Bidadari Langit Pesantren

Moore
Chapter #5

Pengagum Rahasia

“Ndrrttt ..Ndrtt …“

HP Ammar bergetar, ada SMS masuk dari Jho, teman seangkatannya saat kuliah sarjana di UIN Sunan Ampel Surabaya.

“Mar, minggu depan ada seminar di kampusku. Nih rencananya kamu jadi pembicara kedua, gimana?”

InsyaAllah, Jho.”

Ammar mengambil wudhu dan bergegas salat Magrib, sementara Azmy masih asik dengan game yang ia mainkan di laptop kakaknya itu.

“Salat woi, main mulu.”

“Sabar, lagi lawan raja.”

Azmy sangat suka bermain game. Setiap kali libur pesantren, minimal lima jam ia habiskan untuk menatap layar kotak itu. Jikalau laptop kakaknya sedang dipakai, ia menggunakan komputer lamanya meskipun speknya masih rendah.

Kecintaan Azmy dalam bermain game online, tak luput dari pengaruh sang Kakak. Ammar dahulu sangat senang dengan game online. Hampir setiap ada waktu kosong, ia selalu membuka laptop dan memantau kemajuan karakternya. Penghasilannya dari bermain game membuatnya jarang meminta uang saku kepada orang tuanya. Ia meninggalkan semua yang berhubungan dengan game ketika Ibu memutuskan untuk memondokannya. Kegiatannya seketika terpusat untuk mendalami ilmu agama hingga ia bisa memperoleh peringkat kedua di kompetisi cerdas cermat islam Nasional yang diadakan oleh Universitas Airlangga.

Tidak lama kemudian, azan magrib berkumandang. Ammar langsung menuju musalla di dekat rumah nenek. Ia memarkir sepeda motornya di teras rumah nenek. Usai salat dan wirid, anak-anak desa segera mengerubunginya.

“Yee, Mas Ammar udah pulang.” Teriak mereka bahagia.

Ammar disambut hangat setiap kedatangannya di musalla kecil ini, terutama oleh ana-anak yang belajar mengaji padanya. Dari kejauhan, ia melihat seorang perempuan dengan gamis biru muda. Ia dengan cepat dapat mengenali cara berjalan perempuan itu yang khas.

Assalamualaikum” Sapa perempuan tersebut.

Waalaikumsalam, eh Vira” Jawab Ammar sambil meladeni anak-anak desa.

Ammar membuka mushaf diikuti seluruh anak-anak. Vira berada di tengah-tengah mereka sementara Ammar duduk di depan. Mereka terlihat bahagia dengan senyum yang menghiasi masing-masing dari mereka. Terkadang ada yang tidak sabaran ketika bacaan al-Qurannya disalahkan. Ada juga yang sudah lancar dan memulai untuk menghafal.

Anak-anak desa yang mengaji di musalla kecil itu hanya sebelas orang. Mereka adalah Wimas, Irfan, Faiq, Mei, Rozaq, Nabila, Nia, Ana, Rosa, Aisyah, dan Ega. Mereka semua berasal dari desa Cemandi tetapi di gang yang berbeda-beda. Mereka tidak dipungut biaya sepeserpun. Ammar dan tiga temannya yang lain, Mila, Vira, dan Ibrahim, tidak menginginkan uang. Mereka hanya mengamalkan terhadap apa yang sudah mereka pahami.

Mila adalah teman lama Ammar waktu ia mondok saat SD. Sementara Vira dan Ibrahim adalah teman satu desa dengan Ammar. Ammar, Vira, dan Ibrahim sudah saling mengenal satu sama lain. Entah itu kehidupan ataupun keluarga. Hanya Mila yang keluarga dan kehidupannya masih samar sebab ia selalu datang menggunakan motor. Bahkan, mereka bertiga tidak tau dimana tempat tinggal asli Mila.

Di musalla itu, tidak ada perbedaan usia antar sesama murid, meskipun yang muda mengajari yang agak tua, mereka tetap rukun satu sama lain. Salah satunya adalah Wimas, murid kelas empat SD yang diajari mengaji oleh Faiq yang masih TK. Faiq telah diberi tugas oleh Ammar untuk mengajari Wimas secara privat karena rumah mereka berdua yang bersebelahan.

Ammar sebenarnya sangat capek malam ini, tetapi keceriaan anak-anak membuatnya kembali semangat. Begitu juga dengan Mila, ia juga senang melihat semangat anak-anak tersebut. Tidak jarang pipinya memerah karena dirinya selalu dibandingkan oleh Ammar. Tidak jarang juga ia salah tingkah dibuatnya.

“Ciee Mbak Mila ngeliatin Mas Ammar mulu.” Goda Nia.

Ammar hanya menanggapi dengan senyuman sembari menyimak hafalan Alquran-nya Rozaq.

“Eh .. Nia nggak boleh gitu.” Cegah Mila.

“Mbak Mila pipinya memerah tuhh ...” Celetuk Aisyah.

Ammar dan murid lelaki lain hanya bisa melihat diiringi senyuman, kadang juga sedikit tertawa.

“Aisyah nggak boleh nakal lho ...”

“Mbak Mila malu-malu itu ...” Jawab Aisyah sambil berlari keluar.

“Aisyah .. Tunggu ....” Teriak Mila sambil mengejar Aisyah.

Musalla itu meskipun kecil tetapi bisa membahagiakan hati seseorang. Mulai dari Irfan yang sering emosi tanpa alasan yang jelas, hingga Aisyah dan Vira yang judesnya minta ampun, serta Faiq dan Rozaq yang punya hafalan kuat.

“Biarin mereka kejar-kejaran. Ntar kalau capek pasti berhenti sendiri.” Ucap Ammar tenang.

“Mas Ammar, cerita lagi tentang sahabat Nabi.” Pinta Rosa

Lihat selengkapnya