Begitu kunci pintu berhasil kuputar dan terbuka, Edward yang berdiri di belakangku tiba-tiba meraih tanganku. Sentuhannya hangat, seolah ingin menghentikan langkahku yang terburu-buru masuk ke apartemen.
“Bi...” suaranya lirih namun mantap, tatapannya penuh kelembutan yang membuatku menahan napas.
Aku menoleh. “What’s wrong, honey?” tanyaku, separuh cemas, separuh penasaran.
“Sudah banyak waktu kita lewati bersama...” ucapnya perlahan.
“Iya,” aku tersenyum, mencoba menenangkan suasana. “Dan aku sangat appreciate for that.” Lagi-lagi hatiku tersanjung.
Edward menelan ludah, lalu menghentikan kalimatnya di tengah jalan. “And seriously, I state...”
Aku menunggu, degup jantungku mulai berpacu lebih cepat. “Apa, sayang?”