Ammar duduk di depan laptopnya, mulutnya komat-kamit membaca zikir pagi sambil memandangi laptop miliknya, mengoreksi materi yang akan ia sampaikan nanti.
Hari ini hari Minggu, hari dimana ia harus mengisi seminar mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Araca reunian teman sekamarnya dulu saat di pesantren juga dilangsungkan pada hari ini, tepatnya setelah magrib. Ia harus menyiapkan bahan sekaligus badan agar siap menghadapi dua acara ini, apalagi tempatnya agak berjauhan.
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Azmy tertidur pulas setelah begadang tadi malam hingga subuh tiba. Ayah sedang mencuci mobil sedannya di halaman rumah, sedangkan Ibu sedang memasak di dapur. Ammar melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.
“Mas, nanti ikut pengajian di desa sebelah?” Tanya Azmy dengan mata yang masih agak merem.
“Pengajian di mana?”
“Di masjid desa sebelah.”
“Yang nyebrang jalan raya itu?”
“Iya...”
“Nggak kayaknya, mau ke Surabaya dulu.”
Ammar telah berpakaian rapi dan siap menuju UIN Surabaya. Ia berpamitan kepada ayah dan ibu, tidak lupa juga Azmy.
Di sepanjang jalan, ia bertemu dengan banyak temannya dulu waktu SMP. Sebagian besar dari mereka telah mempunyai mata pencaharian. Ada yang punya toko sendiri, ada yang buka bisnis makanan, ada yang menjaga supermarket, ada juga yang telah menjadi pengusaha meneruskan kedua orang tuanya. Bahkan, beberapa dari mereka sudah punya momongan.
Perjalanan Ammar tidak terlalu melelahkan. Jalanan menuju Surabaya tidak macert seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Biasanya, ia mampir terlebih dahulu di warung milik temannya saat dulu masih kuliah sarjana.
Setengah perjalanan sudah ia lewati. Kni ia sudah berada masuk kota Surabaya. Udara kota Sidoarjo dan Surabaya tidak jauh berbeda, sama-sama panasnya. Perdesaan di tengah-tengah kota metropolitan yang berpolusi merupakan tujuan utama orang yang melakukan urbanisasi. Hidup nyaman dengan udara yang masih alami dari hijau daun dan persawahan yang membentang luas merupakan salah satu impian seseorang.
Ammar sudah sampai di Universitas. Di dekat gerbang sudah ada seseorang yang menyambutnya.
“Cepet banget datangnya, tumben nggak telat.” Ucapnya.
“Jalanan nggak macet sih. Nggak ketemu polisi yang nyari jatah makan pagi juga.”
“Hahahah... bisa aja kamu.”
Jho, salah satu adik kelasnya saat masih kuliah di UIN Surabaya merupakan satu dari beberapa mahasiswa yang sering mengajak Ammar diskusi masalah filsafat maupun hal yang lain yang berhubungan dengan agama. Mereka berdua masuk ke sebuah gedung yang dekat dari gerbang belakang. Jho menunjukkan Ammar ruangan yang akan dipakainya untuk memaparkan beberapa kalimat, ternyata masih dibersihkan oleh panitia. Jho mengajaknya berkeliling di luar kampus.
“Kamu masih ingat Alfan?”