"Kamu libur, Pris?"
"Iya, Pak."
"Coba kamu lihat mamah dulu. Kayaknya mamah belum minum obat."
"Iya, Pak."
Keadaan rumah sudah agak kembali normal. Perasaanku lega karna mamah sudah mau bicara denganku. Semenjak aku memberitahu bapak tentang kehamilanku dan masalahku dengan bang Hengky, bapak mencoba bicara dengan mamah secara perlahan. Sepertinya mamah sudah mampu menerima keadaanku dengan ikhlas.
"Mamah belum minum obat kan? Minum dulu ya." Tanyaku.
"Tapi mamah belum makan sampe habis."
Kulihat bubur di atas meja belum habis,"Tadi pagi adek belum suap mamah sampe habis ya?"
"Tadi mamah yang nggak mau, soalnya perut mamah mual."
"Oh ya udah, Priska suap ulang ya."
Dengan peristiwa ini aku lebih tahu bahwa kedua orang tuaku sangat mencintaiku.
Ting tong. Ting tong.
"Ada tamu tuh, Pris. Coba kamu lihat dulu."
"Di depan ada bapak, Mah. Biar bapak yang nemuin. Priska suap bubur buat mamah dulu sampe habis."
Sayup kudengar suara dari ruang tamu, sepertinya suara itu tidak asing bagiku.
Tak lama kemudian bapak memanggilku.
"Priska, temen-temen kamu datang nih. Biar bapak yang ngelanjutin suap mamah. Kamu temuin mereka dulu."
Dugaanku benar, para sahabatku yang datang. Ada apa mereka ke rumahku? Mungkin mereka marah karna aku tidak ikut latihan selama beberapa kali.
Walau banyak pertanyaan dalam hati, aku harus tetap menemui mereka. Tapi sebelum aku menemui mereka, lebih baik aku bertanya dulu pada bapak.
"Bapak.... Priska harus gimana? Nanti Priska jawab apa kalo temen2 nanya keadaan Priska. Priska bingung, mau cerita yang sebenarnya apa harus disembunyiin. Pasti mereka tanya, soalnya Priska udah lama nggak ikut latihan."