"Priska berangkat kerja ya, Mah."
"Sarapan dulu, Pris." Kuabaikan teriakan mamah, karna aku tidak mau mamah melihat mataku yang sembab. Semalaman aku menangis, tapi aku masih belum paham kenapa semalaman aku menangis.
"Priska udah terlambat, Mah."
Tadi malam aku dan kelima sahabatku pulang dari bioskop tidak terlalu larut. Begitu film selesai, aku mengusulkan untuk pulang, dengan alasan tidak enak badan. Karna mereka khawatir, akhirnya mereka menyetujuinya.
Begitu sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar. Aku mengambil boneka teddy bear ku dan memeluknya, beberapa saat kemudian boneka teddy bear ku sudah basah karna air mataku. Entah kenapa malam itu perasaanku begitu kacau.
Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku menangis karna melihat Rio sedang berkencan? Tapi kenapa aku harus menangis, sedangkan Rio bukan siapa-siapaku. Lagipula bukannya aku sudah memutuskan untuk menjauh dari Rio?
Tadi malam aku berpikir bahwa inilah jawabannya. Jawabannya adalah aku harus menjauhi Rio mulai dari sekarang.
Sesampainya di tempat kerja, semua temanku melihat dengan pandangan aneh ke arahku. Tapi kucoba untuk tidak menggubrisnya.
Sambil mengelap meja, mataku celingukan mencari seseorang. Iya, mataku sedang mencari keberadaan Rio. Hari ini dia satu shift denganku, kita sama-sama masuk pagi. Aku takut ia melihat mataku dalam keadaan sembab. Jawaban apa yang nanti aku berikan kalau Rio tanya tentang mataku.
"Pagi, Priska." Itu suara Rio.
"Iya, pagi."
Kenapa aku jadi salah tingkah seperti ini? Detak jantungku semakin kencang begitu mendengar sapaan Rio.
"Kamu kenapa, Pris? Kok tumben kamu nggak semangat?" Tanya Rio sambil menyolek tanganku.
"Nggak papa." Jawabku dengan nada datar.
Rio mencubit pipiku sampai wajahku terangkat ke atas lalu tertawa. Tertawanya terhenti ketika memergoki mataku yang sembab ini. "Ka... Kamu kenapa, Pris?" Guyonannya kini berubah menjadi rasa khawatir.
"Nggak papa, aku balik kerja ya." Aku segera berlalu darinya.
Sepanjang hari ini, Rio memperhatikan sikapku yang aneh dari kejauhan. Tapi Rio tak punya daya bertanya padaku.
Saat pulang kerja, Rio sudah menungguku lama di tempat parkiran. Dia sengaja duduk di atas motorku supaya aku tidak bisa pergi lagi ketika dia tanya.