Wuek.... Wuek...
Ini sudah hari yang kedua perutku mual. Aku sengaja tidak beritahu mamah karna nanti kalau mamah tahu, pasti mamah akan sangat khawatir.
Tulit. Tulit.
Ponselku berdering.
"Halo."
"Priska, ini udah jam berapa? Kamu lupa kalo hari ini ada latihan?" Ternyata Dian yang menelepon.
Aku dan kawan-kawan punya niat membuat acara amal untuk anak yatim dan anak-anak cacat. Dimana acara itu mau kita isi dengan berbagai macam hiburan. Termasuk aku dengan kelima sahabatku. Kita berenam sengaja memilih menghibur mereka dengan teater musikal, dimana aku yang jadi peran utamanya.
"Dian, aku hari ini izin ya. Aku nggak enak badan, kepalaku pusing."
"Kamu sakit apa, Pris?" Dari nada cara bertanyanya, kelihatan kalau Dian khawatir dengan keadaanku.
"Entahlah, aku juga nggak tahu. Ntar baru aku ke dokter."
"Oh iya deh kalo gitu. Met istirahat ya, Pris. Semoga lekas sembuh."
"Iya, Dian. Thanks ya, tolong sampaikan maafku ke temen-temen."
"Jangan khawatir, ntar aku sampaikan ke mereka."
"Oke, thanks ya."
CEKLIK.
Badanku serasa sempoyongan, air liurku juga mendadak jadi lebih banyak. Tiba-tiba aku ingin makan makanan asam. Ada apa ini?
Tiba-tiba aku curiga sendiri, oh ya Tuhan.... Jangan sampai apa yang aku takutkan itu terjadi. Tanpa pikir panjang aku langsung start motor menuju apotik.
Sesampainya di apotik.
"Selamat siang, Kak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang petugas apotik.
"Ada alat test kehamilan?" Tanyaku.
"Ada, Kak. Sebentar saya ambilkan."
Bagaimana ini? Kenapa aku jadi berpikir yang tidak-tidak begini. Petugas apotik sampai bingung lihat tanganku memukul-mukul kepalaku sendiri.
Tak lama kemudian petugas apotik datang sambil membawa dos putih kecil yang dibawanya ke arahku,"Ini, Kak."
"Oh iya, cara pakainya gimana?"
"Besok pagi pas bangun tidur, kakak tampung air kencing di tempat kecil. Kemudian nanti ujung alatnya ini dicelupkan ke dalam air kencing yang sudah ditampung tadi. Hasilnya nggak lama kok, bisa langsung ditunggu. Nanti kakak bisa baca pada keterangan dalam kemasan. Nanti keluar garis merahnya, kalo keluar dua garis, berarti positive, tapi kalo hanya satu garis aja yang keluar, berarti negative." Petugas apotik itu menjelaskan dengan detail.
"Oh iya, terima kasih."
"Sama-sama, Kak."
Aku langsung pulang menuju rumah. Namun aku harus bersabar karna alat ini bisa digunakan besok pagi. Sebenarnya mau test kapan pun bisa, tapi setelah aku baca pada keterangan dalam kemasan kalau air kencing pertama pada pagi hari mempunyai kandungan HCG lebih banyak, jadi lebih akurat. Makanya aku harus bersabar dulu.
Keesokan paginya aku mulai praktek sesuai instruksi dari petugas apotik kemarin. Aku ambil tempat penampung kecil dan mulai menampung air kencingku sendiri. Begitu selesai menampung, aku langsung mencelupkan alat test kehamilannya. Tidak sampai dua menit hasilnya sudah terlihat. Tapi aku belum paham bagaimana supaya tahu apakah negative atau positive. Akhirnya kuputuskan untuk membaca ulang kertas petunjuknya, sengaja kubaca kembali agar tidak salah.
Ya Tuhan.... Semoga semua dugaanku tidak benar. Jangan sampai hal yang aku pikirkan terjadi.
Begitu selesai membaca kertas petunjuk, aku kembali melihat hasil test urineku. Dan... Astaga... AKU POSITIVE.
===================
"Lho? Pris, kamu libur?"
"Iya, Mah."
"Kamu kenapa? Sakit?"
"Nggak, Mah. Hanya kecapekan aja."
"Oh ya udah. Mamah masak dulu, sebentar kamu makan ya."
"Iya, Mah." Sudah hampir 2 jam aku tiduran dengan perut mual.
"Priska." Panggil mamah dari arah dapur.
"Iya, Mah."
"Makan dulu."
"Nanti aja, Mah. Priska lagi males makan."
Begitu mendengar aku malas makan, mamah langsung datang menghampiriku dengan membawa segelas air hangat. Namanya juga mamah, apalagi mamahku, orangnya tuh gampang khawatiran.
"Priska, ini mamah bawain air hangat buat kamu. Kamu lagi nggak enak badan?"
"Priska cuma kecapekan, Mah."
Tapi sepertinya mamah tidak bisa ditipu. Kalau dipikir-pikir, tentu saja mamah tidak bisa ditipu, karna mamah yang melahirkan dan membesarkan aku. Mamah tahu kebiasaan dan semua keluh kesahku. Jadi mau pakai cara apapun untuk membohongi mamah, tetap saja ia tahu.
"Makan dulu ya." Bujuk mamah.
Tiba-tiba aku keceplosan,"Ntar aja, Mah. Dari tadi perut Priska mual, pengen muntah."
"Muntah?" Mata mamah melotot, mamah cemas begitu mendengar perutku mual dan ingin muntah.
Air mataku tidak bisa dibendung, kali ini aku menangis di depan mamah. Selama ini aku berhasil menyembunyikan masalahku dengan bang Hengky di depan orang tuaku. Tapi kali ini tidak, aku tidak bisa menyembunyikannya.
Aku seperti anak perantau yang sudah meninggalkan rumah lama sekali dan yang sudah lama tidak bertemu dengan keluarga, yang ketika bertemu keluarga, rasa rindu itu meluap-luap. Begitu juga hari ini. Hari ini aku merasa bahwa aku butuh kedua orang tuaku. Setegar apapun diriku, aku masih butuh mereka. Aku tidak bisa menopang beban ini sendiri. Jadi, mau tidak mau aku harus cerita. Aku harus terima resikonya.
"Priska, cerita ke mamah ya. Mamah tahu kamu lagi ada beban. Mamah tahu kalo kamu takut ngomong ke mamah. Mungkin kamu takut mamah sama bapak marah. Tapi kamu harus yakin, kalo kamu butuh orang lain buat angkat bebanmu. TUhan nggak tidur, Nak.... DIA akan menolong hamba-hambanya," Mamah meyakinkanku untuk mau cerita apa yang sementara aku alami.
Air mataku terus mengalir. Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Mamah terus mengelus rambutku. Akhirnya beberapa saat kemudian aku mulai memberanikan diri cerita ke mamah.
"Mamah.... Priska minta ampun ke mamah."