Azmy membuka mata, ia melihat tangannya penuh dengan perban. Ibu dan Halim tertidur pulas di atas kursi dengan kepala bersandar di atas perutnya. Ia mencoba menggerakkan kakinya, tidak bisa. Hanya rasa sakit yang ia rasakan. Tangan kirinya mati rasa.
“Ah...” Rintihnya.
Suara Azmy membuat Halim dan Ibu terbangun. Ibu segera mengingatkan Azmy.
“Jangan banyak gerak dulu. Masih belum dibolehin dokter.”
“Ini dimana, Bu?”
“Kamu dirumah sakit. Kamu tadi tertabrak mobil waktu pulang dari pengajian.”
Azmy mencoba mengingat kembali apa yang dialaminya. Semakin kuat ia mencoba memikirkan kembali kecelakaan itu, semakin sakit pula kepalanya. Ia memutuskan untuk membiarkan apa yang telah berlalu.
“Tangan kiriku susah digerakin, kenapa?” Tanya Azmy.
“Waktu jatuh tadi, tangan kirimu jadi tumpuan. Jadi, untuk sementara jangan dipaksa buat gerak dulu.” Ibu mengelus rambut anak bungsunya.
Halim tidak kuasa melihat kondisi Azmy sekarang. Air matanya selalu menetes tiap ia melihat sahabatnya yang terbaring tak berdaya.