Semburat warna jingga sudah membuat garis-garis halus di langit. Udara perlahan kembali sejuk setelah teriknya sang surya sudah dibawa kembali ke barat. Aku berjalan tenang di antara para siswa yang juga mengambil langah pulang. Sera memiliki jadwal ekskul sore ini, karena itu aku pulang lebih dulu darinya.
“Halo, Kal.”
Sosok yang suaranya sudah terdengar akrab di telinga itu tiba-tiba muncul di sampingku. Entah sudah sejauh mana dia lari untuk mengejarku, atau memang sedari tadi dia berjalan di belakangku.
“Dev? Arah rumah lo bukannya ke kiri ya?” tanyaku. Aku sendiri mengambil arah kanan dari gerbang sekolah. Jadi jelas arah pulang kami berlawanan. Seharusnya.
“Iyaa ….” Dia terlihat … salah tingkah? Dia menggaruk belakang kepalanya yang entah gatal atau tidak.
“Terus?”
“Gue …. Nanti malem ada pasar malam di alun-alun,” beritanya.
Mendengar pasar malam disebut, mataku langsung berbinar.
“Iya? Sumpah?” tanyaku semangat. Memang sudah lama aku tidak pergi ke pasar malam, jadi aku tidak bisa menyembunyikan rasa excited ini.
“Iya. Kalo lo mau, gue ajak lo nanti malem. Gimana? Mau?” tawarnya yang langsung membuatku bungkam.
“Hm ….” Aku mengangguk kemudian.
Sebenarnya orang pertama yang muncul di kepalaku adalah Sera. Mungkin aku akan mengajaknya jika aku pergi. Tapi Devan sudah menghapus rencana itu segera.
“Gue jemput di depan asrama. Gue punya helm dua, jadi lo tenang aja. Ah, gue juga udah punya SIM kok.”
Caranya membujukku terdengar lucu. Devan memang pintar, namun sekarang aku hanya melihat ajakannya yang sederhana.
“Oke. Boleh,” kataku akhirnya.
“Oke. Gue jemput jam 7 ya.”
“Hmm.”
Jam sudah menunjuk angka 6 dan jarum panjangnya di angka 9, dan Sera baru terlihat batang hidungnya. DIa baru pulang dari sekolah dan terlihat lelah.
“Hh ….”
Dia buang tasnya dan langsung merebahkan tubuhnya yang terasa berat di atas ranjang. Setelah menukar udara di paru-parunya dengan napas yang keluar masuk lebih tenang, dia kemudian duduk dan menatapku yang tengah memoles bibirku.
“Lo mau ngedate, Kal?” tanyanya yang kemudian dijawab santai olehku.
“Gue mau ke pasar malem, Ra. Tadinya gue mau ajak lo, tapi lo pasti capek.”
Terlihat di pantulan kaca, dahi Sera berkerut. Alisnya hampir menyatu.
“Jadi, lo sama siapa ke sana?” tanyanya menyelidik.
“Devan. Dia yang ajak gue tadi pulang sekolah.”
“Sumpah? Devan?” tanyanya dengan nada heran. Apa seaneh itu aku main dengan Devan?
“Hm. Kenapa?”
Aku benar-benar tidak merasa aneh sama sekali.
“Sejak kapan kalian deket?” tanyanya lagi.
“Sejak … entah. Kami nggak sedekat itu sebenarnya. Kami cuma teman biasa. Lo juga punya teman cowok kan, Ra? Ya …kayak gitu kira-kira. Nothing special.”
Sera mengangguk kecil sebelum kemudian kembali merebahkan tubuhnya.
Kurang beberapa menit lagi untuk sampai di jam tujuh tepat, sebuah notifikasi muncul di layar atas gawaiku. Nama Devan tertulis di sana.
“Gue udah di depan.”
Tanpa menjawab pesan itu, aku bergegas mengambil tas selempang yang sudah kusiapkan.