Azan magrib berkumandang. Langit mulai gelap. Matahari beranjak untuk beristirahat sejenak. Bulan mulai menampakkan dirinya. Bintang-bintang bertebaran lepas di langit yang cerah, menyapa setiap orang yang melihat ke angkasa.
“Kita salat dulu pakde” Ammar mengajak pakdenya untuk salat magrib berjamaah.
Pakdenya mengangguk pelan.
“Nanti salat dimana enaknya?”
“Pom bensin depan situ bisa.”
“Oke.”
Motor yang dinaiki mereka belok kanan memasuki sebuah pom bensin kecil disamping toko roti yang baru saja tutup. Ammar berlari ke kamar mandi. Ia belum buang air kecil sejak naik kereta. Ia tidak sempat buang air kecil saat salat asar tadi. Pamannya sudah siap untuk salat. Ammar datang dengan membawa dua kopyah putih lemas yang biasa dipakainya sejak nyantri dulu di pondok pesantren dan menawarkan salah satunya pada pakdenya. Ia terbiasa menyimpan dua kopyah putih lemas di saku celananya. Ia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih cerah karena hajatnya sudah terpenuhi. Pakdenya menjadi imam.
Sesudah salat, pakde Ammar segera memacu motornya kembali dan segera pulang ke rumah.
Sidoarjo malam itu tidak terlalu macet, tidak seperti biasanya. Jalanan bypass daerah Aloha sepi pengendara motor, hanya beberapa mobil yang terlihat ngebut. Motor terus berjalan menembus malam yang cerah dan berbelok ke kiri memasuki sebuah gang kecil kemudian melewati sebuah gapura dan dua kuburan umum. Gapura tersebut merupakan pemisah antar kedua desa yang ada di sana.
Dalam istilah Jawa, pintu gerbang sering disebut dengan gapura. Orang Jawa sering mentranskipkan gapura dengan bahasa Arab ‘ghafura’ yang berarti Maha Pengampun. Akulturasi ini dibawa Sunan Kalijaga dan bermaksud agar setiap orang yang melewati gapura mendapat ampunan oleh Tuhan.
Ammar dan pakdenya berhenti tepat di sebuah rumah di ujung gang tersebut. Rumah itu tak terlihat besar dan nampak sederhana jika dilihat sekilas dari luar. Bunga Kamboja dan Matahari menghiasi halaman rumah yang kecil namun indah. Rumputnya dipotong pendek dan serasi dengan beberapa pot tanaman Anggrek.
“Assalamu’alaikum.” Ucapnya untuk kali ketiga.
Tidak ada jawaban.
Ammar duduk di teras, memetik setangkai bunga Kamboja dan menciumnya. Kurang lebih sepuluh menit menunggu, orang tuanya datang dengan membawa motor matic dari ujung gang.
“Kapan datang?” Tanya ibunya
“Barusan kok, Bu.”
“Pasti udah lama nunggu.” Sahut ayahnya.
“Nggak Yah, palingan cuma dua menit.” Ia sengaja berbohong agar tidak merusak suasana yang hangat ini.
Ibu mengeluarkan kunci dan membuka pintu rumah.
“Azmy mana yah?”