apakah pendengaranku tidak salah. “Pardon?” tanyaku ragu.
“Iya, Bianca. Kamu cantik.” Ucapannya sederhana, tapi terasa begitu asing bagiku. Aku hanya bisa menjawab pelan, “Thank you...” meski dadaku dipenuhi tanda tanya.
Kemudian, Edward menatapku lebih dalam. “Bi, aku ingin sekali menunjukkan pemandangan ini padamu.”
“Ya, London memang mengagumkan,” jawabku datar, mencoba menghindar.